Tadi abis wawancara, rasanya deg-degan juga. Padahal baru dua minggu yang lalu aku abis interview bagian marketing-nya Nagabonar Jadi 2, trus sebelumnya juga udah wawancara dosen Biologi, tapi waktu wawancara dosen bio ada pembimbing, jadi berasa anak TK yang masih diawasin, bwehehe. Untunglah narasumberku kali ini ITB banget, hihi, atau setidaknya mirip dosenku di math deh. Dan lagi-lagi aku dapat pertanyaan,"Koq, dari matematika masuk ke Studi Pembangunan?" Udah ada beberapa dosen yang menanyakan pertanyaan itu padaku, dan sampai detik ini aku ngga bisa jawab.
Mungkin gara-gara belum bisa ngelupain math, aku seneng banget bikin graf di paper-paperku. Sampai aku pernah diledekin, "Di pertanian, ngga ada graf." Well, menurutku sih tergantung, toh yang ada being bukan be. Jadi semuanya merupakan proses internalisasi kondisi menjadi sebuah gambaran di dalam otak, sehingga sifatnya menjadi sangat kontekstual, bergantung pada keterkaitan aktor-aktor. Tugas terakhir malah lebih ajaib lagi, karena aku pake konsep diagonalisasi Cantor untuk menunjukan konvergensi dari aktor-aktor yang terlibat. Visualisasinya lengkap pakai notasi 1+..+(n+1) untuk n elemen N(natural) dengan garis putus-putus diagonal. Hahaha, yuti..yuti.. kamu mau jadi apa sih?
Ngga tau, abis kadang dunia sosial itu crowded banget, sehingga aku jadi pengen bikin versiku sendiri. Parahnya, karena aku senang menggunakan abstraksi yang ada di math jadi anggapan orang modelku canggih. Mungkin gara-gara itu, aku seringkali terkena mistifikasi yang berdampak pada ekspektasi berlebihan. Aku sendiri merasa aku lebih banyak ditolongin orang lain, daripada karena faktor internal yang ada di diriku. Just a right person on the right place and the right time... but a copyleft lover.
No comments:
Post a Comment