Thursday, July 27, 2006

In Search for Love

Kemarin sore menjelang waktu pulang sebuah tawaran datang. "Mau tiket Oddisey?" Beberapa pilihan melintas di kepala, ambil-ngga, ambil-ngga. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil tawaran itu dengan alasan sebuah ketidaklaziman dalam ritme hidupku yang belakangan ini menjadi begitu monoton.

Setibanya di gedung, tempat sudah gelap. Di panggung tampak sebuah layar besar dengan potongan-potongan video berlatar lagu yang cukup hingar bingar. Sambil mencari posisi yang nyaman untuk menonton, pandanganku menyapu keadaan sekeliling. Kursi-kursi sudah terisi lebih dari separuhnya. Untung saja aku sendiri, jadi masih ada tempat dengan posisi bagus ke arah panggung. Ketika jam menunjukan pukul 7 tepat acara pun dimulai.

Pertunjukkan yang disajikan oleh mahasiswa SBM kali ini bertajuk: In Search for Love. Bagiku, cinta sendiri adalah pencarian tiada henti, alias limit menuju cinta, karena bentuknya yang abtrak. Dari segi keapikan, aku paling suka penampilan pertama dengan judul: Arjuna yang Terluka. Emosinya terasa banget, dan gaya yang dibawakannya pun semi-drama, tidak seperti dua lainnya yang menurutku lebih bergenre parodi.

Pertunjukkan dimulai dengan seorang narator yang berperan sebagai peri. Sang peri itu mengenakan kostum warna-warni, dengan sayap menyerupai kupu-kupu di bagian punggung, dan tongkat ajaib. Dalam kisah itu ia berperan sebagai penyampai surat antara Srikandi dan Arjuna. Konflik terjadi karena Wulandari, yang notabene sahabat Srikandi, juga menyimpan hati pada Arjuna. Meski adegan yang menayangkan gulannaya Wulandari akan hubungan Srikandi dan Arjuna hanya beberapa menit, namun dalam momen sekejap itu, aku merasakan pahitnya cinta yang tidak terbalas. Ah, cinta...

Selanjutnya alur berjalan dengan gaya kocak, dan sedikit klise, karena mirip kisah Romeo dan Juliet. Srikandi yang mengira Arjuna telah mati di keris Kurawa, memlih mengakhiri hidupnya. Di saat-saat terakhir itulah, Arjuna datang dan mendengarkan kata-kata terakhir dari Srikandi: Aku mencintaimu.

Sesudah itu masih ada beberapa pertunjukkan lagi, plus persembahan akustik, tapi aku tidak begitu tertarik. Tampaknya, belakangan ini aku menyukai kisah cinta yang ironis. Huhuhu... kenapa yang sedih justu lebih terasa di hati?

1 comment:

Anonymous said...

Cinta tak perlu dicari
Tapi hadir sendiri dalam hati

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...