Friday, August 24, 2007

Deadlock

Lagi macet nih. Sebelum riset lapangan, aku udah bikin gambaran keseluruhan, yang aku partisi jadi pertanyaan-pertanyaan empirik untuk narasumber. Sekarang partisi-partisi itu sudah lumayan terisi, dan gambaran dari hasil wawancara udah lumayan kebayang, tapi aku jadi sedikit kehilangan arah. Pertama, karena hipotesis awalku ngga meleset awal dengan hasil wawancara(yang merepresentasikan kondisi riil), dan yang kedua adalah karena aku ngga tau lagi mau diapain. Model? Well, tinggal baca beberapa buku, referensi kemudian lakukan hibridisasi, jadi deh. Tapi kalau gitu doang, apa gunanya, cuma nyumbang model yang nantinya akan berdebu di perpustakaan. Bener-bener bayangan yang suram.

Tadi aku baca lagi artikel Paradoks McDonald. Artikel itu pertama kali aku baca di awal perkenalanku dengan dunia Studi Sains dan Teknologi sekitar tahun 2002-2003(pokoknya Yuti lagi mendalami apa bisa dilihat dari lagi deket dengan siapa, huahahaha). Dalam artikel tersebut selain teori yang banyak, aku juga menemukan pemahaman terhadap budaya, dan kian lama ngubek-ngubek di lapangan, aku kian yakin kalau kuncinya ada di budaya. Dan untuk ini kayanya ANT-nya harus ditinggal dulu. Memang pasti ada artifak sih, cuma untuk memahami relasi antara masyarakat Indonesia dengan nasi seperti yang ada di artikel Paradoks itu, ANT kurang berfungsi dengan baik(atau pemahamanku pada ANT yang kurang baik). Anyway, kayanya pembimbingku juga berpikir seperti itu(ayo ngaku), makanya aku diminta baca Knorr-Cetina untuk dapat sense budaya.

No comments:

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...