
Sudah setahun ini aku mencoba melanjutkan studi ke Belanda, dan selama setahun itu pula aku mendapat pertanyaan yang berdengung bagai nyamuk di kupingku: kapan berangkat? kapan pengumuman? Pertanyaan-pertanyaan tanda peduli yang jika diungkapkan terlampau sering jadi terasa menyebalkan. Seperti gatal, yang ketika digaruk kian bertambah.
Setelah surat penerimaan dari universitas yang aku tuju untuk program doktoral, semua seperti berjalan perlahan. Fragmen-fragmen terpampang dalam kehidupan yang berjalan lamban. Formulir beasiswa yang dikirimkan profesorku terhambat karena aku tak punya tempat bermuara. Tak ada jaminan juga berarti tak dapat surat rekomdasi, syarat yang diperlukan untuk mendapatkan beasiswa. Jika kesal, biasanya aku melampiaskan semua kegundahanku pada profesorku, dan ia seorang pendengar yang baik. Tak surut menyemangatiku untuk terus berusaha.
Tapi di saat rendah, aku merasa semua perjuangan ini terus menghadapi jalan buntu... Berapa lama lagi aku akan memberi kesempatan sebelum menjadi lebih realistis?
8 comments:
sudah terverivikasi blum?
maju terus yut!
gue temenin botak deh :D
@dexter: belom, ngga tau gimana caranya
@chikara: aaa... so sweet :) iya, sekarang mah maju terus pantang mundur. Merdeka!!!
Kayaknya kata sabar dan tawakal masih berlaku tuh
Euleuh teu wareg-wareg sakola teh Yut...
@kang Budhi: yang bikin wareg kerja kang, tahun lalu udah sempat bekerja selama setengah tahun di Jakarta, ternyata ngga betah euy... jadilah cari profesi yang bisa menclok-menclok: sekolah :)
Bagaimana kalau risetnya dimulai saja secara mandiri? Agar nanti pada saatnya, tinggal submit disertasi :-)
@DiN: masalahnya... karena proposal disertasinya dibuat setahun yang lalu, sekarang saya udah bosen dengan topiknya... jadi nunggu kepastian dulu, baru setelah itu mengumpulkan semangat lagi :)
sekarang malah terlibat riset di bidang lain
Post a Comment