"Lagi Ngga? Kenapa ngga sekalian aja kamu bangun rumah disana dan kamu bawa peralatan kemping kamu ke sini. Toh, kamu sekarang lebih mirip orang gunung," balas Kirana dengan amarah.
"..."
"Ngga, kamu jangan pergi begitu aja dong. Kita belum selesai bicara."
"Kamu bilang aku seperti orang gunung dan itu bukan pertanyaan. Jadi aku menganggap kita beda. Itu aja."
"Kamu jangan gitu dong Ngga."
"Gitu gimana?"
"Minta kita putus ... Aku tahu kalau kamu menghindari aku."
"Ake meghindar, tapi karena aku butuh waktu sendiri. Bukan karena kamu Ran."
"Tapi gimana dengan aku Ngga?"
"Maaf Ran, aku benar-benar ngga tau. Aku sampai pada titik kalau kamu ngga tahan dengan aku, aku akan mencoba merelakan kamu."
"Lima tahun Ngga, lima tahun. Dan kamu minta aku untuk melupakan semuanya begitu aja."
"Aku ingin mencari diriku dulu dan pada saat aku kembali, aku ingin kamu menunggu. Tapi aku sayang banget sama kamu Ran. Aku ngga mau egois."
"Kamu bilang kamu ngga mau egois, tapi kamu menghindar terus."
"Aku berhutang itu pada diriku sendiri Ran."
Mendadak udara Bandung terasa lebih dingin bagi Kirana. Malam kian pekat namun karena hari itu akhir pekan, masih banyak orang disekeliling Kirana. Perbedaannya, mereka berpasangan sedangkan ia sendiri setelah ia menolak Rangga mengantarkannya pulang. Ia merasa sepi.