Friday, December 29, 2006

Chaos

Jadi juga pakai teori yang satu itu dalam makalahku tentang energi. Huahaha.. ngga tau tuh tanggapan orang yang baca kaya gimana, analisanya penuh dengan graf, chaos, fractal, dan aku tambahin Game Theory segala. Keliatan banget nuansa kacaunya, sosial campur matematika. Abis, setelah masuk studi pembangunan, aku banyak mengalami fenomena perombakan teori. John Law kemudian membuat buku dengan judul After Method, yang bernuansa Teori Jejaring Aktor. Trus aku lanjutin dengan fractal, dan chaos, hasil baca buku Watts yang Six Degrees. Tentu aja ada beberapa premis yang aku sesuaikan, yaitu perumuman suatu titik, yang mulanya hanya bisa merepresentasikan manusia, aku perluas menjadi objek teknis, dan karena keasyikan ngoprek-ngoprek teori, aku nyaris melupakan tema energi-nya.

Kata dosenku aku harus konsen ngerjain tugas-tugasku dulu. Tapi teori-teori itu lucu, jadi aku senang menggabung-gabungkan teori itu menjadi grand theory. Kata dosenku, aku jangan terjebak ama aliran Newtonian. Huahaha, aku memang bukan Newtonian, tapi Cartesian(dua orang yang sealiran).

Thursday, December 21, 2006

Spiderman

Lagi jatuh cinta ama teori jejaring, dan tentu aja aku harus belajar banyak dari spiderman, sang ahli jaring, huehehe. Teori yang aku pakai menggunakan pendekatan jejaring aktor. Teorinya lumayan unik, karena menafikan keberadaan sebuah model. Jadi metodenya adalah, pandang sebuah aktor kemudian telusuri keterkaitannya dengan aktor-aktor lain. Untuk kasusku tentu saja, aktor yang aku incar adalah energi, dari sana mulailah aku berkenalan dengan aktor-aktor lain(hmm.. ternyata si energi punya temen cukup banyak:p).

Yang bikin penelusuran ini menarik adalah aksi pembingkaian suatu aktor. Sebagai ilustrasi, pada tingkat agregasi skala nasional, terdapat jejaring aktor di level industri dan pemerintah. Dengan melihat pada level yang rendah, diperoleh pola yang mirip di level organisasi, seperti relasi antara pekerja, pemilik perusahaan, kebutuhan dasar, dll. Ada yang udah bisa nebak kemana arah dari pembicaraan ini? Yup, lagi-lagi fraktal. Perulangan-perulangan pola yang ditemui pada berbagai level.

Tentu aja polanya ngga bisa se-rigid himpunan Cantor, tapi pola itu ada. Nah, dengan demikian, relasi yang terdapat di tingkat agregasi lebih tinggi memuat perilaku aktor-aktor di tingkat agregasi lebih rendah. Huahaha, si Yuti ngomong apa sih? Sebagai ilustrasi adalah perbandingan main dadu dan koin(kedua alat ini sangat sering digunakan sebagai ilustrasi dalam ilmu peluang), mana yang lebih besar peluangnya memperoleh angka 3 atau muka? Tentu aja orang akan memilih muka, karena peluangnya 50%(1/2) dibandingkan peluang seseorang memperoleh angka 3 yang peluangnya 1/6. Tapi ketika yang dilihat hanya menang atau kalah, maka hasil dari kedua permainan tersebut bisa sama, yaitu menang atau kalah(dan kayanya gara-gara ini masih banyak yang suka ikut undian, karena meski peluang kemenangan masih kecil tapi peluang itu masih ada; limit menuju nol sekalipun). Nah, perbedaan peluang inilah yang kadangkala diabaikan, alias orang biasanya hanya melihat sebuah kejadian dari hasilnya saja dan bukan dari proses.

Teori jejaring dengan tingkat agregasi yang berbeda-beda ini mencoba menjelaskan bahwa ada faktor-faktor yang terjadi di level lebih rendah tapi tidak tampak satu level diatasnya, tapi ternyata memberikan dampak yang besar pada beberapa level di atasnya. Contoh populernya adalah Efek Kupu-kupu, lengkap dengan tag: bagaimana kepakan kupu-kupu di Brazil bisa menyebabkan badai di Tuing-tuing(woho, dibaca: tempat yang jaaaaauuh).

