Sunday, September 13, 2015

Rana

"Kamu menyesal?" tanya Rana pada Kemala.
"Well, aku tidak akan menyebutnya sebagai penyesalan Ran. Aku percaya segala sesuatu yang terjadi untuk sebuah alasan. Dan meski kadang aku suka memutar ulang kenangan itu, tidak ada episode yang ingin aku ubah."
"Jadi sekarang kamu mau apa?"
"Seperti biasa Ran. Hidup. Mengikuti kata hatiku dan jujur pada diriku sendiri."
"Itulah yang membuatku khawatir, La. Kamu seolah tidak memiliki tujuan padahal ..."
"Stop it Ran. I don't want you to judge me like everybody else."
"Sorry, La. I am just worried. You'll forgive me right?"
"I know you meant well. And I love you for that but I don't think I'll survive if you start to ask me as well, while sometimes I am not sure about myself anymore."
"Okay, let's change the subject then. Gimana proyekmu di Bali? Aku dengar kamu diberi kebebasan untuk menentukan konsepnya ya?"

Rana lega mendapati wajah Kemala kembali ceria. Sejak ia menikah dengan Banyu hubungan mereka merenggang. Rana dengan anak-anaknya yang masih balita dan Kemala dengan karirnya yang kian melejit. Pertemuan mereka kian mempertegas apa yang mereka berdua tak punya. Rana kehilangan banyak waktu untuk dirinya sendiri sementara Kemala tak memiliki tempat untuk kembali. Buatnya pindah dari kantor pusat di New York ke Singapore tidak lebih dari mengepak barang-barang dalam satu kontainer besar. Untuk Rana pindah selalu berarti penyesuaian sekolah anak-anak yang tak pernah mudah.

Kehidupan mereka berbeda seperti langit dan bumi. Tapi hanya kepada Kemalalah Rana bisa menceritakan segala sesuatu. Dan sebaliknya.

Mungkin seperti kata Kemala, segala sesuatu terjadi untuk sebuah alasan. Pun begitu untuk kehidupan Rana dan Kemala.

No comments:

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...