Semut1: Pernahkah Anda membayangkan kehidupan para semut?
Semut2: Kehidupan algoritmis, dimana tiap orang memiliki peran yang telah diinskripsikan dalam kepala masing-masing?
Semut1: Bukan... tapi kehidupan dimana para individunya kritis, dan senantiasa mencoba melihat bagaimana sesuatu dikonstruksikan.
Semut2: Kehidupan yang akan menerima pandangan homo, euthanasia, perbedaan ras, gender, dan agama atas nama konstruksi sosial yang membangunnya? Kau benar-benar terdengar seperti seorang relativist!
Semut1: ...
Semut2: Apa yang hendak kau utarakan? Sebuah kebenaran universal dengan ANT sebagai ontologi yang melandasinya? Wow! Kau mulai terdengar seperti sedang khutbah...
Semut1: Kerajaan semut memang masih memiliki banyak pekerjaan rumah, tapi kerajaan ini sudah lebih berhasil menjawab beberapa permasalahan modernitas yang belum mampu dijawab kerajaan Sisdin.
Semut2: Dan sekarang aku seperti mendengar seorang strukturalist..
Semut1: Hey, kenapa kau selalu menyerangku. Lalu apa yang kau tawarkan? Pendekatan deduktif, narasi-narasi besar yang sejak dulu dikiritisi oleh para semut? Sejarah umat manusia telah mengalami berbagai macam evolusi birokrasi.
Liberalis, sosialis, dan berbagai variansi diantaranya. Pemungutan pajak yang tinggi agar dapat mensubsidi transportasi masal, di sisi lain, pembukaan kesempataan besar-besaran bagi semua perusahaan multi-nasional dengan mengabaikan semua sekat negara. Adil atau tidak? Apa yang akan kau rujuk ketika membicarakan keadilan? Bahwa ada suatu negara yang tak memiliki akses ke pendidikan tak dapat bekerja di negara lain, sementara negara lain tersebut bisa seenaknya mengambil sumber alam di negara kita? Dan apa yang akan kau tawarkan, sebuah penjelasan ala konstruktivist? Dimana nilai?
Semut2: Aku lebih senang mempertanyakan nilai menurut siapa... Kita hidup dalam masyarakat heterogen. Menuntut persamaan pendapatan dengan effort yang tak sama juga merupakan ketaksetaraan. Isu ini muncul ketika muncul kontroversi mengenai hak-hak khusus orang cacat, perempuan, orang-orang dari dunia ketiga. Apakah pemberian hak khusus ini merupakan bagian dari keseteraan atau justru sebaliknya?
Semut1: Kau belum menjawab pertanyaanku. Dimana letak nilai, bagaimana nilai bisa disepakati. Mungkinkah ada bentuk komunitas yang disepakati oleh tiap orang di dunia ini? Apakah komunitas itu akan memperhatikan unsur lingkungan? Bagaimana peran instrumen/infrastruktur dalam mempertahankan bentuk komunitas itu?
Semut2: Kau mengajukan pertanyaan yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Kenapa seseorang harus mencoba larangan ketika ia memiliki semua yang dibutuhkannya. Tapi kemudian pertanyaan itu terjawab dengan sendirinya, keberadaan apel pengetahuan yang merupakan bayangan dari rasa ingin tahu manusia dan itulah makna kehadirannya.
Semut1: Karena manusia memiliki dasar-dasar tertentu yang tak lekang oleh zaman?
Semut2: Tepat sekali. Karena itu manusia dibekali Kitab Pengetahuan yang dengan hal itu mereka bisa selamat.
Semut1: Dengan kata lain, kau percaya hal-hal beyond pencarian manusia?
Semut2: ... Pada akhirnya ya. Seperti permainan dadu. Diantara 'penjara' fisik dimanakah letak Tuhan? Penjara fisik yang aku maksudkan seperti nikotin yang masuk dalam tubuh dan mempengaruhi mekanisme tubuhmu. Ada orang yang mati karena racun itu, tapi ada juga yang bertahan. Begitu pula dadu yang dipengaruhi realitas fisik memiliki 6 sisi, sebanyak apapun kau berdoa, mustahil kau mendapatkan angka tujuh pada salah satu sisinya. Pada saat yang sama, kau juga tak bisa memastikan sisi mana yang akan kau peroleh. Disanalah letak takdir, atau Tuhan kalau kau mau menyebutnya demikian.
Semut1: Lalu bagaimana kau mau menjelaskan konsepmu ini dengan kerajaan semut? Apakah kau mau menjelaskan konsep ideal tertentu, atau kau hanya akan membongkar semua tatanan yang ada?
Semut2: Aku lagi mencari... dan karena itu belakangan ini aku meninggalkan kerajaan semut. Aku menggali lagi para pemikir yang membahas keadilan, demokrasi, ekonomi. Karena itu diawal aku menanyakan pendapatmu tentang hal-hal yang secara umum dianggap tabu. Bagaimana kerajaan semut menjawab kontroversi itu. Pada akhirnya aku memilih untuk membuat stratifikasi.
Semut1: Seperti maqam?
Semut2: Iya, tapi aku lebih memilih istilah field dimana tiap lapisnya memiliki transformasi hingga ada sebuah benang merah dalam menjelaskan manusia.
