Wednesday, November 29, 2006

Sosial vs Sains

Huehehe.. lagi pengen main versus-versusan. Aku lagi membandingkan sosial dengan sains. Di suatu buku(Feynmann kalo ngga salah) aku menemukan angka perceraian orang sosial jauh lebih tinggi, bahkan mencapai 5x lipat orang sains. Aku langsung mikir, "Wah, aku orang sains koq, ckakaka.." Perbandingan ini juga berlaku pada karakteristik bidangnya. Sebagai ilsutrasi, kalau di math ngga ada otoritas tertentu untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah(kebenaran adalah hakim tertinggi, karena semua orang diharapkan dapat membuktikan atau mengetahui jawaban dari sebuah permasalahan dalam matematika sesuai postulat yang digunakan), sedangkan dalam ilmu sosial segalanya bersifat relatif.

Karakteristik ini bisa ditarik sebagai landasan angka perceraian tadi, sosial sifatnya lebih fleksibel sedangkan orang sains lebih kaku. Aku sendiri, seringkali memandang diriku orang yang ngga teratur, tapi ketika menghadapi puluhan laporan berbeda format dan aku harus membuat summary-nya yang terjadi adalah kebutuhan STANDAR. Aku bisa gila kalau harus membaca ratusan halaman gara-gara format ngga baku. Bener-bener ngga terdokumentasi dengan baik.

Dalam buku Dunia Sophie, klasifikasi memang dimaksudkan untuk mempermudah kehidupan manusia. Salah satunya, ya si Standar itu. Yang jadi masalah adalah standar terkadang memarjinalisasikan kelompok minoritas. Aku sendiri ngga tau bagaimana mengatasi paradoks ini, disatu sisi, kebutuhan untuk standar diperlukan agar kehidupan tidak mengarah pada chaos, disisi lain, standar menghilangkan keanekaragaman.

Nah, kalau sosial dipetakan pada ketidakteraturan dan sains pada keteraturan, aku masuk kelompok mana ya? Aku sendiri senang melihat pola, dan itu semua untuk mendukung daya imajinasiku, hehe. Gara-gara seneng berkhayal, kalau aku jalan ke mana gitu, trus melihat suatu hal yang menarik, aku pasti membuat narasi tertentu dalam kepalaku, dan narasi itu tentu aja punya landasan logika tertentu. Sama seperti dimensi Harry Potter yang memiliki hukum fisika sendiri. Jadi aku pecinta keteraturan jika menyangkut orang lain dan relasi orang lain terhadapku, tapi aku sendiri ngga suka teratur, karena yang biasa itu membosankan, dan menjadi orang yang tertebak lebih membosankan lagi.

Yutiiiii, Dasar pemberontak!!

Saturday, November 25, 2006

Tema Tesis

Yup, dapat tambahan ide lagi buat tema tesis. Setelah awalnya masih banyak bermain-main dengan Actor Network Theory versi teoritiknya, ekonomi, financial engineering, sekarang aku malah tertarik pada pola pengajaran matematika. Pertanyaan pertama yang perlu kujawab adalah apa pentingnya belajar matematika. Parahnya, meski aku udah searching, baca beberapa jurnal, pertanyaan itu ngga aku temukan. Tema yang paling banyak aku temui terkait pembelajaran math adalah ketakutan siswa untuk belajar math, atau sebaliknya kecintaan orang-orang yang berkecimpung didalamnya.

Mungkin ngga ya, orang menerima math sebagai mata pelajaran yang taken for granted? Kasian banget kalau ada yang melakukan sesuatu karena terpaksa, apalagi untuk hal semisal belajar. Bagiku, belajar itu harus dilandasi keingintahuan, kalau ngga ya ngga menarik, dan pasti tersiksa. Bayangin aja, ngabisin beberapa buku, ngeliatin notasi-notasi aneh, tanpa ada rasa exciting, fiuh, pasti siksaan berat. Gara-gara cara pandang ini, sebisa mungkin mencari hal-hal menarik dalam segala hal yang kulakukan. Dampak negatifnya, aku susah untuk fokus, karena suka dengan banyak hal.

