Monday, December 26, 2005

10 Things I Hate About You

  1. I hate when you keep silent
  2. I hate when you’re not around
  3. I hate when you mention some name
  4. I hate your distraction when I want to be alone
  5. I hate the way you make me addicted
  6. I hate the way you make my life dependent
  7. I hate the way you make me feel up and down
  8. I hate the way you flirting me
  9. I hate the way you make me missing you
  10. I hate the way you make my life uncomplete
P, the truth is... that... emm...that actually... ehm...

Thursday, December 22, 2005

Surat Untuk Bunda

Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkanlah hatimu.
Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah,
dan pergilah ke mana hati membawamu...
(nasehat Olga, sang nenek pada cucunya dalam Pergilah Ke Mana Hati Membawamu, Susanna Tamaro)

Bunda, sekarang nanda sedang menyusuri jalan yang penuh persimpangan. Lika-liku yang kadang membuat gamang dan tak tenang. Kejadian-kejadian penuh kejutan, baik pahit maupun menyenangkan. Nanda tidak tahu harus senang atau takut, di satu sisi nanda senang bisa menjelajahi tiap semesta rasa dengan kebebasan yang bunda berikan, namun nanda juga takut menjalani ini semua. Segalanya berubah serba cepat, dan tak terduga.

Saat nanda masih belia, dunia tampak sangat sederhana. Nanda tidak perlu repot memikirkan baju apa yang harus nanda pakai karena bunda telah menyediakannya. Begitu pula pilihan-pilihan yang bunda lakukan agar nanda memperoleh yang terbaik: makan sayur, gosok gigi sebelum tidur, hingga dongeng-dongeng yang setia menemani malam-malam nanda. Bunda tahu, sayur hijau itu rasanya tidak enak, nanda sampai selalu mencari akal agar dapat menghindari makanan itu. Apalagi gosok gigi sebelum tidur, saat mata sudah berat. Akhirnya bunda yang menggosok gigi nanda dengan susah payah karena nanda setengah terlelap

Sekarang nanda sudah terbiasa makan sayur hijau, dan sikat gigi sendiri. Nanda juga mulai mengerti alasan-alasan atas larangan bunda yang tidak menyenangkan ketika nanda masih belia. Tapi dunia luas tak sepenuhnya sama seperti yang bunda gambarkan pada nanda. Nasehat bunda tentang baik dan buruk adakalanya sama sekali tidak membantu nanda. Bunda ingat tidak, ketika nanda pulang larut malam sesudah jalan-jalan dari taman hiburan. Bunda gelisah dan berkata-kata dengan nada gusar, karena nanda sama sekali tidak memberi kabar. Padahal saat itu nanda juga tidak bermaksud tiba di rumah ketika bintang sudah menunjukkan kerlipnya. Nanda hanya mengikuti keinginan teman-teman, karena tidak mungkin kalau nanda pulang sendirian.

Nanda tahu, nanda membuat bunda cemas. Kalau ini membuat bunda merasa lebih baik, selama perjalanan pulang, nanda terus digelayuti perasaan bersalah. Perasaan yang coba nanda tutupi dihadapan bunda, karena nanda merasa sudah cukup dewasa. Nanda merasa sudah saatnya untuk menentukan pilihan bagi jalan hidup nanda sendiri. Namun nanda sadar tidak sepantasnya nanda membiarkan bunda dan ayah menunggu dalam ketidakpastian, dan membiarkan segala pikiran buruk melintas di benak. Meski upacara penyambutan berlangsung suram, bunda langsung bisa mengalihkan suasana, terutama karena saat itu nanda belum makan malam.