Semut1: Aku sudah mempernah membaca pendekatan serupa dalam pemikiran Amartya Sen. Apakah kau sudah sampai pada tahap operasionalisasinya?
Semut2: Just wait and see, I will make you surprise...
1 comment:
Semut1: Pernahkah Anda membayangkan kehidupan para semut?
Semut2: Kehidupan yang penuh perjuangan. Para insinyurnya harus terus menerus membangun bangunan baru untuk mengadapi hujan yang semakin tak tentu datangnya. Marlin si semut penyihir pun tak bisa menebak kapan hujan akan turun.
Semut1: Bukan... tapi kehidupan dimana para individunya kritis, dan senantiasa mencoba melihat bagaimana sesuatu dikonstruksikan.
Semut2: Sayangnya. cuma para insinyur sipil yang mengerti masalah kontruksi. Kadang ada individu yang kritis, tapi, jika bukan insinyur sipil, dia hanya anjing yang menggonggong, seperti para insinyurpun berlalu begitu saja.
Semut1: ...
Semut2: Kau tidak percaya? Tapi, faktanya seperti itu. Kita membutuhkan mereka - para insinyur sipil. Yah walaupun masalahnya, mereka sering mengadakan mark-up yang merugikan kerajaan semut.
Semut1: Kerajaan semut memang masih memiliki banyak pekerjaan rumah, tapi kerajaan ini sudah lebih berhasil menjawab beberapa permasalahan modernitas yang belum mampu dijawab kerajaan Sisdin.
Semut2: Kemajuan negara sisdin menurut saya tak bisa dibandingkan dengan kerajaan semut. Kita telah menuju zaman keemasan dimana kata modern tak lagi pantas digunakan!
Semut1: Hey, kenapa kau selalu menyerangku. Lalu apa yang kau tawarkan? Pendekatan deduktif, narasi-narasi besar yang sejak dulu dikiritisi oleh para semut? Sejarah umat manusia telah mengalami berbagai macam evolusi birokrasi.
Liberalis, sosialis, dan berbagai variansi diantaranya. Pemungutan pajak yang tinggi agar dapat mensubsidi transportasi masal, di sisi lain, pembukaan kesempataan besar-besaran bagi semua perusahaan multi-nasional dengan mengabaikan semua sekat negara. Adil atau tidak? Apa yang akan kau rujuk ketika membicarakan keadilan? Bahwa ada suatu negara yang tak memiliki akses ke pendidikan tak dapat bekerja di negara lain, sementara negara lain tersebut bisa seenaknya mengambil sumber alam di negara kita? Dan apa yang akan kau tawarkan, sebuah penjelasan ala konstruktivist? Dimana nilai?
Semut2: Kamu bertanya tentang nilai? Nilai menurut siapa? Nilai menjadi tidak berarti saat kaum individualis dengan seenaknya membebaskan nilai dari nilai. Kita, bisa bertahan sampai sejauh ini karena kita adalah bangsa yang sangat menjaga keluhuran nilai kerajaan kita.
Semut1: Kau belum menjawab pertanyaanku. Dimana letak nilai, bagaimana nilai bisa disepakati. Mungkinkah ada bentuk komunitas yang disepakati oleh tiap orang di dunia ini? Apakah komunitas itu akan memperhatikan unsur lingkungan? Bagaimana peran instrumen/infrastruktur dalam mempertahankan bentuk komunitas itu?
Semut2: Nilai akan terus bernilai selama manusia saling berinteraksi.
Semut1: Karena manusia memiliki dasar-dasar tertentu yang tak lekang oleh zaman?
Semut2: Yah. Manusia mempunyai keterhubungan dan keterikatan historis yang sama.
Semut1: Dengan kata lain, kau percaya hal-hal beyond pencarian manusia?
Semut2: Tentu saja! Walaupun ini adalah hal yang berbeda. Manusia adalah makhluk yang paling tak terduga!
Semut1: Lalu bagaimana kau mau menjelaskan konsepmu ini dengan kerajaan semut? Apakah kau mau menjelaskan konsep ideal tertentu, atau kau hanya akan membongkar semua tatanan yang ada?
Semut2: Ini adalah hal yang sulit. aku tak bisa melakukan hal ini dalam sekejap. Perlu peninjauan ulang terhadap apa yang kita sebut sebagai struktur dan tatanan saat ini. Mungkin, akan diperlukan istilah baru untuk memuaskan semua pihak.
Semut1: Seperti maqam?
Semut2: Maqam! Tak bisa, itu hanya untuk orang mati!
Bercanda.
Istilah maqam terlalu religi-sentris. Tapi, cukup bisa menjelaskan tahapan kehidupan manusia menuju kesempurnaan.
Semut1: Aku sudah mempernah membaca pendekatan serupa dalam pemikiran Amartya Sen. Apakah kau sudah sampai pada tahap operasionalisasinya?
Semut2: Biaya operasional naik karena BBM naik, jadi semuanya tak akan semudah dulu lagi. Kita harus menghemat penggunaan BBM dan listrik untuk mengurangi beban kerajaan manusia.
Semut1: Hahhh??????
Post a Comment