"Beri aku dua tahun. Setelah itu aku akan kembali padamu."
"Bagaimana bisa kau mendahului waktu? Apakah dirimu yang nanti masih akan memiliki perasaan padaku? Akankah dirimu nanti berkhianat pada dirimu yang sekarang?"
"..."
"Kau tidak bisa menjawab bukan?"
"Kei, please."
"It makes the two of us, Bintang. I can't promise my feeling for you will be the same. I love the way you make me feel special. Being around you makes me happy. However, if you feel that my presence suffocates you, I am not sure time is the answer. The way you feel justifies that we are not meant for each other."
"Don't say that. I love you."
"But what is love, really?"
"I cannot get enough of you ..."
"Yet you choose to go away."
"To become a better person for you."
"Yeah, right."
Dua tahun berlalu sejak percakapan itu. Sejak itu aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Ia melanjutkan sekolahnya ke Inggris, dan setahun berikutnya aku pergi Canada meninggalkan semua kenangan yang pernah ada di Indonesia. Kadang ketika kau kehilangan, sebuah kota bisa menjadi terlalu pekat dengan kenangan. Jalan-jalan yang biasa kau lalui bersama jadi terasa begitu menyedihkan. Makanan yang kau makan dan kau pinta dia habiskan jadi terasa hambar. Bagaimana mungkin kau bisa hidup di suatu tempat di mana udara dan rasa seolah meneriakkan namanya. Kau berpikir pindah kota, tapi bagaimana kau bisa menghindar dari rasa? Belum lagi kesukaan kalian yang sama. Perjalanan di toko buku maupun perpustakaan jadi seperti opera kenangan yang memekakan semua indra.
Berada di negara lain memberimu awal baru. Semua indramu mulai menyerap semua pengalaman baru. Bahasa, hawa dingin, jadwal kuliah, transportasi umum. Jalanan, makanan, aroma, semua berbeda.
No comments:
Post a Comment