Nanda tidak pernah mengerti bagaimana bunda melakukan itu semua. Senyum 24 jam yang mengalahkan restoran siap saji yang buka siang malam. Nanda bukannya tidak pernah melihat bunda bersedih, saat nanda sakit, nanda lihat tatapan bunda meredup sepert bunga yang menguncup. Tapi nanda selalu bisa merasakan pancaran kasih dari bunda, bahasa tanpa kata yang bisa membuat nanda merasa aman. Ditambah kesabaran bunda menghadapi segala polah nanda, nasehat tiada henti, serta kelapangan hati untuk senantiasa memaafkan. Nanda sadar kalau pilihan nanda tak selalu baik, namun meski dari awal bunda sudah mengingatkan, bunda senantiasa menjadi pendukung nanda yang utama.

Bunda, kenapa bunda mau menanggung nanda dalam kandungan selama sembilan bulan lebih? Nanda kan berat bunda? Berangkat sekolah sambil membawa buku-buku tebal saja, nanda kadang merasa cukup kelelahan. Namun bunda melakukannya dalam kurun waktu yang sangat lama, tanpa jeda pula. Ajaibnya, bunda menyukai keadaan itu. Bahkan bunda bercerita gerakan kaki nanda yang menendang-nendang dan menyebabkan perut bunda bergerak-gerak membuat bunda bahagia. Bunda kan tidak tahu, nanti nanda akan jadi anak yang seperti apa, bagaimana kalau nanti nanda membuat bunda menangis?

Nanda tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas semua kebaikan bunda. Tiap kali nanda menanyakan pertanyaan itu, bunda hanya menjawab, “Keberhasilan nanda merupakan hadiah terindah bagi bunda.” Keberhasilan seperti apa bunda? Apakah bunda ingin nanda menjadi insinyur, atau kerja di perusahan yang mapan? Namun jawaban bunda dari dulu tetap sama, “Bunda ingin nanda jadi anak yang shaleh dan berguna buat orang lain.”
Jawaban sederhana yang membuat nanda harus berpikir keras untuk mulai menentukan pilihan bagi diri sendiri. Nanda sering bertanya-tanya, bagaimana bunda bisa melewati semua pilihan yang ada dalam kehidupan ini, dan jawabannya, “Berdoalah. Kemudian, biarkan hati memberi ketetapan atas jalan yang nanda pilih.” Bunda, bunda... malaikat yang Tuhan kirimkan untuk nanda, terimakasih atas segalanya.

Salam sayang,
Ananda
Yuti Ariani

NB: kemarin aku dapat ucapan terimakasih dari seseorang yang membaca tulisanku ini. Katanya, jadi terinspirasi, hmm... trully her words means a lot, especially if it can make her mother happy. Happy mothers day...

Tuesday, December 20, 2005

A Little Bit

“The Four Colour Problem has been solved by K. Appel, W. Haken and J. Koch. But what about other mathematicians who have been working on the problem? I imagine one of them outgribing in despair, crying ‘What shall I do now?’ (The Petersan Graph, Holton & Sheehan, p. 154)

Minggu-minggu UAS yang memberiku cukup waktu untuk membaca berbagai kegilaan-kegilaan yang ada di matematika. Mulai dari ketakutan akan adanya akhir dari matematika, sampai cerita kematian Archimedes, Hypatia, Galois, Descartes yang tidak biasa. Dari sejarah hidup yang kubaca, kehidupannya ngga ada yang normal, bahkan waktu baca buku A Man Who Only Know Numbers, Erdos dikisahkan memanggil anak kecil dengan sebutan, ‘Epsilon.’

Benang merah yang kutangkap dari kisah para matematikawan besar tersebut adalah ketertarikannya pada berbagai macam bidang yang tidak terbatas pada math. Bukan hanya merambah fisika, yang masih kerabat dekat, namun juga masalah hukum, dan seni. Aku jadi membandingkannya dengan keadaan meja belajarku yang sekarang dipenuhi berbagai jenis buku, mulai aljabar, graf, politik, hingga buku cerita Tantangan Naga.

