Friday, January 06, 2006

Di Suatu Pagi

Imaji berlari pesat, mengalahkan derap langkah yang mulai terengah. Mentari masih malu, bermain bersama awan di langit biru. Kehidupan pagi telah dimulai, seorang bapak tua, dengan kerut yang mungkin lebih banyak disebabkan beban hidup, memanggul pacul dan peralatan kebun. Para pedagang dengan barang-barang yang terhampar di padang dekat lintasan yang tak lagi mulus. Sejenak, imajiku berlari pada lapangan lain yang jauh lebih halus dan terawat, dengan orang-orang homogen berpenampilan nyaris serupa dan terduga. Tapi mungkin ini lebih nyata, dengan bolong-bolong dan becek di sana-sini. Para penjual makanan, topi, pin di kiri dan kanan ruas, terkadang menyapa, tersenyum, atau hanya sekadar mengamati orang yang lalu-lalang. Berharap ada satu dua orang yang mampir, sekadar iseng atau dengan kesungguhan, tapi mungkin itu tak terlalu mengapa, ketika dua dunia yang berbeda bertemu untuk meruntuhkan batasan antara keduanya.

Di sebuah taman hijau, pemandangan beralih. Tak tampak para penghuninya mengenakan jaket untuk mengusir hawa dingin. Tampak wajah-wajah bersemu hingga memerah, akibat energi untuk menggerakkan kaki. Banyak dari mereka berusia tak lagi muda, dengan langkah yang masih cukup tegap meski tak berlari. Penjual koran dengan setumpuk terbitan dalam dekapan, pawang kuda yang berlari-lari kecil mengejar sembrani yang tengah ditunggangi seorang bocah cilik, satu dua mobil yang turut melengkapi sebuah episode kehidupan berjudul pagi.

Rasanya dunia ini baik-baik saja. Pemandangan perempuan tua dalam balutan kain batik lusuh, ataupun anak kecil berambut kemerah-merahan yang meringkuk di tempat pejalan kaki dengan kaleng untuk menampung belas para lalu lalang tak kutemui. Mungkin pagi sedang berbaik hati, hingga tak sampai hati merusak kerianganku pagi ini. Dekat rumah, tampak pak tua yang sering kujumpai. Sebuah senyum terulas tanpa kusadari, yang dibalas dengan sebuah anggukan penuh kehangatan. Aku merasakan keajaiban hanya dengan menyadari bagaimana kerut-kerut wajah orang bisa demikian menakjubkan.

Tik...
T...i....k....
T..........i...........k.......

Waktu seolah terhenti. Perubahan yang mungkin hanya terjadi dalam hitungan detik namun bisa menjadi begitu berarti. Ah, hidup ternyata memang ajaib....

1 comment:

za said...

Hidup memang ajaib. Seajaib ketika membaca tulisan ini dan bertemu dengan penulisnya.

Gubrak. Duh terpaksa jatuh dari bangku dulu waktu nulis ini.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...