Woho, seru kan?

Wednesday, December 20, 2006

Injury Time

Yeah, untuk menyemangati limit menuju deadline, saat chaos adalah saat-saat paling kreatif. Tapi asli waktu tidurku jadi berkurang banget. Pulang ke rumah, kadang tidur bentar, kadang langsung ON di depan kompie, mulai ngotak-ngatik kepingan-kepingan informasi mengenai energi menjadi sebuah narasi. Teka-teki yang cukup rumit, karena keterkaitanku dengan wacana energi masih minim banget. Kalau media, gender, sains aku masih lumayan nyambung, tapi energi... hmm.. butuh usaha keras untuk mengejar ketertinggalan. Ngga heran meja belajarku kaya kapal pecah(lihat posting Buku).

Ok, saatnya semangat. Tugas menumpuk masih menunggu untuk diselesaikan.. punya sumber semangat baru nih, huehe... dasar dosen lucu.

Tuesday, December 19, 2006

Buku

Tadi pagi, sebelum ke kantor, aku mampir di kios buku Gelap Nyawang. Gara-gara seseorang meminjam buku Hidden Connection-ku dan ngga ngaku kalau dia minjem, akhirnya aku memutuskan untuk membeli lagi. Sekarang udah tiga buku yang kukasih label reborn. Label buat buku-buku yang hilang karena dipinjam oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Maunya sih, orang-orang kaya gitu diblack list, tapi setelah ku pikir lagi, mumpung aku bisa ikut menyebar ilmu, sebaiknya aku tetap meminjamkan buku-bukuku(walau ada yang orang-orang yang suka nyebelin, masa membatasi buku dengan dilipat. Aaargh, masa mereka ngga kenal pembatas buku, atau kalau tingkat membacanya masih rendah, diinget aja jalinan ceritanya biar bisa tau kira-kira ada di halaman berapa).

Hal lain yang menyebalkan adalah mereka lupa untuk mengembalikan. Sekitar 30 buku-ku statusnya lagi keluar. Ok, kalau memang benar-benar dibaca, tapi kadang setelah ngejar-ngejar setengah mati, sampai aku sendiri yang merasa ngga enak karena neror orang, ada beberapa yang mengaku belum sempat membacanya. Hei, don't you know that I need that book to make my task or right down an article?

Tuh, kan aku jadi lupa tujuan awal membuka blogger, aku kan mau nulis karena nemu buku Gleick disalah satu rak. Penjaga kios itu udah sedikit hapal dengan pilihanku. Jadi setelah penjaga kiosnya selesai menyampul Hidden, kang Irfan, penjaga kios tersebut, mulai menawarkan sederet judul-judul buku yang menarik minatku(dan tentu saja bukan dari daerah rak kiri, dan etalase:D ). Setelah menolak semua pilihan yang dia tawarkan, mataku tertumbuk pada buku Misteri Apel Newton. Yang membuat aku akhirnya membungkus buku itu karena penulisnya, James Gleick. Nama itu familiar di kepalaku, meski sampai aku menulis di blog ini, aku belum menemukan dimana aku menemukan nama tersebut.

Mungkin terkait dengan hobiku baca-baca artikel yang terkait dengan Chaos, tapi aku ngga begitu yakin. Jadi begitulah, aku jadi membeli dua buku, Capra dan Gleick, dan sampai di kantor mail-ku tentang jejaring udah dijawab. Ah senangnya...

NB: aku nebak-nebak jumlah buku yang ada di meja belajarku, sekitar dua puluhan. Ternyata tebakanku meleset cukup jauh, 34 buku.

Tips: Ngga usah ngebayangin tampang meja belajarku kaya gimana...;p

Friday, December 15, 2006

Citra

Ugh, aku lagi menggalakan diri menggunakan bahasa Indonesia, tapi kesanku antara kata image dan citra koq beda banget ya? Apalagi kalau mau diletakan dalam konteks kajian budaya(cultural studies). Yah, pandang aja, kalau kata citra yang aku gunakan merepresentasikan kata image.