Rutinitas akhir semester, berbagai tugas, ujian numpuk jadi satu. Buku politik untuk mengerjakan tugas hukum perburuhan, buku cerita untuk mengimbangi isi otakku, dan buku-buku matematika untuk hiburan. Parahnya, ketertarikanku akan masalah ekonomi-politik agak berkurang belakangan ini. Gara-garanya aku melihat segalanya serba tidak teratur. Tema yang masih menarik adalah budaya, termasuk tulisan Mathematic of Love-nya Gottman yang memodelkan hubungan yang langgeng dalam persamaan diferensial. Tapi aku baru baca artikelnya doang, belum liat persamaannya secara langsung. Jadi dari model yang dibuat itu, bisa dilihat seseorang itu cocok apa ngga, dan hubungannya bakalan langgeng apa ngga.

O iya, harusnya aku ngerjain TA-ku, tapi karena alasan teknis akhirnya rada2 deadlock. Hmm... biar ngga blank-blank banget, aku akan menjelaskan beberapa konsep yang digunakan untuk bahan TA 2-ku. Karena aku bermain di wilayah analisis numerik, jadi aku terlibat dengan tema-tema keterhinggaan, terukur(measurable), syarat nilai batas, konsep penjumlahan(menggunakan konsep integral Lebesque), konvergensi(khususnya teorema Bolzano-Weierstrass yang menyatakan barisan terbatas dari bilangan riil memiliki sub-barisan yang konvergen), dan beberapa teorema lainnya.

Setelah kemarin tenggelam dalam buku Smoller, sekarang buku acuanku Theory of Functions of Real Variable-nya Natanson. Penampilan bukunya rada ngga menyenangkan, pertama karena umurnya yang udah rada tua(tahun 1961). Kedua, karena buku tersebut merupakan buku terjemahan dari bahasa Rusia ke Inggris, sehingga notasi-notasinya banyak yang belum aku kenal. Untungnya, buku itu dilengkapi index, jadi dengan mudah aku bisa menemukan apa yang kucari.

Seharusnya ceritanya happy end: akhirnya Yuti berhasil mengisi bolong-bolong yang ditinggalkan buku Smoller, tapi ternyata ngga semudah itu. Dari bab yang kuperlukan, dibutuhkan informasi dari bab-bab sebelumnya. Dan aku mulai curiga, buku ini bukan untuk S1, makhluknya banyak yang aneh dan belum dikenal. Sekarang aku lagi membaca-baca masalah keterukuran(measurable), dan kayanya aku lagi senang dengan perspektif historis.

Di buku Natanson, ukuran(measure) dinyatakan sebagai perumuman konsep dari panjang selang, luas bidang, volume dan lain sebagainya. Pembahasannya menggunakan notasi sigma, yaitu dengan menjumlahkan selang-selang dengan ukuran delta yang merupakan sub-selang dari sebuah selang tertentu. Setelah mempelajari himpunan terukur, aku mempelajari fungsi yang terukur. Poin yang penting dari sini adalah jika barisan fungsi terukur f1(x),f2(x),...(*) terdefinisi dan terhingga hampir seluruhnya(definisi hampir seluruhnya: dibagian yang tak hingga, ukurannya nol), maka barisan (*) konvergen terukur ke fungsi f(x).

Setelah bermain-main dengan penjumlahan manual per bagian, sekarang akan dikenalkan konsep penjumlahan yang lebih canggih: integral. Notasi cacing integral dipopulerkan penggunaannya oleh Leibniz. Hmm... oke deh bukan cacing, tapi berasal dari huruf S yang ditarik-tarik sehingga jadi mirip cacing, dari kata summa atau summatio(Latin), yang artinya jumlah atau penjumlahan. Sebagaimana kaidah-kaidah matematika yang senantiasa memiliki invers(caiyo yut sekalian review alin, sifat-sifat sub-ruang), integral juga memiliki invers, yakni diferensial. Hasil pendiferensialan disebut turunan. Turunan merupakan laju perubahan terhadap acuan tertentu, seperti sekian kilometer per jam mengacu pada perubahan tempat(delta x). Integral terhadap turunan tersebut adalah jumlah kilometer yang ditempuh.

