“Kamu sama sekali tidak
mengerti.”
”Jadi buat aku mengerti..., please.”
Canggung
menggantung. Belum pernah ia mendengar lelaki itu mengucapkan kata permohonan,
meski ia pernah menginginkannya setengah mati. Kenapa baru sekarang ia harus
mendengarnya, saat ia telah bertekad untuk menyudahi segala yang terjadi.
Sekarang. Untuk selamanya.
Jarum pendek menunjuk angka 11, namun dia belum juga beranjak dari depan komputer. Matanya masih asyik memandangi layar monitor yang terhubung internet, membawa imaji melesat meninggalkan ruang yang ditempatinya, meninggalkan rembulan yang memancarkan cahaya temaram di luar sana, dan rentang waktu yang masih tetap belum bisa menjawab pertanyaan mengapa.
Segalanya terasa begitu sempurna. Tawa bersama ketika melihat kucing yang kakinya tersangkut dalam kotak makan, perbincangan serius ketika melihat pengemis dengan tangan buntung, atau menikmati hujan dalam hening. Tanpa perlu berkata, dia sudah tahu apa yang diinginkannya, begitu pula sebaliknya. Saat dia mulai tertelan dalam segala rutinitas yang membuat tawa berdua itu menjadi kian jarang, dia masih menemukan senyumnya, senyum yang dia temukan kali pertama mereka bertemu. Senyum tanda mengerti bukan?
Mulanya ia mengira semuanya akan indah. Binar matanya ketika menceritakan mengenai fenomena semesta dari kelahiran bintang hingga anak jalanan, akhirnya berbuah binar mata yang memutuskannya untuk berpisah. Kecintaannya pada kehidupan tak jua memudar meski keadaan kini sudah banyak berubah. Pernah ia mencoba mengikuti semua yang disukainya, buku, manusia, semesta, diskusi, menenggelamkan diri dalam berbagai kegiatan agar ia memperoleh perhatiannya kembali. Tapi dia malah kian melesat pesat. Apa yang salah?
Jarum pendek menunjuk angka 11, namun dia belum juga beranjak dari depan komputer. Matanya masih asyik memandangi layar monitor yang terhubung internet, membawa imaji melesat meninggalkan ruang yang ditempatinya, meninggalkan rembulan yang memancarkan cahaya temaram di luar sana, dan rentang waktu yang masih tetap belum bisa menjawab pertanyaan mengapa.
Segalanya terasa begitu sempurna. Tawa bersama ketika melihat kucing yang kakinya tersangkut dalam kotak makan, perbincangan serius ketika melihat pengemis dengan tangan buntung, atau menikmati hujan dalam hening. Tanpa perlu berkata, dia sudah tahu apa yang diinginkannya, begitu pula sebaliknya. Saat dia mulai tertelan dalam segala rutinitas yang membuat tawa berdua itu menjadi kian jarang, dia masih menemukan senyumnya, senyum yang dia temukan kali pertama mereka bertemu. Senyum tanda mengerti bukan?
Mulanya ia mengira semuanya akan indah. Binar matanya ketika menceritakan mengenai fenomena semesta dari kelahiran bintang hingga anak jalanan, akhirnya berbuah binar mata yang memutuskannya untuk berpisah. Kecintaannya pada kehidupan tak jua memudar meski keadaan kini sudah banyak berubah. Pernah ia mencoba mengikuti semua yang disukainya, buku, manusia, semesta, diskusi, menenggelamkan diri dalam berbagai kegiatan agar ia memperoleh perhatiannya kembali. Tapi dia malah kian melesat pesat. Apa yang salah?
Hujan. Pikirannya melayang ke
beberapa tahun silam. Masihkah dia suka memandangi pemandangan ini? ”Ma, kok
mama ngelamun?” Seorang gadis belia berusia 7 tahun menarik tangannya. ”Ngga,
sayang, mama ngga ngelamun. Kan mama lagi ngeliatin anak mama
yang manis,” sambil mengusap kepala anaknya dengan penuh sayang. Uugh, kenapa
bayangan itu masih kerap datang? Padahal kini semuanya sudah berjalan sesuai dengan
apa yang ia harapkan.
Perubahannya membuat dia gundah. Akankah dia tetap menjadi pusat hidupnya? Pertanyaan itu terus menghantuinya, pertanyaan yang membuat ia kian larut dalam buku dan ketikan di malam hari. Meski lelah, dan gelisah, aku takkan menyerah.
Perubahannya membuat dia gundah. Akankah dia tetap menjadi pusat hidupnya? Pertanyaan itu terus menghantuinya, pertanyaan yang membuat ia kian larut dalam buku dan ketikan di malam hari. Meski lelah, dan gelisah, aku takkan menyerah.
Pertengkaran menyulut malam itu.
