Monday, August 07, 2006

Kamar Mandi, Teman, dan Pasar

Jum'at kemarin aku tertahan di kampus cukup malam. Rencananya aku akan ikut rapat untuk persiapan seminar tanggal 10. Tapi sesampainya di tempat tujuan, ternyata aku harus menunggu cukup lama. Parahnya lagi, aku tidak membawa buku untuk menemaniku menghabiskan waktu. Aku sedang mencoba menghabiskan Musashi, dan membawa-bawa buku setebal 1200-an halaman plus hard cover, rasanya bukan pilihan yang menyenangkan. Sambil menunggu, aku memutuskan jalan-jalan ke Matematika. Di jurusan keadaan sudah lengang, meski lampu TU masih menyala terang.

Tak ada berita penting, aku kembali ke gedung tempat aku memiliki janji. Sebagai latar terdengar suara adzan berkumandang. Karena masih asing, aku mulai clingak-clinguk mencari tempat untuk wudhu dan shalat. Aku mendapat jawaban bisa wudhu di atas. Ketika melanjutkan clingak-clinguk di lantai dua, tiba-tiba terdengar suara, "Yuti, sedang cari apa?" Rupanya, dosen waliku heran melihat kehadiranku sore itu. Padahal saat mencari, aku lihat beliau sedang rapat, dengan beberapa dosen. "Sedang nyari kamar mandi, pak, nanti diajak rapat," jawabku. "Oh, ke bawah aja," ujarnya sambil mengiringi langkahku menunjukkan jalan. "Shalatnya dimana, Pak? Kalau ngga ada saya ke jurusan aja." "Lho, sekarang kan jurusan kamu udah ganti," jawabnya sambil tersenyum. Akhirnya dosenku itu membawaku ke TU, dan menunjukkan tempat padaku, kemudian kembali ke lantai atas. Duh, kejadian mahasiswa baru terulang lagi. Lima tahun yang lalu, seorang dosen menunjukkan letak UPT Bahasa padaku, saat melihatku termangu, dan kini keadaan tak berubah jauh.

Rapat yang kutunggu malah dibatalkan, sebagai gantinya aku malah ditanya mengenai topik tesisku. Aku sendiri belum kebayang mau ke arah mana, yang sedikit tergambar baru ke arah kebijakan sains dan teknologi, namun alat yang akan kugunakan masih belum pasti. Maunya pakai sistem dinamik, karena aku lagi senang dengan strange attractor, bifurkasi, Fourier, dkk, tapi ide-ide itu sendiri masih sangat mentah. Dosenku malah menyarankan aku menggunakan teori graf. Huehehe... jadi teringat small world theory. Hipi.. senang mendapatkan wali yang satu frekuensi. Ketika pulang, langit sudah gelap. Hanya beberapa bintang yang memayungi perjalananku pulang. Weekend, here I come...

Sabtu pagi aku sudah beranjak. Mumpung masih segar, aku memutuskan untuk berjalan kaki saja ke jalan Merdeka. Baru hendak melanjutkan perjalanan, seorang kawan menelepon, mengajak aku untuk mencari kado. Karena tak ada rencana yang terlalu kaku, aku iya-kan saja tawarannya tersebut. Jadilah kami berdua naik motor ke Pasar Baru. Keadaan ramai seperti pasar pada umumnya. Di dekat tempat parkir, pedagang jeruk, jilbab menyemut membuat kendaraan-kendaraan susah unuk bergerak. Tapi akhirnya kami, dapat sebuah tempat yang sangat pas untuk meletakkan motor, dan memulai perburuan kadi ke dalam pasar.

Kebetulan, Intan sudah tau stan yang dituju. Sambil memilih-milih, penjaga salah satu stan disebrang mengajakku mengobrol. "Kuliah dimana, De?" "Di, Instituuu..t," jawabku. "Wah, pasti pintar dong. Gampang cari kerja lagi." Waduh, aku sebenarnya kurang nyaman kalau ada yang berbicara seperti itu. Berat beban moralnya, karena instituuu..t pasti sudah memakam banyak uang rakyat yang artinya tanggungjawab lulusannya untuk mengembalikan dana itu ke rakyat. Ah, hidup dibebani citra memang tak pernah mudah. Usai berbincang-bincang, kami melanjutkan perjalanan ke tempat pengiriman barang. Sayang, karena daerah tujuan pengiriman tak terjangkau, terpaksa kami menunggu hari Senin.

Bosen ah, cerita lanjutannya ntar aja:)

No comments:

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...