Lagi-lagi cerita bekutat tentang kisah anak matematika di jurusan Studi Pembangunan. Entah karena memiliki pengalaman traumatik dengan menghadapi simbol, mayoritas menganggap matematika sebagai pelajaran yang susah. Implikasi dari pandangan itu adalah, anak dari jurusan matematika dipandang sebagai orang pintar. Jadi kalau ada PR ekonomi mikro, yang jadi sumber info, aku. Padahal konsep ekonomiku rada-rada blank. Aku udah nyoba untuk belajar ekonomi, tapi gara-gara dikepala langsung muncul asosiasi klas-klasan, aku langsung menolak. Sekarang sih udah mending, soalnya aku lagi seneng melihat perspektif psikologi di ekonomi yang ternyata banyak banget. Dan dalam ekonomi mikro, ternyata banyak sodara-sodaranya Prisoner Dilemma, otomatis, sense tertarikku langsung ON.

Nah, kemarin PR-ku tentang membuktikan kemiringan kurva dengan menggunakan persamaan diferensial. Huaa, parah banget, aku udah lupa nama makhluk-makhluknya apa. Secara kotretan sih udah terbukti, tapi kan harus ditulis dengan nama-nama yang bisa dipahami, dan sederhana karena simple is beautifull, jadi aku berusaha untuk bikin pembuktian sesingkat dan sejelas mungkin. Gara-gara itu, aku buka buku kalkulus lagi dengan sedikit perasaan malu. Karena diferensial kan bahan TA-ku, yang baru aja kuselesaikan. Huehehe.. jadi ingat zaman bimbingan dulu ketika ditanya masalah gradien. Aku lupa kalau kian besar gradien kian curam suatu kurva, jadi dengan kalemnya aku memberi jawaban yang salah pada dosenku. Dan dosenku cuma nanya "yakin?" dengan pandangan lucu. Pas aku ubah jawaban, ditanya lagi, yakin? Woho...

Lucunya, dari dosen lain, aku tau dosenku nganggap aku pintar, kalau salah itu cuma karena aku grogi. Padahal bukan grogi, tapi ngga tau beneran..

Thursday, December 14, 2006

Six Degree

Aku lagi mencoba menamatkan buku Six Degrees-nya Duncan J. Watts. Buku karya Profesor matematika itu bercerita mengenai berbagai percobaan lucu. Salah satu ceritanya adalah percobaan yang dilakukan terhadap salah seorang responden pertanyaan mengenai jarak. Tujuh dari delapan responden sudah diberi tahu untuk memberi jawaban yang salah. Nah, satu orang yang apes ini, ketika diminta untuk menjawab pertanyaan mengeluarkan keringat dingin, karena ia ingin menjawab benar, tapi berlawanan dengan jawaban 7 orang lainnya.

Dalam buku Consumen Behaviour, pengaruh keramaian(crowd) juga tampak dalam pertimbangan konsumen menjatuhkan sebuah pilihan. Dari sebuah penelitian, tampak jika terdapat dua buah rumah makan yang ama-sama menyajikan menu asing dan belum dikenal, orang akan cendeung memilih rumah makan yang lebih ramai. Alasan yang diungkapkan di buku itu adalah karna "Tidak mungkin orang yang banyak tersebut semuanya salah."

Pengarah orang lain dalam perilaku seseorang hendak diterangkan dalam teori-teori jejaring. Dengan menggunakan diksi yang berbeda, gelagat ini juga telah ditangkap oleh orang-orang marketing. Tentu saja, ada berbagai pengecualian, seperti keberadaan benda-benda 'aneh'(lupa istilah ekonominya apa) yang perilakunya tidak dipengaruhi harga, orang-orang yang sengaja menantang arus, dll.