Waktu aku konsultasi tema tesis, malah dikasih setumpuk pilihan lagi, mulai dari kultur ilmuwan di Indonesia, dan beberapa tema lainnya. Waktu aku bilang menarik, dosenku bilang, "Bagus!" tapi waktu aku bilang, bacaanku jadi melebar banget, aku malah dibilangin, "Wah, kamu Anti-Modernisme."

Friday, November 24, 2006

Menggapai Mimpi

Aku baru nangis lagi setelah membaca forward-an tulisannya pak Armein. Dalam kepalaku langsung kebayang sosok almarhum yang senang mengenakan kemeja putih. Warna yang juga dikenakan keluarga beliau saat melepaskan sosoknya untuk yang terakhir kali. Begitu banyak kesan yang beliau tinggalkan bagi orang-orang yang ditinggalkannya, dan mimpi besar yang tak pernah mati.

Aku harus kembali merumuskan visi diri. Saat ini aku merasa sedikit tersesat karena memasuki mabok informasi tanpa ujung pangkal yang jelas. Wilayah yang sama sekali berbeda dengan bidang studiku yang lalu. Dosen yang kuajak ngobrol menganjurkanku untuk mengambil ke arah financial engineering. Suatu wilayah dimana setidaknya tidak jauh berbeda dengan jalurku dulu.

Mimpi-mimpi lain yang lebih besar juga masih menghiasi kepalaku meski aku belum tahu bagaimana merintis jalan menuju kesana...

Kubaca lagi jawaban wawancara sepanjang 16 halaman yang dikirimkan almarhum padaku. Bukan saatnya sekarang untuk bersedih, mengenang bukan berarti terhanyut, tapi kembali berjuang untuk maslahat bersama, seperti yang kutafsirkan dari cita-cita beliau.

Monday, November 20, 2006

Curiouser than Curious

Aku dapat kata curioser dari cerita Alice in Wonderland, trus judul terinspirasi artikel Wronger than Wrong. Penafsiranku dari artikel tersebut adalah adanya degradasi salah, seperti kuisioner tingkat kepuasan gitulah. Nah, gara-gara baca artikel itu aku jadi keinget ama transfinite. Transfinite itu adalah bilangan yang lebih besar infinite. Lucu kan, dulu aku kenalnya infinite itu adalah bilangan yang besar. Jadi kalau ada bilangan yang dibagi bilangan sangat kuecil menuju nol, maka hasilnya adalah sangat besar(tak hingga dan disimbolkan dengan angka delapan lagi tidur; infinte) atau dikenal juga dengan singular. Definisi singular yang dipakai adalah ketika sebuah bilangan tidak bisa lagi digunakan untuk merujuk bilangan asalnya. Nah, yang menyebabkan ada yang lebih tak hingga dari tak hingga adalah karakteristik yang menyertai bilangan transfinite.

Sekarang aku mencoba merepresentasikan konsep infinite-transfinite ini dengan rasa penasaran. Sebagai sesuatu yang sifatnya kualitatif, rasa penasaran susah untuk dikuantifikasi, dan sebagai orang yang rada malas dengan struktur aku juga banyak bentrok dengan struktur-struktur kuantifikasi yang berasal dari kualitas(ya iyalah, wong dimensinya juga beda). Tapi ternyata dalam kasus infinite-transfinite berhasil ada bentuk formalnya. Tentu aja, dalam matematika analisis yang harus diperhatikan banget-banget adalah postulat-postulatnya(seperti pada kasus geometri non-euclid, topologi, dkk).

Perbedaan dimensi juga terjadi dalam hal diskrit-kontinu seperti yang aku lakukan pada TA-ku dengan mendekati hasil dari persamaan diferensial dengan metode diskrit. Dengan menggunakan metode yang sama dengan matematika, yang pertama-tama harus dilakukan adalah mendefinisikan penasaran dan implikasi-implikasi dari definisi tersebut, kemudian melanjutkan pengertian apa yang dimaksud dengan lebih, seperti yang terjadi pada bilangan-bilangan transfinite.

Kalau menggunakan teori-teori normal-abnormal, maka tiap orang memiliki daerah abnormalitas(dalam kurva digambarkan sebagai daerah diluar lingkaran). Dengan menggunakan teori tersebut, lebih dari penasaran bisa dianalogikan melampaui batas-batas normal. Ya... semacam itulah... kapan-kapan dilanjutin.

