Tuesday, December 20, 2005

A Little Bit

“The Four Colour Problem has been solved by K. Appel, W. Haken and J. Koch. But what about other mathematicians who have been working on the problem? I imagine one of them outgribing in despair, crying ‘What shall I do now?’ (The Petersan Graph, Holton & Sheehan, p. 154)

Minggu-minggu UAS yang memberiku cukup waktu untuk membaca berbagai kegilaan-kegilaan yang ada di matematika. Mulai dari ketakutan akan adanya akhir dari matematika, sampai cerita kematian Archimedes, Hypatia, Galois, Descartes yang tidak biasa. Dari sejarah hidup yang kubaca, kehidupannya ngga ada yang normal, bahkan waktu baca buku A Man Who Only Know Numbers, Erdos dikisahkan memanggil anak kecil dengan sebutan, ‘Epsilon.’

Benang merah yang kutangkap dari kisah para matematikawan besar tersebut adalah ketertarikannya pada berbagai macam bidang yang tidak terbatas pada math. Bukan hanya merambah fisika, yang masih kerabat dekat, namun juga masalah hukum, dan seni. Aku jadi membandingkannya dengan keadaan meja belajarku yang sekarang dipenuhi berbagai jenis buku, mulai aljabar, graf, politik, hingga buku cerita Tantangan Naga.

Rutinitas akhir semester, berbagai tugas, ujian numpuk jadi satu. Buku politik untuk mengerjakan tugas hukum perburuhan, buku cerita untuk mengimbangi isi otakku, dan buku-buku matematika untuk hiburan. Parahnya, ketertarikanku akan masalah ekonomi-politik agak berkurang belakangan ini. Gara-garanya aku melihat segalanya serba tidak teratur. Tema yang masih menarik adalah budaya, termasuk tulisan Mathematic of Love-nya Gottman yang memodelkan hubungan yang langgeng dalam persamaan diferensial. Tapi aku baru baca artikelnya doang, belum liat persamaannya secara langsung. Jadi dari model yang dibuat itu, bisa dilihat seseorang itu cocok apa ngga, dan hubungannya bakalan langgeng apa ngga.

O iya, harusnya aku ngerjain TA-ku, tapi karena alasan teknis akhirnya rada2 deadlock. Hmm... biar ngga blank-blank banget, aku akan menjelaskan beberapa konsep yang digunakan untuk bahan TA 2-ku. Karena aku bermain di wilayah analisis numerik, jadi aku terlibat dengan tema-tema keterhinggaan, terukur(measurable), syarat nilai batas, konsep penjumlahan(menggunakan konsep integral Lebesque), konvergensi(khususnya teorema Bolzano-Weierstrass yang menyatakan barisan terbatas dari bilangan riil memiliki sub-barisan yang konvergen), dan beberapa teorema lainnya.

Setelah kemarin tenggelam dalam buku Smoller, sekarang buku acuanku Theory of Functions of Real Variable-nya Natanson. Penampilan bukunya rada ngga menyenangkan, pertama karena umurnya yang udah rada tua(tahun 1961). Kedua, karena buku tersebut merupakan buku terjemahan dari bahasa Rusia ke Inggris, sehingga notasi-notasinya banyak yang belum aku kenal. Untungnya, buku itu dilengkapi index, jadi dengan mudah aku bisa menemukan apa yang kucari.

Seharusnya ceritanya happy end: akhirnya Yuti berhasil mengisi bolong-bolong yang ditinggalkan buku Smoller, tapi ternyata ngga semudah itu. Dari bab yang kuperlukan, dibutuhkan informasi dari bab-bab sebelumnya. Dan aku mulai curiga, buku ini bukan untuk S1, makhluknya banyak yang aneh dan belum dikenal. Sekarang aku lagi membaca-baca masalah keterukuran(measurable), dan kayanya aku lagi senang dengan perspektif historis.

