Gw: Jadi lo udah mutusin mau tetap di sosial?
Aku: Aku ngga tau. Hidup dalam dunia yang belepotan seperti ini kadang bikin frustasi, dan kalau sudah seperti itu rasanya ingin menyerah saja. Apalagi kalau ada salah satu pihak yang sudah saling menjatuhkan. Kalau mempermasalahkan metode, idealisme bagiku ngga apa-apa, tapi kalau udah menyinggung masalah personal, rasanya tidak etis aja.
Gw: Padahal kan lo udah nolak tawaran tesis yang menggunakan simulasi. Kenapa lo masih juga ingin kembali ke dunia angka, simbol, dan perhitungan?
Aku: Aku ngga tau, bener-bener ngga tau. Kalau akhirnya aku milih untuk menolak tawaran itu, karena aku merasa kalau mau bermain dengan simulasi lebih baik di math aja dimana aku tau pemetaan dari simbol-simbol yang aku gunakan, sedangkan dengan sistem dinamik, pemetaannya tidak terlalu rigid, bahkan kadang absurd.
Gw: Yee... lo tau sendiri dunia sosial emang sedikit lebih "lembut"?
Aku: Huahaha, dasar birokrat pakai kata lembut segala. Lalu apa yang membuat kamu mau di sosial?
Gw: Cuma karena ada ANT doang. Menurut gw, teori itu lumayan rapihlah, apalagi kalau dibandingkan dengan teori-teori sosial yang lain.
Aku: Teori yang membuat kamu mau berkompromi untuk masalah penelitian ya?
Gw: Yup, tau sendiri gw seneng banget main-main dengan teori, dan meski gw ngga kaya Erdos yang manggil anak kecil dengan epsilon, banyak kemiripan-kemiripan antara teori ini dengan konsep di math.
Aku: Iya, sampai kamu melambangkan aktor-aktor dengan bilangan asli kan?
Gw: Hey, tiap orang punya cara sendiri untuk bersenang-senang.
8 comments:
Ohohoho...
Udah,ngambil Struktur Aljabar aza teh..... hehehe...
*tahan godaan... tahan godaan*
Ambil jemuran aja Ti, sebelum musim hujan dateng :P
Wah solilokui lagi Ti? Kayak gini emang enaknya bercakap-cakap ke diri sendiri ya. Gak coba cari temen ngobrol?
Ngobrol ama temen udah pernah, tapi keputusan akhirnya kembali ke diri sendiri.
kadang2 memang sosiologi menyenangkan, karena kita makhluk sosial. Tapi kita kan perlu juga bermain dg tantangan utk menunjukkan kapasitas kita???
Kesimpulannya sosiologi itu tidak menunjukkan kapasitas dan kurang menantang?
Wow, pernyataan yang tendensius. Kalau persamaan matematis dianggap sebagai tantangan, coba ikuti sosiologi alirannya Watts. Beliau kental banget dengan nuansa math-nya(graph, statistik, analisis)
Kalau yang pakai pengamatan klasik(halah, pakai dikotomi)?? No comment dulu deh.:D
nah Yuti baru keluar giginya. Bikin dong sosiologi yg ngga ngeblunder, dicari yg bisa memberikan solusi
Output sosiologinya ke arah kebijakan. Jadi mungkin sedikit beyond sosiologi.
Secara metode, ngga ngeblunder, karena aku milih aliran yang lumayan spesifik dalam implementasi di lapangan. Tapi tetap aja ngga bisa sekaku epsilon-delta-konvergensi dalam math, hehe.
Udah ah, nanti CLBK lagi ama math..
Post a Comment