Thursday, November 16, 2006

Layangan Putus

Hari ini aku bangun dengan suasana buruk. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi kemarin, rasanya tak ada yang salah, kecuali berita mengejutkan yang terulang beberapa kali lewat hp. Kepala pusing, dan meski masih bisa nyengir-nyengir plus tidur di kelas, keadaanku tak juga membaik.

Heran, tak biasanya aku begini. Mungkin, harus pakai tanda: AWAS YUTI GALAK, biar ngga ada yang deket-deket. Huahaha, ngga dink, separah apapun, kayanya aku belum bisa mengandalkan orang lain untuk jadi pelampiasan. Kenapa ya? Mana internet juga lelet, beberapa surat alhasil belum berhasil terkirim.

Keadaan ruangan saat ini: lagu American Pie-nya Madona yang baru saja berhenti, segelas air putih yang tak tersentuh, kerjaan yang ngga maju karena ketiadaan data, hp, flash disk yang tergeletak begitu saja. Beberapa window terbuka tentang matematik, hasil loncat-loncat dari blog mas koen, bikin ingin kembali ngotak-ngatik. Ilmu sosial bikin aku jadi mirip mbah Goo, mabok informasi tanpa solusi(maaf ya mbah..).

Padahal tadi di kelas abis nonton film tentang pembunuhan. Ini juga sih, film-nya ngga ikut mendukung mood. Mungkin gara-gara kepala pusing, jadi semuanya ikutan ngga enak...

Wednesday, November 15, 2006

Samaun Samadikun

Kepalaku dipenuhi daun berwarna-warni
yang mencium tanah
Musim gugur
Daun-daun berserak
Keindahan ironis
pada sebuah pertemuan yang menyisakan kesan mendalam
tidak bisa tidak mengingatkanku pada tokoh dalam cerita Tintin
bukan sebuah kiasan
hanya penghormatan akan arti kejujuran
sikap, dan integritas
pertanyaan tiada henti
agar tak pernah ada kata berhenti
untuk belajar, dan mencari
suatu yang hakiki

Tuesday, November 14, 2006

...

Sebentar lagi ujian...
Dalam hitungan puluhan menit lagi aku akan uts, dan aku sama sekali belum baca bahan-bahannya. Dosennya bilang ada 2 kemungkinan: a. Take home test dan b. Kerjain langsung di tempat. Aku berharap ujiannya tipe pertama, kalau ngga terpaksa mengarang. Tentu aja, ngga sembarangan ngarang, soalnya sedikit banyak aku udah sering baca-baca juga. Tapi lagi ngga mau ngulang. Mungkin karena temanya udah lumayan aku tekuni beberapa tahun lalu, dan diskusi di kelas hanya menyampaikan perulangan yang tak mampu menarik minatku, atau mungkin karena tiap informasi hanya membuat kepalaku makin bingung.

Over loaded informasi nih, dan jadinya malah kaya benang kusut. Huuaaa... akhirnya malah nge-blog, sambil baca-baca. Besok aku harus prsentasi, kemarin jadi hobi nanya-nanya di kelas, sekarang ngga mood ngapa-ngapain. Mungkin akumulasi kegiatan yang numpuk dari hari Jum'at, dan bawaan jadi ngantuk berat.

Nyari distraction ahhh..

Monday, November 13, 2006

Hidup

Kembali pada masa silam. Saat buku-buku dipenuhi berbagai gambar. Ada perasaan tenang ketika membaca cerita anak-anak Floopsy, Tikus Kota, Ibu Tikus, dan Jemima sang itik. Berlatar ilustrasi yang menarik, kepalaku teringat belasan tahun silam. Ketika itu, ibuku membelikan buku Disney bergambar, dengan kisah Lady and the Tramp, Bambi, dan belasan tokoh Disney lainnya.

Senang dapat kembali mengenang, dan menyadari ada banyak hal yang telah terlewati. Perubahan adalah suatu hal yang pasti, tapi tak semuanya memiliki arti. Memaknai adalah sebuah pilihan, begitupula untuk menjatuhkan sebuah keputusan.

