Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkanlah hatimu.
Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah,
dan pergilah ke mana hati membawamu...
(nasehat Olga, sang nenek pada cucunya dalam Pergilah Ke Mana Hati Membawamu, Susanna Tamaro)
Bunda, sekarang nanda sedang menyusuri jalan yang penuh persimpangan. Lika-liku yang kadang membuat gamang dan tak tenang. Kejadian-kejadian penuh kejutan, baik pahit maupun menyenangkan. Nanda tidak tahu harus senang atau takut, di satu sisi nanda senang bisa menjelajahi tiap semesta rasa dengan kebebasan yang bunda berikan, namun nanda juga takut menjalani ini semua. Segalanya berubah serba cepat, dan tak terduga.
Saat nanda masih belia, dunia tampak sangat sederhana. Nanda tidak perlu repot memikirkan baju apa yang harus nanda pakai karena bunda telah menyediakannya. Begitu pula pilihan-pilihan yang bunda lakukan agar nanda memperoleh yang terbaik: makan sayur, gosok gigi sebelum tidur, hingga dongeng-dongeng yang setia menemani malam-malam nanda. Bunda tahu, sayur hijau itu rasanya tidak enak, nanda sampai selalu mencari akal agar dapat menghindari makanan itu. Apalagi gosok gigi sebelum tidur, saat mata sudah berat. Akhirnya bunda yang menggosok gigi nanda dengan susah payah karena nanda setengah terlelap
Sekarang nanda sudah terbiasa makan sayur hijau, dan sikat gigi sendiri. Nanda juga mulai mengerti alasan-alasan atas larangan bunda yang tidak menyenangkan ketika nanda masih belia. Tapi dunia luas tak sepenuhnya sama seperti yang bunda gambarkan pada nanda. Nasehat bunda tentang baik dan buruk adakalanya sama sekali tidak membantu nanda. Bunda ingat tidak, ketika nanda pulang larut malam sesudah jalan-jalan dari taman hiburan. Bunda gelisah dan berkata-kata dengan nada gusar, karena nanda sama sekali tidak memberi kabar. Padahal saat itu nanda juga tidak bermaksud tiba di rumah ketika bintang sudah menunjukkan kerlipnya. Nanda hanya mengikuti keinginan teman-teman, karena tidak mungkin kalau nanda pulang sendirian.
Nanda tahu, nanda membuat bunda cemas. Kalau ini membuat bunda merasa lebih baik, selama perjalanan pulang, nanda terus digelayuti perasaan bersalah. Perasaan yang coba nanda tutupi dihadapan bunda, karena nanda merasa sudah cukup dewasa. Nanda merasa sudah saatnya untuk menentukan pilihan bagi jalan hidup nanda sendiri. Namun nanda sadar tidak sepantasnya nanda membiarkan bunda dan ayah menunggu dalam ketidakpastian, dan membiarkan segala pikiran buruk melintas di benak. Meski upacara penyambutan berlangsung suram, bunda langsung bisa mengalihkan suasana, terutama karena saat itu nanda belum makan malam.
Nanda tidak pernah mengerti bagaimana bunda melakukan itu semua. Senyum 24 jam yang mengalahkan restoran siap saji yang buka siang malam. Nanda bukannya tidak pernah melihat bunda bersedih, saat nanda sakit, nanda lihat tatapan bunda meredup sepert bunga yang menguncup. Tapi nanda selalu bisa merasakan pancaran kasih dari bunda, bahasa tanpa kata yang bisa membuat nanda merasa aman. Ditambah kesabaran bunda menghadapi segala polah nanda, nasehat tiada henti, serta kelapangan hati untuk senantiasa memaafkan. Nanda sadar kalau pilihan nanda tak selalu baik, namun meski dari awal bunda sudah mengingatkan, bunda senantiasa menjadi pendukung nanda yang utama.
Bunda, kenapa bunda mau menanggung nanda dalam kandungan selama sembilan bulan lebih? Nanda kan berat bunda? Berangkat sekolah sambil membawa buku-buku tebal saja, nanda kadang merasa cukup kelelahan. Namun bunda melakukannya dalam kurun waktu yang sangat lama, tanpa jeda pula. Ajaibnya, bunda menyukai keadaan itu. Bahkan bunda bercerita gerakan kaki nanda yang menendang-nendang dan menyebabkan perut bunda bergerak-gerak membuat bunda bahagia. Bunda kan tidak tahu, nanti nanda akan jadi anak yang seperti apa, bagaimana kalau nanti nanda membuat bunda menangis?
Nanda tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas semua kebaikan bunda. Tiap kali nanda menanyakan pertanyaan itu, bunda hanya menjawab, “Keberhasilan nanda merupakan hadiah terindah bagi bunda.” Keberhasilan seperti apa bunda? Apakah bunda ingin nanda menjadi insinyur, atau kerja di perusahan yang mapan? Namun jawaban bunda dari dulu tetap sama, “Bunda ingin nanda jadi anak yang shaleh dan berguna buat orang lain.”
Jawaban sederhana yang membuat nanda harus berpikir keras untuk mulai menentukan pilihan bagi diri sendiri. Nanda sering bertanya-tanya, bagaimana bunda bisa melewati semua pilihan yang ada dalam kehidupan ini, dan jawabannya, “Berdoalah. Kemudian, biarkan hati memberi ketetapan atas jalan yang nanda pilih.” Bunda, bunda... malaikat yang Tuhan kirimkan untuk nanda, terimakasih atas segalanya.
Salam sayang,
Ananda
Yuti Ariani
NB: kemarin aku dapat ucapan terimakasih dari seseorang yang membaca tulisanku ini. Katanya, jadi terinspirasi, hmm... trully her words means a lot, especially if it can make her mother happy. Happy mothers day...
2 comments:
Hip...hip....
Blep....blep....
Hiks...hiks.......
Mellow
tulisannnya bagus2, kirim jg donk kesini : http://www1.gamais.itb.ac.id/forum/
ramein ya ^_^
Post a Comment