Wednesday, March 12, 2008

Parameter Cinta

Gara-gara baca tulisan Ika disini nih...

Mungkinkah cinta dapat dikalkulasi? Lebih jauh lagi, parameter apa yang diperlukan untuk memvalidasi bahwa seseorang tengah jatuh cinta? Bisakah parameter ini berlaku timbal balik, if and only if, atau hanya dapat dimengerti ketika terjadi? Tanpa aba-aba, tanpa persiapan, hanya begitu saja. Pemahaman yang hanya dimengerti ketika bertemu dengan orang yang tepat, bahkan ketika hal itu bertentangan dengan akal sehat.

Bagiku cinta itu satu paket dengan misteri. Kompleks. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dari unsur-unsur penyusunnya karena hanya akan memerangkapnya dalam reduksionis akut. Bahkan ketika zat-zat kimia itu disuntikan untuk memperoleh sensasi, efeknya hanya berlangsung sekejap, dan lebih menyakitkan lagi ketika berakhir: kekosongan kelam yang dalam. Sesaat dimana kau lenyap, dan kemudian kau kembali sendirian.

Riwayat candu sendiri sudah berlangsung ribuan tahun. Setua peradaban manusia. Jamur-jamur yang dibakar, dupa, kondisi sakau, kesurupan, upacara-upacara pemujaan dan beragam sensasi untuk merasakan ekstase. Bagaiman dengan cinta? Toh, kematian tak dapat menghilangkan rasa yang pernah singgah, atau mengenyahkan semua kenangan yang pernah ada. Ada kesamaan dalam rupa, meski beda dalam kesejatian. Ah, entahlah...

6 comments:

Anonymous said...

love
will lead you back ...



;-)

dei

Anonymous said...

Ukhukhukhuw..eh eh eh.. terima kasih Yuti..telah mempromosikan diriku..B)

Yut, pusying!

Pernah nonton Eternal Sunshine of The Spotless Mind? Nah di situ pengalaman rasa akan cinta bisa pupus...

Aku tulis tanggapan atas tulisan ini di blogku.

Anonymous said...

Quote:
"Bahkan ketika zat-zat kimia itu disuntikan untuk memperoleh sensasi, efeknya hanya berlangsung sekejap, dan lebih menyakitkan lagi ketika berakhir"

Ini benar untuk kasus kecanduan obat-obatan.. tapi berbeda dengan cinta.. karena otak punya kemampuan untuk mereproduksi sendiri "candu"nya.. dalam proses yang disebut reward & reinforcement, dimana otak memberikan reward (berupa rasa nikmat, senang) setiap kali ada rangsangan tertentu (misalnya bertemu dengan mr. X).. sekaligus me reinforce dorongan untuk mengulangi rangsangan tersebut.

jadi kalau misalnya kita bisa menyuntikkan zat yg menimbulkan rasa cinta, itu akan menjadi trigger siklus reward & reinforcement tsb.. dan kalau reward & reinforcementnya berjalan baik, selanjutnya tidak perlu lagi suntikan tambahan.

Anonymous said...

eh, itu paragraph terakhir dari komentar di atas adalah tidak lebih daripada hipotesis belaka

Cheshire cat said...

iya secara alami memang ketika seseorang bertemu dengan objek-objek tertentu, otak akan merangsang zat-zat kimia yang menimbulkan sensasi gembira, cinta dlsb.

secara praktis, objek-objek juga tersebut juga merupakan candu. seperti sinetron yang memiliki rating tinggi karena penonton ketagihan untuk melihat kelanjutannya tiap hari.

mungkin pertanyaannya, mungkinkah seseorang loncat ke tahap aktualisasi diri dengan melewati kebutuhan fisik, keamanan, penerimaan sosial, penghargaan? bahagia tanpa ada objek fisik, atau tahap ini hanya dimiliki orang gila?

Anonymous said...

hmm...

now i know,
what minyak pelet come from



:)

ternyata dukun2 udah lama menyadari
hubungan antara kimia dan cinta

dei

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...