Semoga aku tak hanya sekadar menjalani
Namun juga berhasil mewarnai

Thursday, November 09, 2006

Janji

D : "Yut, minggu depan masih di Bandung kan?"
Y : "Iya, Pak."
D : "Saya mau ngobrol."
Y : "Ok."
Setelah beberapa kali re-janji, akhirnya ngga jadi.

Dalam kesempatan berikutnya lewat sms
Y : Pak, boleh pinjam buku ANT? Terima kasih
D : Pasti boleh.. Sy juga ingin ngobrol banyak dg Anda soal ANT...
Peluang keberhasilan 1: ...

Monday, November 06, 2006

Kenangan

Badai kenangan itu kembali menerpa. Ruang. Orang. Hanya bangunan-bangunan baru menunjukkan waktu telah beranjak. Guru-guru yang menjamu ramah, hingga sedikit gembul karena disuguhi minum bergelas-gelas. Kilasan-kilasan peristiwa memainkan sebuah film panjang dalam kepala. Masa yang takkan terulang, meski menyisakan banyak kenangan.

NB: Ngantuk euy, hari pertama kembali kuliah dan ke LAPI. Ketemu banyak temen, maaf-maafan, dan juga ngantuk berat. Tugas kuliah alhamdulillah udah beres. Ngga taunya, aku ngerjainnya over dosis, harusnya cuma sampai manfaat, aku bikinnya sampai metodologi. Ya... bagus deh, soalnya buku untuk metodologi masih minim banget.

Enaknya sekarang ngapain ya? Kerjaan di kantor belum banyak, dan karena liburan aku gunakan untuk membaca sekitar 30 referensi, aku malas membaca yang berat-berat. FYI, aku maksa masukin salah satu permainanan paradoks dalam proposal tesisku. Tadinya mau masukin Godel, tapi kesannya maksa banget, akhirnya aku cuma menyelipkan Derrida dan self-reference dari Webster yang ditulis oleh Wittgenstein. Hoho, kalau waktu S1, paradoks Zeno cuma masuk di kata pengantar, semoga di tesis, paradoks bisa masuk bab 1. Trus makin lama, bab-nya jadi makin ke belakang. Whihi..., asyik kalo bisa nganalisis pakai pendekatan paradoks, meleset meleset larinya ke postmo.

Aku belum berhasil namatin Barbour, padahal pengen banget. Biasalah untuk meningkatkan sense holistik dan anti-reduksionistku. Bisa nyambung bisa ngga, tapi ngga pa-pa deh, bagiku seni menulis adalah menyusun logika yang bisa nyambungin bacaan lucu-lucu dengan tesis. Kan, seperti yang dikatakan oleh Derrida, bahwa makna merupakan hubungan antar tanda, alias ngga ada yang mutlak. Jadi selama argumen kuat, ya ngga masalah. Tentu aja, selain memuaskan kesenanganku bermain-main, harus ada manfaatnya, dan karena waktu S1 aku lebih banyak aktif di pers kampus, aku melihat pendekatan terhadap perubahan di masyarakat terkait erat dengan informasi.

Udah ah, mau nyoba tidur sambil duduk...

Sunday, November 05, 2006

Liburan Usai

Kembali menimba ilmu
Kembali dalam kemelut waktu
Kembali dalam kehidupan menderu
Kembali dalam babak baru

Ramadhan telah menempa diri
Semoga ruhnya dapat warnai hari

Ternyata pulang ke rumah membuat diriku menjadi pujangga. Tentu saja, ini terpengaruh suasana. Ada banyak kejadian menyenangkan, dan yang pasti pergantian ritme hidup. Lebih santai tepatnya, meski masih terperangkap puluhan buku yang menanti untuk kujalin dalam proposal tesis. Belum ada arah pasti, karena aku lebih senang berpetualang dari satu informasi menuju informasi lainnya, hingga akhirnya aku memutuskan membuat dua proposal karena masalahnya menjadi terlalu melebar. Tapi aku senang, dan sudah siap membuat dosenku tertawa dengan setumpuk tanya yang memenuhi kepala.

Senang akan kuliah dan kerja kembali, dengan tas baru. Huehehe, kaya anak kecil yang baru mau masuk sekolah. Mungkin sedikit unsur simbolisme, tapi hey, semua orang melakukannya.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...