Integral yang biasa digunakan adalah integral Riemann yang fungsinya dipetakan ke sumbu-x. Namun integral Riemann ini bisa bermasalah, contohnya ketika menghadapi fungsi Dirichlet, yang terdefinisi di selang [0,1] dengan sifat sebagai berikut: bernilai 1 jika rasional dan bernilai 0 jika irasional. Dengan mengambil suatu selang yang sangat kecil(lebih kecil dari epsilon), kita akan senantiasa menemukan nilai bawah dan nilai atas yang berbeda, yaitu 1 dan 0. Dengan demikian, integral Riemann tidak berlaku.

Untuk menutupi kekurangan ini Lebesque memperluas konsep integral untuk kelas fungsi yang lebih luas, yaitu dengan membagi selangnya di sumbu y dengan memasukkan semua nilai dari fungsi f(x). Jika kita konstruksi tiap selang dari himpunan e_k(selang-selang berukuran kecil), maka kita peroleh setiap x merupakan elemen dari e_k, meski nilai tiap x bisa berbeda jauh satu sama lain. Keberhasilan konsep integral Lebesque dapat dilihat dengan membandingkan nilai atas, dan nilai bawah(nilai y saat k, dengan nilai y saat k+1), yang hasilnya ternyata sama. Hipi...

Dengan demikian kita peroleh fakta bahwa tiap fungsi terukur terbatas dapat diintegralkan dengan menggunakan konsep Lebesque(in the Lebesque sense, maaf mesin terjemahannya kacau:D).

Coming up next....
The spaces L and l
Helly’s theorem(and a little bit about Cantor set)

Friday, December 16, 2005

Untitled

[15/12/05 10:35]
Beberapa jam menjelang ujian akhir ks diskrit...

Bingung juga mau belajar apa, tema besarnya tentang Cycle Double Cover Conjecture. Asyiknya belajar graf, mirip mecahin teka-teki. Banyak gambarnya lagi, misalkan untuk graf planar kubik, terlihat bahwa masing-masing edge-nya berada di dua face, dengan masing-masing face-nya diwakili oleh sebuah cycle. Jadi kita selalu bisa memperoleh cycle double cover. Trus untuk graf yang Hamiltonian, kita senantiasa bisa menuliskan edge-edgenya dalam kombinasi x, y, z dimana masing-masing edge yang bertetangga tidak memiliki nama yang sama. Pengembangannya ke Indonesian graph, dimana masing-masing pulau digambarkan sebagai graf yang chord-nya dilewati dua kali dan cycle-nya dilewati hanya sekali. Hehe.. kalo dituliskan kaya gini kebayang ngga ya? Soalnya sekarang kepalaku mulai terbiasa dengan visualisasi-visualisasi abstrak...

Menarik juga main-main kaya gini, dan nyambung dengan ide membuat tulisan matematika populer. Alasan pertama, aku salut banget dengan gebrakan yang dilakukan oleh Yohanes Surya dalam bidang fisika. Target Nobel 2020, pembuatan buku komik Archie dan M...(?), komunitas, kerjasama, mencari bibit ke daerah-daerah, serta peningkatan frekuensi tulisan fisika populer di media massa. Okelah math memang ngga ada Nobel-nya, tapi kan masih ada Field. Sedikit pembenaran, fisika banyak nyerempet masalah filosofis dengan teori-teori yang berkaitan dengan permulaan alam semesta, tapi math juga ngga kalah koq dengan adanya teorema Godel dan pemikiran-pemikiran klasik Descartes. Jadi kurang apalagi ya?

