[15/12/05 10:35]
Beberapa jam menjelang ujian akhir ks diskrit...
Bingung juga mau belajar apa, tema besarnya tentang Cycle Double Cover Conjecture. Asyiknya belajar graf, mirip mecahin teka-teki. Banyak gambarnya lagi, misalkan untuk graf planar kubik, terlihat bahwa masing-masing edge-nya berada di dua face, dengan masing-masing face-nya diwakili oleh sebuah cycle. Jadi kita selalu bisa memperoleh cycle double cover. Trus untuk graf yang Hamiltonian, kita senantiasa bisa menuliskan edge-edgenya dalam kombinasi x, y, z dimana masing-masing edge yang bertetangga tidak memiliki nama yang sama. Pengembangannya ke Indonesian graph, dimana masing-masing pulau digambarkan sebagai graf yang chord-nya dilewati dua kali dan cycle-nya dilewati hanya sekali. Hehe.. kalo dituliskan kaya gini kebayang ngga ya? Soalnya sekarang kepalaku mulai terbiasa dengan visualisasi-visualisasi abstrak...
Menarik juga main-main kaya gini, dan nyambung dengan ide membuat tulisan matematika populer. Alasan pertama, aku salut banget dengan gebrakan yang dilakukan oleh Yohanes Surya dalam bidang fisika. Target Nobel 2020, pembuatan buku komik Archie dan M...(?), komunitas, kerjasama, mencari bibit ke daerah-daerah, serta peningkatan frekuensi tulisan fisika populer di media massa. Okelah math memang ngga ada Nobel-nya, tapi kan masih ada Field. Sedikit pembenaran, fisika banyak nyerempet masalah filosofis dengan teori-teori yang berkaitan dengan permulaan alam semesta, tapi math juga ngga kalah koq dengan adanya teorema Godel dan pemikiran-pemikiran klasik Descartes. Jadi kurang apalagi ya?
Dari beberapa pengalaman di kereta maupun kenalan dengan orang ngga di kenal. “Udah kuliah ya?” “Iya,” jawabku. “Kuliah dimana?” “Di Bandung.” “Jurusan apa?” “Ehm, matematika.” “Wah pinter dong. Lulusannya nanti jadi dosen atau guru ya?” Menjawab sambil sedikit defensif, “Ngga koq, kebanyakan lulusannya kerja di perbankan.” “Ooo..”, yang panjang. Pengalaman lain di kampus, “Wah, koq jalannya lemes banget,” ujar seorang bapak-bapak dengan rambut memutih dan membawa tas hitam yang disampirkan ke pundak. “Memangnya jalan yang semangat seperti apa, Pak?” balasku karena merasa jalanku biasa aja. “Mahasiswa harus semangat, masa jalannya lemes. Harus banyak senyum juga.” Karena keadaannya udah ganjil, sekalian aja aku nyengir sambil mengangkat jari telunjukku dekat muka, “Ini senyum, Pak.” “Tadi kan ngga. Jurusan elektro ya?” “Ngga Pak, jurusan matematika.” “O.. pantes.” “Haa... pantes kenapa Pak?” “Pantes jalannya lemes, pusing kebanyakan ngeliatin angka.” Waduw...
Pengalaman paling gress, kemarin siang. Karena udah telat kuliah pilihan, dan ternyata kelas kosong, aku pergi ke sostek. Masuk lewat belakang sambil clingak-clinguk, tau-tau disapa, “Wah mau nyari Noordin Top ya?” “Eh, ngga pak, mau nyari dosen.” “Wah, Noordin Top-nya udah ngga ada.” “Ngga nyari Noordin koq pak, kalo Noordinnya ada kan keliatan ada bekas bom,” sekalian aja aku ikutin flow-nya. “Wah, Noordin sih ngga pernah ngeledakin bom, dia malah nyari orang.” “Wah, kalo gitu saya udah telat ya, Pak?” “Darimana?” “Dari seberang, Pak.” “Orang Sumatra ya?” “Eh, maksudnya sebrang sana, dari GKU,” ujarku sambil nunjuk gedung GKU. “Angkatan 2004 ya?” “Ngga pak, angkatan 2001.” “Wah, kamu awet muda ya?” Aku diem aja sambil cengar-cengir plus melanjutkan clingak-clinguk nyari dosen. Akhirnya aku melihat pak Tedy, “Pak, ke dalam dulu.” “O iya.”
