Wednesday, May 17, 2006

Meant To Be

Gara-gara status pengangguran terselubung, aku jadi banyak mikir. Sebenarnya nganggur banget-banget sih ngga juga, aku masih magang di Berkala, jadi asisten dosen, bermain di Aksara, dan kegiatan-kegiatan mendadak lain, tapi tetep aja, aku punya banyak waktu luang buat mikir(hmm... setidaknya pagi-pagi, aku memang menyediakan waktu untuk itu) apa yang akan aku lakukan selanjutnya.

Sabtu lalu, mama ngasih tau ada tawaran untuk jadi kontributor, makanya semangat banget bikin porto. Kemarin aku udah ngirim CV-ku ke contact person yang dikasih, kerjaannya kaya gimana aku juga ngga tau. Waktu temenku di chatting ngedenger ceritaku, komennya, “Wah, unik banget.” Hehe, iya unik karena ngga tau ngelamar apaan tapi maju terus, mungkin inilah bedanya perempuan dan laki-laki.

Masih ingat film Serendipity, atau versi dalam negri ...(hihi, ternyata lupa, pokoknya yang main Marcel dan Rachel Maryam, trus settingannya gedung Trans TV gitu)? Nah, film-film itu menyebutkan bahwa perempuan emang seneng banget dengan yang namanya pertanda(dan karena itu formula Cinderella klasik masih tetep laku; FYI: sinetron yang lagi tayang dan menggunakan kata Cinderella saat ini saja ada dua buah). Kejadian-kejadian kecil yang bisa menimbulkan lintasan pikiran di kepala, “Wah, he’s the one nih,” cuma gara-gara ngedenger lagu yang bikin semacam deja vu.

Tambahan referensi, film When Harry met Sally(?), buku He’s Just Not That Into You, genre chicklit: Sihir Cinta, Cintapuccino, dll. Benang merahnya: perempuan seneng dengan pertanda dan seringkali mengambil keputusan besar berdasarkan pertanda itu. Aku? Iya banget juga. Kebayang ngga, berangkat ke kampus tanpa agenda apapun, trus tau-tau ngerjain suatu hal yang penting cuma karena mendadak ketemu dengan orang yang tepat.

Kejadian paling mutakhir Ahad lalu, saat Aksara mengadakan Creative Writing bareng kang Benny, kang Ipe, dan kang Deden. Sriiiing... aku mengalami deja vu, perasaan bahwa kejadian ini pernah aku alami sebelumnya. Nah, karena pesertanya cuma satu orang, alhasil panitia memiliki kesempatan untuk bertanya sebanyak-banyaknya. Dari sana, aku nanya tentang fiksi-non fiksi dan menerbitkan buku. Trus diluar forum aku juga cerita nasib naskahku yang ngga jelas juntrungannya ke kang Benny(soalnya sama-sama dari editor Mizan). Setelah dikasih saran, hari Seninnya aku langsung menghubungi editor di penerbitan yang aku kirimkan, dan bener aja, naskahku ngilang. Dari catatan di bagian penerimaan, naskahku udah diterima, tapi ngga tau ‘tu naskah jalan-jalan kemana. Jadi aku diminta mengirimkan lagi, kali ini dalam bentuk soft copy aja katanya. [Sebenernya sebelum ini, aku juga udah nanyain nasib naskahku, tapi belum dapet balesan, baru dapet balesan kemarin, waktu aku nanya lagi].

Informasi dari mamaku terjadi dengan cara yang ngga beda jauh, saat mama lagi ngobrol dengan kenalan baru, tau-tau topik mengarah tentang lowongan untuk menjadi kontributor. Trus kenalan baru mamaku itu langsung minta aku mengirimkan CV secepatnya. Waktu aku mengirimkan CV, aku ngga berharap banyak, kalau emang udah meant to be, ya jadi, kalo ngga ya udah. Lempeng banget ya? Tapi ajaibnya, karena gaya hidupku lempeng, aku jadi ketemu dengan orang-orang yang semangat banget ngasih saran dan dorongan buatku.

Karena itu, bagiku hidup ini benar-benar ajaib. Orang-orang dari berbagai karakter dipertemukan dalam sebuah irisan kehidupan untuk saling melengkapi.

Mmm... I just love how people fit my world

NB: Kemarin aku baru nyampein salam dari calon dosen ke dosenku, hihi.. rasanya lucu.

4 comments:

Yustika said...

kayaknya hidupmu asik banget ya. kalo ibarat puzzle, segalanya terlihat 'pas'.

*mode mupeng*

Anonymous said...

aku kurang sependapat,
kalo hidup yang asik
adalah hidup yang serba 'pas'

walau mungkin perlu di define 'pas' itu apa,

siang baru terasa terang, karena adanya malam,

lada yang pedas, garam yang asin, dll,
akan bikin rasa ayam menjadi jauh lebih nikmat,

:)

iya enggak sich?

dei
-=-

Cheshire cat said...

Nah, itu dia Dei. Siang baru terasa pas karena ada malam, begitupula terang dan gelap. Seperti potongan-potongan puzle yang berlekukuk-lekuk untuk saling mengisi.

Yustika said...

iya, maksudku 'pas' itu juga begitu. 'pas' kayak puzzle yang udah kebentuk jadi satu kesatuan, bukan 'pas' dalam arti ga boleh ada siang, malam, lada pedas, atau garam asin.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...