Dari beberapa pengalaman di kereta maupun kenalan dengan orang ngga di kenal. “Udah kuliah ya?” “Iya,” jawabku. “Kuliah dimana?” “Di Bandung.” “Jurusan apa?” “Ehm, matematika.” “Wah pinter dong. Lulusannya nanti jadi dosen atau guru ya?” Menjawab sambil sedikit defensif, “Ngga koq, kebanyakan lulusannya kerja di perbankan.” “Ooo..”, yang panjang. Pengalaman lain di kampus, “Wah, koq jalannya lemes banget,” ujar seorang bapak-bapak dengan rambut memutih dan membawa tas hitam yang disampirkan ke pundak. “Memangnya jalan yang semangat seperti apa, Pak?” balasku karena merasa jalanku biasa aja. “Mahasiswa harus semangat, masa jalannya lemes. Harus banyak senyum juga.” Karena keadaannya udah ganjil, sekalian aja aku nyengir sambil mengangkat jari telunjukku dekat muka, “Ini senyum, Pak.” “Tadi kan ngga. Jurusan elektro ya?” “Ngga Pak, jurusan matematika.” “O.. pantes.” “Haa... pantes kenapa Pak?” “Pantes jalannya lemes, pusing kebanyakan ngeliatin angka.” Waduw...

Pengalaman paling gress, kemarin siang. Karena udah telat kuliah pilihan, dan ternyata kelas kosong, aku pergi ke sostek. Masuk lewat belakang sambil clingak-clinguk, tau-tau disapa, “Wah mau nyari Noordin Top ya?” “Eh, ngga pak, mau nyari dosen.” “Wah, Noordin Top-nya udah ngga ada.” “Ngga nyari Noordin koq pak, kalo Noordinnya ada kan keliatan ada bekas bom,” sekalian aja aku ikutin flow-nya. “Wah, Noordin sih ngga pernah ngeledakin bom, dia malah nyari orang.” “Wah, kalo gitu saya udah telat ya, Pak?” “Darimana?” “Dari seberang, Pak.” “Orang Sumatra ya?” “Eh, maksudnya sebrang sana, dari GKU,” ujarku sambil nunjuk gedung GKU. “Angkatan 2004 ya?” “Ngga pak, angkatan 2001.” “Wah, kamu awet muda ya?” Aku diem aja sambil cengar-cengir plus melanjutkan clingak-clinguk nyari dosen. Akhirnya aku melihat pak Tedy, “Pak, ke dalam dulu.” “O iya.”

Beres nyerahin tugas, tandatangan, dan tugas buat minggu depan, aku diajak ngobrol lagi. Akhirnya ngomongin masalah pemodelan matematika. Tentang akurasi, hipotesis awal, dan cerita bapak tentang pengalamannya ke daerah-daerah. “Wah, sebenarnya saya mau ngajak kamu ikutan proyek, tapi takut, soalnya kamu perempuan.” Bapaknya cerita tentang pengalamannya ke daerah Kalimantan, dimana orang-orang baru beraktivitas setelah usai menunaikan shalat dhuha, atau masjid-masjid di Lombok yang harus lebih megah dari rumah-rumah di sekelilingnya. Obrolan berlanjut ke masalah anomali dan parameter-parameter yang digunakan. Nyasar ke masalah faktor imajiner(bukan dalam artian akar negatif). “Satu ditambah satu kan dua,” ujarku. “Iya, tapi bagaimana kalau datanya dimasukkan dan output-nya belum keluar tiba-tiba komputernya rusak?” Wah, aku koq jadi keinget ama nasib kucing Schrodinger...

Dari beberapa pengalaman itu, aku jadi beranjak ke alasan kedua kenapa aku ingin membuat tulisan math populer, untuk menyajikan math yang membumi. Maksudnya, sedikit banyak kesan angker di math adalah akibat stigma yang ada sebelumnya. Aku termasuk orang yang beruntung karena memperoleh guru-guru yang asyik pas di sekolah, tapi bagi anak-anak yang dapat guru-guru kaya monster kan gawat juga. Meski sampai sekarang math yang paling asyik mungkin arahnya ke teka-teki. Salah satu contohnya teka-teki Einstein, dimana ada 5 rumah bertetangga dan memiliki hewan, warna,...., ...., ... trus nanti disuruh nunjukin rumah mana punya peliharaan apa, warna apa dll(udah agak lupa). Kemarin juga sempat nyari-nyari di wikipedia tentang Game Theory yang penerapannya menghasilkan Nobel Perdamaian. Kayanya untuk langkah awal, aku mau nulis tentang itu.

