Thursday, March 26, 2009

Kepada Seorang Kawan

[Episode: keajaiban]

Kawan, apa yang akan kau pilih? Hidup penuh dengan keajaiban atau membiarkan semua berlalu begitu saja? Satu senyum bisa mewarna menjadi berbagai rupa bagi pemilik imaji. Sebuah tanda kebaikan yang tak pernah lekang. Tanda pengertian lintas bangsa, dan pemahaman bahwa manusia sama. Aku tahu, kau mungkin akan mengungkapkan seribu satu cerita pilu penuh duka, kisah-kisah yang akan membuatku berurai air mata, tapi dibalik itu semua ada sayang mengemuka. Tekad untuk membuat perubahan meski itu hanya sesederhana mematikan lampu ketika meninggalkan ruangan atau membuang sampah pada tempatnya.

Hal-hal yang terlihat muskil bisa terjadi kalau kau percaya pada keajaiban. Tentu saja kau tak mengharapkanku untuk mengubah setangkai mawar menjadi kelinci bukan? Tapi keajaiban sayang yang merupa dalam detil kehidupan mampu membuat harimu menjadi begitu menyenangkan. Sapaan hangat di pagi hari, ucapan terimakasih disertai senyuman penuh pengertian membuat hidupmu berarti meski tugas-tugasmu masih tetap menumpuk.

Kau tentu pernah mendengar kisah orang yang dikejar anjing bukan? Ketika itu, orang bisa lari dengan sangat kencang. Begitu pula dengan keajaiban sayang, meski kerjaanmu tak berkurang, namun langkahmu menjadi kian ringan. Dan perasaan itu tak mengenal batas. Kau bisa berhubungan dengan orang yang jaraknya ribuan kilometer dan tetap memperoleh perasaan hangat itu menyelusup ke dalam hatimu. Kau tak perlu memiliki warna, bentuk rambut yang sama untuk merasakan itu. Ada hal-hal natural yang bisa kau rasakan tanpa mengucapkan sepatah kata. Konyolnya, ketika aku menggunakan bahasa tangan di depan telepon untuk menjelaskan suatu konsep dengan bahasa Inggris, yang muncul ada tawa karena tersadar gerakan-gerakan itu tak ada gunanya.

Mengapa perbedaan itu ada? Itu pertanyaan yang sering kali kau ajukan padaku. Kenapa harus ada negara maju dan negara berkembang. Kenapa ada anak-anak yang bisa bersekolah sementara yang lain harus berpeluh seharian di jalanan. Ingin aku mengatakan bahwa tugas kitalah untuk membuat perubahan. Usia muda dengan semangat menggebu-gebu dan siap untuk menghadapi dunia. Tapi di sisi lain, perbedaan itu mengajari kita untuk memiliki kasih. Berderma, bersyukur, dan bangun tiap pagi dengan semangat untuk memberikan yang terbaik untuk dunia ini. Karena dalam keberuntungan yang mengalir dalam nadi, ada evolusi dunia yang memungkinkan semua terjadi. Kau tak pernah sendiri.

Rasa syukurlah yang menjadikan manusia utuh. Tiap langkah menyublim dalam sebuah tujuan, bukan untuk membuat sebuah revolusi, tapi untuk menyumbang kebaikan dari kondisi yang ada. Berbaur dan berbagi.

Wednesday, March 25, 2009

Hangat

Kala sejuta kata menyublim dalam hening
Ia telah dimengerti

Quod Erat Demonstratum

Sunday, March 22, 2009

Cukup

Kapan saatnya menetapkan bahwa cukup itu cukup?
a. Ketika waktu tidur terpotong
b. Ketika badan mulai terasa tidak enak
c. Ketika sudah melewati batas bekerja 8 jam per hari
d. Ketika sudah tidak ada waktu untuk membaca komik, ngeblog, dan email
e. Ketika apa yang dilakukan tidak sesuai dengan prioritas

Tapi kenapa ketika sibuk malah intensitas nge-blog meningkat ya?
a. Karena waktu di depan komputer bertambah
b. Karena nge-blog merupakan sarana untuk mencari ide
c. Untuk menambah deret pekerjaan
d. Karena mencari simpati (halah)
e. Karena kreativitas dan analitik berada dalam satu folder di kepala

Rehat Mikir?

3 rapat
12 tugas baca paper mahasiswa
1 kuestioner
1 guidelines
1 acara reuni
1 PR artikel
1 deadline
2 laporan
dan beberapa urusan administratif mengenai kepastian kuliah tamu, persiapan kuliah lapangan...

Yeaa.... everything is under control

Wednesday, March 18, 2009

Semesta

Ketika semesta tak lagi sama
Akankah kau berkata, cukup sampai di sini saja?

Monday, March 16, 2009

PhD Wannabe & Mimpi

Seperti sebuah bayangan yang tak pernah enyah... Masa kecil selama 4 tahun di Belanda membuat mimpi untuk kembali ke sana tak juga surut. Entah apa yang aku cari, pengalaman naik sepeda ke taman-taman kota, menikmati kereta dan kunjungan ke negara-negara di Eropa, atau tersentuh oleh kebaikan profesor-profesor yang ada di sana. Aku tak tahu...

Sudah setahun ini aku mencoba melanjutkan studi ke Belanda, dan selama setahun itu pula aku mendapat pertanyaan yang berdengung bagai nyamuk di kupingku: kapan berangkat? kapan pengumuman? Pertanyaan-pertanyaan tanda peduli yang jika diungkapkan terlampau sering jadi terasa menyebalkan. Seperti gatal, yang ketika digaruk kian bertambah.

Setelah surat penerimaan dari universitas yang aku tuju untuk program doktoral, semua seperti berjalan perlahan. Fragmen-fragmen terpampang dalam kehidupan yang berjalan lamban. Formulir beasiswa yang dikirimkan profesorku terhambat karena aku tak punya tempat bermuara. Tak ada jaminan juga berarti tak dapat surat rekomdasi, syarat yang diperlukan untuk mendapatkan beasiswa. Jika kesal, biasanya aku melampiaskan semua kegundahanku pada profesorku, dan ia seorang pendengar yang baik. Tak surut menyemangatiku untuk terus berusaha.

Tapi di saat rendah, aku merasa semua perjuangan ini terus menghadapi jalan buntu... Berapa lama lagi aku akan memberi kesempatan sebelum menjadi lebih realistis?



Thursday, March 12, 2009

Senyum

Apa alasan orang senyum-senyum tidak jelas?
1. Baru dapat undian berhadiah
2. Teringat suatu hal yang lucu
3. Lainnya
Entah kenapa alarmku berbunyi dan bukannya sembunyi, aku malah penasaran.

Huh, dasar Mephistopeles!!!

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...