Beres nyerahin tugas, tandatangan, dan tugas buat minggu depan, aku diajak ngobrol lagi. Akhirnya ngomongin masalah pemodelan matematika. Tentang akurasi, hipotesis awal, dan cerita bapak tentang pengalamannya ke daerah-daerah. “Wah, sebenarnya saya mau ngajak kamu ikutan proyek, tapi takut, soalnya kamu perempuan.” Bapaknya cerita tentang pengalamannya ke daerah Kalimantan, dimana orang-orang baru beraktivitas setelah usai menunaikan shalat dhuha, atau masjid-masjid di Lombok yang harus lebih megah dari rumah-rumah di sekelilingnya. Obrolan berlanjut ke masalah anomali dan parameter-parameter yang digunakan. Nyasar ke masalah faktor imajiner(bukan dalam artian akar negatif). “Satu ditambah satu kan dua,” ujarku. “Iya, tapi bagaimana kalau datanya dimasukkan dan output-nya belum keluar tiba-tiba komputernya rusak?” Wah, aku koq jadi keinget ama nasib kucing Schrodinger...
Dari beberapa pengalaman itu, aku jadi beranjak ke alasan kedua kenapa aku ingin membuat tulisan math populer, untuk menyajikan math yang membumi. Maksudnya, sedikit banyak kesan angker di math adalah akibat stigma yang ada sebelumnya. Aku termasuk orang yang beruntung karena memperoleh guru-guru yang asyik pas di sekolah, tapi bagi anak-anak yang dapat guru-guru kaya monster kan gawat juga. Meski sampai sekarang math yang paling asyik mungkin arahnya ke teka-teki. Salah satu contohnya teka-teki Einstein, dimana ada 5 rumah bertetangga dan memiliki hewan, warna,...., ...., ... trus nanti disuruh nunjukin rumah mana punya peliharaan apa, warna apa dll(udah agak lupa). Kemarin juga sempat nyari-nyari di wikipedia tentang Game Theory yang penerapannya menghasilkan Nobel Perdamaian. Kayanya untuk langkah awal, aku mau nulis tentang itu.
Alasan ketiga, sebagai penebusan dosa sekaligus pembuktian bahwa aku anak math. Waktu ketemu kang Budhiana aku ditanya kapan nulis lagi. Aku jawab, “Wah, belum sempat lagi Kang.” “Nulis tentang matematika dong, trus nanti dikirim ke Cakrawala.” “Kayanya saya lebih jago nulis tema yang lain deh kang,” ujarku sambil nyengir. Trus waktu mau seminar, minjem alat ke kang Juandi. “Wah, koq tulisannya udah jarang nongol?” “Ehh...” speechless. “Nulis, tentang matematika dong.” “Susah kang, ngga populer.” “Kalau ditulis dengan bagus kan bisa jadi populer.” Hmm... it’s a great idea actually...
(judul awal untuk tulisan ini, math asyik. Tapi belakangan aku berpikir kata matematika aja udah bikin orang-orang mundur beberapa langkah. Seperti protes beberapa pengunjung blog ketika aku lagi seneng nulis masalah shock wave. Hmm.. gimana ya bikin tulisan math populer yang enak dibaca?)
2 comments:
Tulisan ini sudah bisa jadi bagian kecil dari buku kamu Ti. Bagian Prakata, Kata Pengantar dari Penulis.
Selama ini juga udah cukup membumi ah Yut.
Gua suka bacanya. Tapi gua agak segan berkomentar.
:)
Post a Comment