Thursday, March 16, 2006

Matematika dalam Mitos

It's still a secret. Hehe... abis ngirim artikel lagi dengan judul di atas, tapi ngga tau bakal dimuat apa ngga. Bahannya dari prosiding konferensi matematika di Bali, dan dari buku What is Mathematics, Really? Tapi daripada membahas isi tulisan itu(yang dalam kurun sebulan kalo ngga dimuat bakal aku masukin juga ke blog), mending ngebahas pembajakan yang mau aku lakukan terhadap buku WiMR? Tadi udah dateng ke tempat fotokopian, tapi ternyata tempatnya ngga bisa ngopi dalam tempo sehari. Mungkin, buku itu memang belum boleh kubajak. Dan karena aku orangnya moody banget, dalam jangka waktu dekat kayanya aku ngga bakal ngapa-ngapain buku itu.

Sebenarnya aku juga ngga gitu suka ngebajak. Kertas fotokopian kaya abis pake pemutih, kontras banget dengan warna hitam tulisannya. Gara-gara itu mata jadi cepat lelah. Lagipula buku asli memiliki bau kertas yang mmm... enak. Mungkin aku betah ngabisin berlembar-lembar buku itu karena baunya, dan tentu aja karena isinya. Sampai sekarang ini aku tetap ngga ngerti pembuktian teorema ketidaklengkapan Godel yang ada di bagian lampiran. Pembuktiannya dilakukan oleh profesor dari MIT, aku malah lebih seneng mikirin implikasi filososfisnya. Di bagian awal dibilang Godel pendapatnya sejalan dengan Thom(Fields medalist, father of catastrophe theory), tapi aku juga ngga tau kalau dalam persamaan matematis jadinya seperti apa.

Hmm... kayanya aku bener-bener anak matematika gadungan, hehe...

Tuesday, March 14, 2006

Waiting For Godot

Dapat istilah dari salah satu cerita teater antah berantah... mungkin artinya benar mungkin ngga lagipula ini kan blog pribadi. Hmm.. berhubung otakku baru keracunan beresin TA, aku mencoba disiplin dengan kata-kata yang aku gunakan, jadi meski ini jadinya hanya definisi pribadi, setidaknya aku mencoba konsisten dalam dimensi yang aku bikin sendiri, kaya ruang Hilbert, atau kaya ruang anti-gravitasi dalam Harry Potter sampai-sampai ada pertandingan Quidditch.

Definisiku tentang waiting for godot adalah menunggu dalam kondisi yang tidak pasti. Ngga tau harus berapa lama lagi, bahkan ngga tau yang ditunggu bakal dateng apa ngga. Tapi mungkin aku sudah berdamai dengan keadaan seperti ini, karena terlalu sering ngalamin, dengan sebuah atau dua buah buku bekal di tas, rasanya aku ngga perlu lagi menggunakan waktuku untuk kesal. Lagipula kalau batas toleransi sudah habis, aku tinggal pencet beberapa huruf di hp, dan selamat tinggal godot.

Sama seperti yang kulakukan kali ini, entah kenapa koneksi di kampus lambat banget. Pergi ke warnet setali tiga uang. Akhirnya sebagai hiburan aku ngetak-ngetik di blog yang kian lama kian sepi. Sama pembimbing di suruh pulang ke rumah untuk liburan. Biar ntar dapat ide baru lagi, soalnya draftku udah kuserahkan. Bingung juga mau ngapain, kepikiran satu tantangan yang sampai sekarang belum kupenuhi, bikin tulisan tentang matematika.

Di tas udah ada buku favorit yang barusan kupinjam dari perpus: What is Mathematic, Really? Penulisnya orang Santa Fe, kalau ekonom punya mafia Berkeley, kalau ilmuwan punya golongan Santa Fe. Aku sih hanya sekadar penikmat aja, tapi untuk kali ini kayanya aku bakal balik ke filsafat. Sekadar untuk mengenang masa lalu, kayanya bakal asyik.

Wednesday, March 08, 2006

Menjelang

Ngga tau mau ngasih judul apa, daripada bingung memikirkan judul, mending langsung aja tulis apa yang kepikiran di kepala. Hmm... pikir-pikir mengikuti gaya Word dalam memberi judul kalau mau di-save. Sederhana, ngga peduli kalau akhirnya isi dengan judul ngga nyambung, itung-itung kejutan. Bukannya itu seninya memberi kado, bungkusnya lucu, isinya siapa tau. Aku koq malah ingat kado ultah ku yang ke-17. Bungkusnya manis banget, eh.. isinya kodok idup, hii...

Sekarang aku lagi menunggu kereta jam 8.25. Setelah tiga hari di serpong berlibur dari teknologi. Hp mati karena ngga bawa charger, koneksi internet di rumah juga lagi bermasalah, jadi otomatis aku terhindar dari segala informasi dan juga panggilan-panggilan tugas. Hehehe seakan-akan sibuk. Aku suka dengan distorsi, dan menghindarkan diriku dari distorsi juga merupakan sebuah distorsi sendiri. Koq jadi memblunder ya, kaya kalau aku bilang semua orang adalah pembohong. Aku adalah orang, so'..

Eh iya, distorsi bagiku analog dengan ketidaklaziman. Jadi kemarin aku baru dapat kiriman jurnal sepanjang 76 halaman yang di-scan satu per satu. Bentuk file-nya dipenuhi bagian-bagian hitam karena hasil scan-an. Wah, aku klepek-klepek berat, karena ada orang yang baik banget. Kebayang kan, dari jurusan sosiologi, nyari perpus matematika di universitas Colombia, trus udah dapat jurnal, di scan satu per satu, di compile dalam bentuk pdf, trus dikirim menjadi sebuah file berukuran 6 mega lebih. Dan bagian paling manisnya adalah aku baru aja kenal.

Hmm... menikmati pagi yang cerah, di lantai 13, berlatar monas, dengan hati gembira:)

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...