Wednesday, September 07, 2005

Tentang Cinta

[Persembahan Untuk Ulangtahun Pernikahan Perak Papa & Mama]

“Ma, bagaimana mama yakin kalau papa adalah orang yang tepat?”
“Percaya.”

Seperti air yang menuju muara?
Laksana matahari yang menyinari bumi?
Udara yang memberi nafas kehidupan?
Begitu adanya, begitu alami?

Namun itulah yang terjadi. Saat semuanya telah berjalan dijalurnya masing-masing. Kejadian-kejadian yang mengantarkan dua insan pada fase kehidupan yang beririsan. Pertanyaannya kemudian, akankah pertemuan itu kekal, atau hanya menjadi sebuah adegan dalam album kenangan? Maka beralihlah sebuah bolpen Parker dari sang wanita kepada sang pria sebagai tanda setia. Sebuah tanda yang menandai awal baru dari segala yang telah dimulai, kebersamaan yang jauh melebihi kata-kata, perasaan yang melampaui bunga, perhatian yang meruntuhkan segala curiga, mungkin inilah yang disebut cinta.

Sampai saat ini Iyut tidak mengerti apa arti cinta. Tapi ada yang bilang, cinta itu bukan untuk didefinisikan melainkan untuk dirasakan. Cinta bukanlah kata-kata pujangga, melainkan sesuatu yang muncul dari dalam hati. Cinta juga yang menjadikan dua orang yang berbeda dalam segala, bisa menjadi sebuah pasangan yang saling mengisi. Karena itu Iyut tidak terlalu peduli dengan arti cinta, perasaan hangat yang muncul tiap kali Iyut pulang ke rumah menafikan segala definisi.

Pertanyaan-pertanyaan papa pada detil kehidupan Iyut maupun tawa mama yang lebih sering keluar duluan sebelum orang lain tahu bagian lucunya, membuat Iyut senantiasa merasa kangen. Mungkin itulah yang membuat cinta ajaib, di satu sisi ia begitu menguatkan, membuat seorang memiliki tempat untuk kembali dan bersandar, namun disaat yang sama ia juga menyebabkan seseorang kehilangan kemandirian. Pada kehadirannya, cara ketawanya, gaya makannya, tontonan-tontonan yang disukainya, segalanya begitu mengikat. Dan meski hal itu membuat seseorang tidak akan menjadi sama lagi, keterikatan itu malah membuatnya bahagia.

Sampai saat ini Iyut tidak bisa membayangkan bisa melakukan hal itu. Menukarkan seluruh kemapanan Iyut: papa, mama, mas Adi, mimpi-mimpi, kebebasan, untuk seseorang yang sama sekali baru, seseorang antah-berantah dengan kebiasaan-kebiasaan aneh, bagaimana mungkin? Semuanya tampak sangat absurd buat Iyut. Keberadaan papa, mama, dan mas Adi tampak begitu tepat dalam kehidupan Iyut.

Apa yang papa dan mama rasakan 25 tahun lampau saat berikrar menjadi sepasang suami-istri, kemapanan yang ber-evolusi dengan kehadiran sosok baru? Perasaan benar yang tidak terjelaskan? Suatu hal yang tampaknya tidak akan pernah Iyut ketahui hingga saat yang tepat. Iyut tidak tahu alasan apa yang menyebabkan seseorang mau mempertaruhkan seluruh hidupnya pada sesuatu yang penuh ketidakpastian, dan resiko seperti perkawinan, tapi yang lebih tidak terbayangkan lagi adalah seandainya papa dan mama tidak berani mengambil resiko itu.

Resiko yang mengantarkan Iyut dan mas ke dunia, ketidakpastian yang telah menghadirkan begitu banyak tawa dan kebahagian. Apakah papa dan mama sudah tahu hal ini yang akan terjadi? Kalau tidak, mengapa segala sesuatu terasa begitu benar, dan tepat? Iyut tidak bisa membayangkan kehidupan lain tanpa kehadiran orang-orang yang Iyut cintai saat ini.

Mama ingat ngga waktu jalan-jalan di kebun propinsi Iyut pernah bertanya, “Apa mama pernah menyesal?” Kemudian mama menjawab bahwa mama tidak pernah menyesal, karena semuanya adalah pilihan dan komitmen. Mama melanjutkan, ketika memutuskan untuk berumahtangga, ada banyak hal lain diluar perasaan dan keinginan, seperti tanggungjawab, dan prioritas.

Iyut tidak begitu mengerti. Bagi Iyut cinta adalah sebuah mantra ajaib yang bisa meruntuhkan segalanya, tapi cinta ternyata juga membutuhkan pengorbanan serta tanggungjawab. Kadang Iyut berpikir cinta itu ada begitu saja, sebagaimana bulan yang selalu menemani malam, alami. Tapi ternyata ada banyak hal rumit dibalik itu, bahkan bulan pun memiliki saat-saat untuk bersembunyi dari pandangan mata. Mungkin itu sama halnya kalau Iyut lagi kesal karena merasa tidak dimengerti. Cinta itu selalu ada, hanya sedang sedikit tertutup dan mungkin Iyut jadi rada menyebalkan kalau lagi seperti itu(maafin Iyut ya..).

Iyut tadinya mau bilang terimakasih sama papa dan mama, tapi ucapan itu akan menjadi rangkaian kata yang tak habis-habisnya bagaikan tasbih semesta pada Sang Maha. Maka biarlah segala bahagia dan syukur Iyut terangkai pada Sang Pemilik Kasih untuk dua orang yang paling Iyut kasihi:

Ya Allah, jikalau aku merasa bahagia maka limpahkanlah kebahagian yang berlipat bagi kedua orangtuaku
Ya Allah, jagalah keduanya dari kesedihan dan kesulitan
Ya Allah, aku hanyalah hamba-Mu yang penuh khilaf, kataku bisa menjadi pedang, polahku mampu menorehkan luka, tapi kasih dan cahayu-Mu abadi, maka berikanlah keduanya kasih-Mu yang hakiki

7 September 1980- 7 September 2005

3 comments:

za said...

Iyut (ikut-ikutan manggil nama rumah :P), aku print dan kirim tulisan ini ke Serpong ya, biar dibaca langsung sama Papa+Mama :D

Atau Papa+Mama juga menjadi pembaca setia blog ini, Ti? Atau mungkin kamu sendiri yang sudah memberikan ini sebagai hadiah ulang tahun perak pernikahan?

Maka beralihlah sebuah bolpen Parker dari sang wanita kepada sang pria sebagai tanda setia.

Hmm...gak cuma sebatas pulpen Parker Ti! Waktu aku ngeliat akad nikah kakakku yang perempuan, aku sedih loh. Sampai nangis pula (Wuah, ngaku nih. Cowok nangis). Rasanya kayak bakal kehilangan kakak perempuan satu-satunya.

Kata-kata ini lho yang begitu sakral, "Saya terima nikahnya ***** dengan ****".

Ah kapan ya, saatnya menyempurnakan agama.

Akhsayanty said...

i... (lho?)

kemaren dengar MP3nya anis matta
katanya,
yang layak memberikan petuah ttg pernikahan adalah orang yang usia pernikahannya sudah 25 tahun karena mereka telah teruji!!! :)

selamat telah dititipkan pada orangtua yang sedemikian :)

Yustika said...

pernikahan itu selamanya misteri... baik bagi yang udah menjalani, apalagi bagi yang akan menjalani...

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...