Jika dikaitkan dengan hukum kelembaman yang telah ditafsirkan secara bebas oleh Yuti, maka menjadi bagian dari massa merupakan sebuah kenyamanan. Artinya seperti ini, ketika sebuah benda diam akan digerakkan, tenaga yang harus dikeluarkan harus melewati sebuah ambang tertentu. Setelah melewati ambang tersebut, energi yang dikeluarkan tidak perlu sebesar energi awal, kecuali jika ingin menambah spesifikasi tersebut(misal: menambah kecepatan).

Begitu pula ketika bicara tentang masyarakat, keadaan suatu masyarakat merupakan suatu kondisi yang lembam, dan sulit berubah. Usikan kecil mungkin akan langsung tertolak, atau langsung distabilkan oleh sistem dengan hubungan yang simetris(pengusik akan memperoleh dampak sebagaimana yang diusik). Kalaupun pengusiknya kecil, maka ia harus memiliki tekanan yang besar(woho, jadi teringat pertanyaan, mana yang lebih merusak antara kaki gajah, atau sepatu hak 8 cm?). Trus besarnya pengaruh juga terlihat dari galat antara kondisi awal dengan apa yang dibawa. Kalau pendekatannya konflik, maka perubahan yang dibawa bisa lebih besar, meski memakan korban yang juga lebih besar.

Nah, yang menarik minatku adalah diamakah posisi sebuah aktor dalam jejaring yang kompleks? Dan pandangan bahwa tiap orang sejatinya memiliki peran dalam jejaring tersebut. Entah tinggal nyari, dicariin, atau proses seleksi alam yang akan menempatkan dirinya dalam keadaan tersebut(seperti konsep penyembuhan luka, dimana masing-masing sel akan memperbaiki dirinya sendiri).

Woho, ngga terstruktur banget nih, alur berpikirnya...

Tuesday, December 12, 2006

Jeda

Sebuah puisi yang pertama kali kubaca lewat Filosofi Kopi karya Dee, dan kembali kutemui di blog kak Ifah

s p a s i

seindah apapun huruf terukir,
dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

bukankah kita bisa bergerak jika ada jarak?
dan saling menyayang bila ada ruang?

kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan,
tapi ia tak ingin mencekik,
jadi ulurlah tali itu.

napas akan semakin melega
dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi.

darah akan mengalir deras
dari jantung yang tidak dipakai dua kali.

jiwa tidaklah dibelah,
tapi bersua dengan jiwa lain yang searah.

jadi jangan lumpuhkan aku
dengan mengatas-namakan kasih sayang.

mari berkelana
dengan rapat tapi tak dibebat.

janganlah saling membendung
apabila tak ingin tersandung.

pegang tanganku,
tapi jangan terlalu erat,
karena aku ingin seiring
bukan digiring.

NB: Semoga kau mengerti

Monday, December 11, 2006

Yugle

Minggu ini adalah saat-saat deadline. Mengumpulkan proposal tesis versi beta yang udah 4 kali kurombak, UAS, PR, tugas, dan tumpukan buku yang menunggu untuk ku baca. Seandainya aku bisa mem-plug buku-buku itu dalam kepalaku, jadilah Yugle=Yuti+Google. Huehehe, kebayang kalau pas ditanya dosen sebuah bagian, yang keluar dari mulutku informasi mentah. Kalau udah kaya gini nyambung ama tulisan Penrose yang menyatakan komputer tidak akan bisa menyerupai manusia. Tentu saja, bukan dari segi banyaknya informasi, atau pengambilan sebuah tindakan, karena kalau mau menggunakan fuzzy, bisa ada sebuah keputusan menggunakan mekanisme random, tapi lebih di level kesadaran.

Duh, aku ngantuk banget, padahal harus mempersiapkan UAS untuk besok..

Thursday, December 07, 2006

Chaos

Aku baru tahu penulisan chaos dalam bahasa Indonesia adalah keos. K-E-O-S, payahnya yang kebayang dalam kepalaku malah keong, huahaha. Daripada representasi di kepalaku menyimpang terlalu jauh, aku lebih memilih menggunakan kata chaos. Kali ini aku akan membahasnya dalam konteks sosial.