Ia baru saja mendapat undangan untuk mengisi sebuah acara, tapi raut mukanya
berubah keruh ketika ia mengabarkan berita itu padanya. Padahal yang ingin ia
sampaikan padanya hanyalah sebuah pesan singkat, aku mengerti kamu, kamu bisa
membagi gelisahmu padaku. Satu-satunya orang yang ingin ia buat bangga malah
menyambutnya dengan tatapan dingin. Lalu meluncurlah kata-kata yang tak
diinginkan keduanya. Tentang kesibukan, ketakpedulian, dan tiba-tiba
menyinggung masalah lelaki lain. Padahal yang ingin ia sampaikan padanya
hanyalah pesan, aku sayang kamu.
Dia ketakutan. Pasti ada orang
lain. Orang yang membuat ia begitu berubah. Tawanya ketika mendengar dia
membicarakan sebuah peristiwa sederhana dengan teori rumit mendekati paranoid,
kini tak pernah lagi terdengar. Yang muncul malah sebuah argumen runut dengan
sederet tokoh yang belum pernah didengarnya. Darimana ia mendapat semua
pengetahuan ini? Perasaan ingin melindungi kini berubah menjadi perasaan
tersaingi.
Ia tak tahu apa yang salah.
Usahanya untuk mendekat terasa kian melelahkan. Gelisah yang membayangi wajah
lelaki itu belakangan ini tak juga berubah, bahkan kian kelam. Padahal ia akan
cukup senang hanya dengan mendengarnya bercerita, dan memberikan masukan. Tapi
yang diperolehnya belakangan ini hanyalah tatapan sengit dan aktivitas yang
menyita hampir seluruh waktunya.
Akhirnya... sebuah
pengumuman yang telah lama dinantikannya datang. Sebuah pembuktian eksistensi
diri. Pasti ia akan kembali padaku.
Akhirnya... wajahnya kembali
ceria. Senang rasanya melihat perubahan itu. Selanjutnya kehidupan akan kembali
seperti semula.
”Selamat ya!” Seorang pria dengan
jas rapih menyalaminya. ”Terima kasih,” ucapnya sambil membungkuk dan
tersenyum. Sebuah pengakuan dari orang sudah lama dikaguminya, ”Istri Anda
telah banyak bercerita mengenai kehebatan Anda.” Dilihatnya wajah istinya yang
berbinar-binar mendengar pria itu mengucapkan kalimat tersebut. Sekejap
potongan-potongan kejadian yang tak dipahaminya membentuk sebuah gambaran.
Rupanya karena ini istrinya berubah. Tanpa mengucapkan kata, ia langsung
berbalik. Meninggalkan pria tersebut dengan istrinya yang kebingungan.
Ia lelah. Kejutan yang
dipersiapkannya dengan susah payah, berakhir dengan musibah. Pria yang
dihubunginya marah melihat sikap kurang ajar suaminya, dan suaminya kini
berubah menjadi orang asing. Padahal yang ingin ia lakukan hanyalah memberi
kejutan sebagai hadiah atas keberhasilan suaminya. Karena semuanya akan kembali
seperti semula. Seharusnya.
Dia marah. Harusnya malam ini
adalah malam miliknya. Malam ketika dia bisa memperoleh tatapan kekaguman dari
istrinya kembali, tapi pria yang dulu pernah dia kagumi itu mengubah segalanya. Dia tak habis
pikir bagaimana istinya bisa mengenal pria itu.
Ia masih mencintai
lelaki itu.
Dia masih
mencintai perempuan itu.
Ia ingin menjawab
kata please itu dengan penjelasan panjang. Mulai dari usahanya untuk memahami
dunia lelaki yang tak pernah ia mengerti hingga kejutan yang ia kira dapat
membuat dia bahagia. Tapi alih-alih menjelaskan, ia hanya bisa tergugu.
Dia ingin mengeluarkan semua
kata yang dapat menahannya. Aku masih sangat mencintaimu. Aku akan
melakukan apapun asalkan kau tak pergi. Aku akan berubah. Tapi kali ini dia
mencoba untuk menahan semua keinginan hatinya. Untuk terakhir kali dia ingin
melakukan sesuatu yang benar. Jika dia yang menyebabkan perempuan yang sangat
dikasihinya itu menangis, maka satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah
melepasnya pergi.“Jadi sampai disini?” tanyanya dengan nada tegar.
Ternyata aku salah. Aku kira
masih ada yang perlu dipertahankan dari lima tahun yang kami lalui bersama.
Andai saja ada sesuatu yang menandakan dia masih menyayangiku, tapi tatapan
matanya begitu dingin. Bagaimana mungkin selama bertahun-tahun aku dapat begitu
salah? Aku terlalu mencintainya, padahal dia tak merasakan hal yang sama.
Perlahan aku mengangguk.
Aku rela melepasmu jika itu
berarti kebahagianmu. Aku rela melakukan semuanya untukmu. Kuharap kau tahu
itu.
Semudah itu. Kemana argumen yang kerap dia lontarkan jika ada sesuatu yang
mengganjal hatinya? Padahal aku begitu mencintainya. Kuharap kini kau bisa
bahagia.-yuti ariani(04/11/07)
1 comment:
anda dapatkan ide ini dari mana ?
Post a Comment