Paragraf Analogi
Belajar matematika ibarat orang yang jatuh cinta. Saat bertemu dengan soal yang menyenangkan, hati jadi berbunga-bunga tak karuan. Namun ketika ada soal yang tak bisa dipecahkan, hati menjadi gundah gulana, ditinggal tak tenang, dilanjutkan juga susah karena tak ada kemajuan. Pada waktu yang lain, ketika soal dan kertas sudah tak di tangan, ada ide mengenai mengenai pemecahan solusi melintas. Langsung saja segala aktivitas ditinggalkan, untuk menumpahkan segala resah akibat soal yang belum selesai terjawab, layaknya bertemu sang pujaan hati.
Tadi pagi aku iseng mencari tulisan mengenai matematik yang menjadi tugas waktu kuliah TTKI(Tatu Tulis Karya Ilmiah). Hasilnya potongan tulisan diatas. Aku jadi ingat waktu mengambil kuliah itu dua semester lalu. Pengajarnya sudah cukup berumur tapi masih sangat semangat mengajar. Karena judulnya mata kuliah luar, anak-anak jarang yang datang tepat waktu. Jadi jam 13.00 biasanya yang datang baru satu-dua orang. Tapi hal itu tidak pernah menyurutkan semangat dosen untuk datang tepat waktu.
Nah, karena aku termasuk yang suka datang di jam yang benar, tulisanku biasa jadi korban pembahasan. Ketika mengumpulkan tugas mengenai berbagai macam paragraf, kertasku dibaca. Awalnya yang dibaca paragraf perbandingan, tapi ketika mau ganti korban, bapaknya melihat, “Wah, menarik nih, tentang jatuh cinta.” Alhasil, paragrafku yang kedua juga dibaca keras-keras, dan diketawain satu kelas. Hehehe… maklum deh, melownya lagi kumat dan akibatnya tugasku turut terimbas.
Meski aku gaya nulisnya becanda, tapi aku makna yang ingin aku sampaikan serius. Sama saja seperti seorang detektif yang sedang memecahkan kasus, atau wartawan yang hendak menulis berita. Potongan-potongan petunjuk disusun sehingga membentuk sebuah sebuah cerita utuh. Kepingan-kepingan yang pada awalnya terlihat saling bebas ternyata setelah dikumpulkan, membentuk sebuah gambar, layaknya puzle. Kalau belum ditemukan kaitannya rasanya gimana gitu.... Begitu juga ketika menurunkan sebuah persamaan, petunjuk dari fenomena fisik diasumsi, dibuat model kemudian dibuat persamaannya. Bagian ngga lucu adalah karena di textbook masih banyak bolong-bolong yang harus diisi sendiri.
Misalnya terdapat suatu permasalahan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut biasanya kita membutuhkan alat-alat. Dalam shock wave, alat-alat itu adalah conservation law(hukum kekekalan), metode karakteristik, pemahaman akan diskontinu, dan beberapa persenjataan kecil lainnya. Hukum kekekalan berbicara mengenai perhitungan kuantitas partikular yang memungkinkan, seperti kepadatan mobil di jalan, partikel polutan dalam arus air yang sempit, dll. Shock wave sendiri dari salah satu definisinya berarti: solusi diskontinu yang dihasilkan dari hukum kekekalan.
Hukum konservatif dalam bentuk persamaan diferensial bisa dituliskan dengan: Ut + Psi x= f. Dengan u, f dan Psi sebagai fungsi dari x,t. U menyatakan kepadatan, f source function(yang menyatakan masuk/keluarnya konsentrat dari daerah yang dibatasi->bukan dari kedua ujungnya) dan psi merupakan fungsi yang berkaitan dengan U. Hubungan antara U dan psi dinyatakan dalam persamaan konstitutif. Biasanya hubungan antara keduanya diperoleh dari hasil trial-error di lapangan.
Untuk shock wave yang sedang aku garap, source functionnya ngga ada, jadi persamaannya menjadi Ut + Psi x = 0 (gila, ngga ada subscript jadi repot banget:-<) atau bisa juga ditulis sebagai: Ut + A(U)*Ux = 0. Persamaan ini mirip dengan persamaan transport(a*Ux + b*Ut = 0), hanya saja kemiringannya mengandung unsur U yang merupakan variabel tak bebas dari x dan t. sehingga untuk menyelasikan persamaan non-linier diatas, digunakanlah metode karakteristik. Dari metode karakteristik ini kita memperoleh beberapa fakta: kurva karakteristik yang diperoleh berupa garis, nilai u di sepanjang garis karakteristik konstan dan kemiringan setiap garis setara dengan nilai u(x,t).
Meski udah ada sedikit gambaran, masih ada masalah yang tersisa. Kalau dalam persamaan transport, kita bisa melihat kemiringan dari konstanta yang ada di depan Ux dan Ut, dalam persamaan yang aku gunakan kemiringannya ditentukan oleh a(u), akibatnya garis-garis karakteristiknya dipengaruhi oleh perubahan u(x,t). Adanya fungsi yang dipengaruhi x dan t memungkinkan terjadinya gradient catastrophe(gc). GC adalah peristiwa robohnya satu atau lebih karakteristik(sehingga garis-garis tersebut berpotongan). GC diakibatkan karena kecepatan gelombang di bagian atas dan bawah berbeda. Misalkan kita mengamati sebuah gelombang sin. Bagian atas dari gelombang tersebut lebih cepat dari bagian bawahnya, akibatnya pada suatu saat bentuk gelombang yang semula seperti sebuah gundukan jadi rata kanan(hua…ha…ha… lagi-lagi keterbatasan gambar). Ketika rata inilah, gelombangnya jadi tidak mulus lagi, atau dalam bahasa matemtiknya menjadi diskontinu, alias terjadi GC.
Untuk menganalisa permasalahn inilah aku harus mencari nilai s, yang dicari menggunakan Rankine-Hugoniot formula(hehe.. tadi malem baru berhasil nurunin rumusnyaJ). Setelah itu akan dilakukan analisis kondisi entropi, karena dalam sistem gas dinamik, yang realistis hanya yang memenuhi kondisi entropi(untuk kasus kepadatan mobil di jalan raya, kondisi entropi tidak harus terpenuhi, hal ini bisa diamati pada kasus mobil ketika bertemu lampu hijau, sedangkan yang memenuhi kondisi entropi terpenuhi pada kasus mobil ketika bertemu lampu merah). Dan untuk masalah kondisi entropi, aku masih bingung berat.
No comments:
Post a Comment