Di buku Natanson, ukuran(measure) dinyatakan sebagai perumuman konsep dari panjang selang, luas bidang, volume dan lain sebagainya. Pembahasannya menggunakan notasi sigma, yaitu dengan menjumlahkan selang-selang dengan ukuran delta yang merupakan sub-selang dari sebuah selang tertentu. Setelah mempelajari himpunan terukur, aku mempelajari fungsi yang terukur. Poin yang penting dari sini adalah jika barisan fungsi terukur f1(x),f2(x),...(*) terdefinisi dan terhingga hampir seluruhnya(definisi hampir seluruhnya: dibagian yang tak hingga, ukurannya nol), maka barisan (*) konvergen terukur ke fungsi f(x).

Setelah bermain-main dengan penjumlahan manual per bagian, sekarang akan dikenalkan konsep penjumlahan yang lebih canggih: integral. Notasi cacing integral dipopulerkan penggunaannya oleh Leibniz. Hmm... oke deh bukan cacing, tapi berasal dari huruf S yang ditarik-tarik sehingga jadi mirip cacing, dari kata summa atau summatio(Latin), yang artinya jumlah atau penjumlahan. Sebagaimana kaidah-kaidah matematika yang senantiasa memiliki invers(caiyo yut sekalian review alin, sifat-sifat sub-ruang), integral juga memiliki invers, yakni diferensial. Hasil pendiferensialan disebut turunan. Turunan merupakan laju perubahan terhadap acuan tertentu, seperti sekian kilometer per jam mengacu pada perubahan tempat(delta x). Integral terhadap turunan tersebut adalah jumlah kilometer yang ditempuh.

Integral yang biasa digunakan adalah integral Riemann yang fungsinya dipetakan ke sumbu-x. Namun integral Riemann ini bisa bermasalah, contohnya ketika menghadapi fungsi Dirichlet, yang terdefinisi di selang [0,1] dengan sifat sebagai berikut: bernilai 1 jika rasional dan bernilai 0 jika irasional. Dengan mengambil suatu selang yang sangat kecil(lebih kecil dari epsilon), kita akan senantiasa menemukan nilai bawah dan nilai atas yang berbeda, yaitu 1 dan 0. Dengan demikian, integral Riemann tidak berlaku.

Untuk menutupi kekurangan ini Lebesque memperluas konsep integral untuk kelas fungsi yang lebih luas, yaitu dengan membagi selangnya di sumbu y dengan memasukkan semua nilai dari fungsi f(x). Jika kita konstruksi tiap selang dari himpunan e_k(selang-selang berukuran kecil), maka kita peroleh setiap x merupakan elemen dari e_k, meski nilai tiap x bisa berbeda jauh satu sama lain. Keberhasilan konsep integral Lebesque dapat dilihat dengan membandingkan nilai atas, dan nilai bawah(nilai y saat k, dengan nilai y saat k+1), yang hasilnya ternyata sama. Hipi...

Dengan demikian kita peroleh fakta bahwa tiap fungsi terukur terbatas dapat diintegralkan dengan menggunakan konsep Lebesque(in the Lebesque sense, maaf mesin terjemahannya kacau:D).

Coming up next....
The spaces L and l
Helly’s theorem(and a little bit about Cantor set)

4 comments:

Unknown said...

Bhuahahahahaha!

Mabok-mabok sono. Gak semua orang ngerti. Bcanya juga mesti pelan-pelan bener untuk mengerti arahnya. Belum lagi kalo mau ngerti isinya.

Abis ngebaca tulisan Teh Yuti, saya jadi berpikir, kok bisa ya saya jadi anak Matematika? Padahal kalo dipikir-pikir, saya bisa lebih enjoy belajar di Biologi yang notabene 'banyak hapalan' itu. Saya lebih cinta Biologi kayaknya. Tapi saya udah terdampar di Matem, mau diapain lagi?

ikram said...

Mungkin lo bisa coba dengan menulis semacam Dunia Sophie gitu.

Dunia Yuti yang isinya first step to mathematics (sejarah, perkembangan, dan tokoh-tokohnya)

Keren deh.

Cheshire cat said...

Yup, kayanya asyik. Tapi baru mau gw pikirin serius abis lulus, sekarang ngejar target Maret dulu.

arifnur said...

Oh... menarik juga walaupun aku nggak begitu faham,... coba seandainya dijelasin lagi , mungkin suatu saat aku bisa lebih faham. makasih kunjungannya.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...