[Episode: Ritual]
“Sebenarnya akan lebih baik jika kau datang pada waktu yang sama setiap hari,” kata si Rubah. “Seperti, misalnya, jika kau datang pada jam empat sore, jam tiga aku akan sudah mulai merasa senang. Semakin cepat kau datang, akan semakin senang aku jadinya. Jika kau belum datang sebelum jam empat sore, aku akan mulai merasa gelisah dan cemas; aku akan mulai merasa bahwa kebahagiaan ada harganya! Tetapi jika kau datang lebih lama lagi, aku akan mulai merasa bingung untuk menentukan waktu mempersiapkan hatiku untukmu… kita semua memang memerlukan ritual-ritual.”[Little Prince, Antoine de Saint-Exupery]
Kawan, saat ini aku merasa seperti Rubah. Aku bingung untuk menentukan waktu mempersiapkan hatiku. Apakah aku harus bersiap-siap untuk merasa senang, cemas, atau sebaliknya, aku tak boleh membiarkan hati mengendalikanku? Tapi kau tahu, hati adalah masalah yang rumit. Aku tak bisa mengaturnya semudah menggerakan kaki maupun tanganku.
Menurutmu apa yang sebaiknya kulakukan? Membiarkan aku terjebak sebuah ritual yang aku tidak tahu akan berujung kemana, atau sekadar menganggap itu sebagai sebuah kebetulan? Ah, tapi aku tidak suka dengan konsep kebetulan. Bagiku, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini memiliki makna dan tempatnya masing-masing. Bahkan pada sehelai daun yang jatuh sekalipun, jadi bagaimana mungkin aku menganggap ini semua adalah kebetulan?
Kawan, kau pernah bercerita padaku, bahwa segala sesuatu ada harganya. Tapi bagaimana jika aku menolak untuk memilih? Aku tahu, hal ini tidak berarti banyak bagi perasaanku. Aku berpikir, kenapa segala sesuatu tidak menjadi seperti dirimu, dimana aku bisa merasa nyaman untuk melabuhkan segala kesahku? Mungkin karena seperti yang kau bilang, kita menjadi cocok karena perbedaan. Kau dengan kolerismu dan aku dengan plegmatisku.
Hai, kau lihat? Aku jadi ikut-ikutan menempatkan diriku dalam empat sifat yang acap kudengar dari orang lain. Tapi sejak kau yang mengatakannya, aku jadi melihatnya sebagai sebuah kebaikan. Kenapa sangat mudah untuk mempercayaimu, tapi sulit bagi yang lain? Mungkin karena waktu, tapi mungkin juga karena hatiku mengatakan demikian.
Alasan tampaknya tidak berarti banyak. Meskipun mempercayai berarti menyerahkan sebagian diriku padamu, aku tidak merasa kehilangan, bahkan merasa lebih kuat. Kenapa denganmu begitu mudah menyingkirkan segala pikiran buruk, sedangkan dengan orang lain, aku harus berusaha jauh lebih keras?
Kawan, kau pernah bilang bahwa adakalanya aku harus berani untuk mempertahankan apa yang kuinginkan. Ah, seandainya aku tahu, mungkin segalanya akan lebih mudah. Tapi saat ini, apa yang kuinginkan pun tak jelas. Bahkan kalau ritual itu berubah menjadi sebuah kepastian, aku tak tahu akan merasa senang atau malah sedih.
Satu-satunya pikiran yang menghiburku saat ini adalah aku yakin ketika kau membaca surat ini, kau akan tersenyum-senyum. Memikirkan hal itu saja, perasaanku menjadi nyaman. Karena kau, aku jadi belajar suatu hal yang baru. Ritual bukanlah sesuatu yang dilakukan berulang-ulang sehingga kehilangan esensi, melainkan sebuah hubungan yang terus diperbaharui dan diuji. Tiap kali kau berhasil melewatinya, kau akan menemukan sebuah kesadaran yang lebih tinggi. Dan bagiku, waktu dan jarak telah menjadikan persahabatan kita menjadi sesuatu yang istimewa.
Semoga Sang Maha senantiasa melindungimu, dan mencurahkan kasih-Nya padamu...
Salam sayang selalu,
Kawanmu
No comments:
Post a Comment