Alasan ketiga, sebagai penebusan dosa sekaligus pembuktian bahwa aku anak math. Waktu ketemu kang Budhiana aku ditanya kapan nulis lagi. Aku jawab, “Wah, belum sempat lagi Kang.” “Nulis tentang matematika dong, trus nanti dikirim ke Cakrawala.” “Kayanya saya lebih jago nulis tema yang lain deh kang,” ujarku sambil nyengir. Trus waktu mau seminar, minjem alat ke kang Juandi. “Wah, koq tulisannya udah jarang nongol?” “Ehh...” speechless. “Nulis, tentang matematika dong.” “Susah kang, ngga populer.” “Kalau ditulis dengan bagus kan bisa jadi populer.” Hmm... it’s a great idea actually...

(judul awal untuk tulisan ini, math asyik. Tapi belakangan aku berpikir kata matematika aja udah bikin orang-orang mundur beberapa langkah. Seperti protes beberapa pengunjung blog ketika aku lagi seneng nulis masalah shock wave. Hmm.. gimana ya bikin tulisan math populer yang enak dibaca?)

Tuesday, December 13, 2005

Blank!!!

Beberapa hari ini kata seolah enggan
Tersembunyi dalam ruang-ruang yang memakan pikiran
Tak terasa aku sudah sampai dipersimpangan jalan
Berlari, atau hanya melangkah pelan?

Tuesday, December 06, 2005

Hujan

Rintik mengiringi langkahku siang ini. Daun-daun tertunduk, malu rupanya dengan kedatangan tamu dari negeri awan. Para penjual berteduh di atap yang tak seberapa besar sambil meringkuk mencari sejengkal hangat. Dagangan dengan asap mengepul dan sedikit uap, entah karena hangat baso atau hawa dingin yang merayap perlahan. Setapak tak menyisakan ibu tua yang biasa menengadahkan sebuah mangkok plastik untuk menggantikan tangan. Lagi bersembunyi dari rintik hujan rupanya. Beberapa orang melintas, ada yang bergegas dengan kepala tertunduk, namun tak sedikit yang hanya membiarkan butiran-butiran air bermain di sela-sela rambut.

Aku? Sedikit basah, tapi senang. Pada kuyup alam, bau tanah, dan air yang berlarian di jalan...

Monday, December 05, 2005

(Pra) Seminar

"A man got to do, what a man got to do."

Aku pernah mendengar quotes seperti itu. Yah... anggap aja kata-kata itu bebas gender, jadi berlaku juga untuk woman. Aku harus seminar.... hihi... ngga kebayang menggunakan baju rapih dan berbicara serius. Latihan seminar pertama di rumah aja dimulai dengan adegan ketawa selama beberapa menit, dan akhirnya penonton bubar. Latihan kedua di depan teman, yang berujung pada sesi tanya jawab. Enaknya tanya jawab, alurnya dipegang orang lain, jadi ngga terlalu keliatan cara berpikirku yang lompat-lompat. Latihan ketiga di depan dosen. Mana langsung pake timer lagi, kan bawaannya jadi rada serius. Asli, latihan Jum'at kemarin hasilnya kacau banget. Untung dosenku baiiiiikkkk banget jadi ngga komentar apa-apa tentang gaya ngomongku yang belepotan. Latihan ke empat di depan dosen, aku udah bawa naskah untuk dibaca, tapi tetep aja ngga beres. Hehehe... senengnya punya dosen yang baik...

Kalau ditanya, seneng ngga seminar? Jawabannya pasti engga banget. Suasana formalnya bikin serem. Tapi kayanya asyik juga dapat pengalaman baru. Pas tadi latihan di depan dosen, sampai diajarin kata terimakasihnya segala. Kayanya kalau pola pikir di otak sudah terstruktur segalanya jadi tampak seperti pola, beda banget dengan isi otakku yang belepotan.

Hmmm... H-4 nih... Rabu latihan lagi:D

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...