Actor Network Theory(ANT) memiliki thesis bahwa normalitas adalah chaos, dan abnormalitas adalah keteraturan. Ada yang mengilustrasikan keadaan ini dengan gelas yang jika jatuh pecah. Artinya, kehidupan menuju ketidakteraturan. Namun pandangan ini berbeda dengan fenomena yang ditemukan oleh Ilya Prigogine, seorang fisikawan sekaligus kimiawan yang menemukan struktur disipatif.

"A dissipative system is characterized by the spontaneous appearance of symmetry breaking (anisotropy) and the formation of complex, sometimes chaotic, structures where interacting particles exhibit long range correlations.(Wikipedia)"

Aku menganut paham apa ya? Hmm... Ayo tebak;p

Monday, December 04, 2006

Statistika

Pertanyaan mirip yang kuajukan pada tiga dosen yang berbeda.

Me : "Ngga suka Pak, rumusnya banyak banget. Saya ngga suka hapalan."
Dosen A : "Kamu harus banyak latihan soal, lama-lama kamu terbiasa menggunakan rumus-rumus itu."
Jawaban yang tidak membangkitkan minatku untuk belajar.

Me : "Saya ngga suka statistika, Pak. Simbolnya banyak banget, saya ngga ngerti."
Dosen B : "Di tempat lain ada juga lho, Yut. Cuma nama-namanya saja yang berbeda(sambil memberikan beberapa contoh konsep statistika yang ada di aljabar, dan analisis)."
Me : "Wah, asyik Pak."
Dosen B : "Iya, Yut. Lagian nanti kamu pasti akan banyak menggunakan statistik."
Sense ingin tahuku mulai timbul, meski untuk mempelajarinya aku akan mengambil jalan yang sedikit memutar, yaitu tidak langsung pada buku-buku statistik.

Me : "Wah, Pak. Saya ngga suka statistik."
Dosen C : "Sama dong."
Huehehe, entah kenapa rasanya jadi semangat belajar statistik.

Sabtu Ceria

Whoa, sabtu yang menyenangkan...

Lima buku baru
Naskah yang telah berpindah
Menghadiri walimah
dan bit-bit maya yang mewujud,
nyata

Friday, December 01, 2006

Waktu

Kemarin aku ditanya tentang masa depanku. “Ngga tau,” jawabku. “Punya konstrain dari orang tua?” tanyanya lagi. “Ngga,” ujarku sambil menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan.

Dalam hidup yang mengalir, tak pernah ada yang pasti
Bahkan air pun memiliki hilir yang jelas kan?
Tapi juga melewati banyak percabangan(dengan mantap)
Suatu saat kau tetap harus memilih
Ya, suatu saat. Bukan sekarang, biarlah kunikmati gelap barang sesaat. Selagi gelap belum pekat dan menelanku dalam berbagai keharusan, erat. Kau boleh memilihkannya jika kau mau, aku sering menggunakan cara ini jika kau belum tahu.
Membiarkan orang lain mengatur hidupmu?
Tidak tepat begitu. Kau tahu sendiri aku orang bebas, meski tak sepenuhnya lepas. Aku masih mencari, dalam berbagai bentuk kehidupan yang nanti akan kujalani. Apa yang kau tawarkan, kuanggap salah satu jalan.
Tapi kau suka?
(Pertanyaan ini lagi. Aku lupa bagaimana rasanya) Segala pengetahuan baru yang memenuhi kepalaku kadang membuatku hidup dan redup dalam waktu yang nyaris bersamaan. Peluang untuk maju didera berbagai macam kesalahan nyaris tak memberikan perubahan berarti. Hanya berdiam diri, caci maki dalam hati, karena tak tahu lagi bahwa pemikiran akan berarti.
Cari teman diskusi. Kau bisa gila jika mencarinya sendiri.
Asalkan tak hanya terperangkap dalam wacana-wacini, aku mau. Namun jika akhirnya kembali pada pemuasan rasa ingin tahu dan kecanggihan semu belaka, aku tak sudi.

Percakapan itu berakhir, menyisakan puluhan bait akan langkahku kedepan. Dalam satu bagian ia berujar, “Sudah ya, jangan ganti-ganti lagi.” Aku tersenyum. Sebuah Deja vu.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...