Thursday, March 03, 2005

Relasi Gender

Tanya : "Maaf, mbak. Boleh minta waktunya?"
Jawab : "Silahkan."

Tanya : "Saya dari majalah tii..t. Saat ini kami hendak mengangkat tema gender. Bagaimana pendapat mbak tentang relasi gender di Indonesia dewasa ini?"
Jawab : "Sebenarnya relasi gender saat ini cukup menarik. Anda pernah mendengar affirmative action, penerapannya bagi golongan feminis ekstrim dianggap bertentangan dengan semangat kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Tapi ada satu hal yang perlu diingat, yaitu kedudukan perempuan dan laki-laki merupakan bagian dari perjalanan sejarah, yang artinya melibatkan konstruksi budaya."

Tanya : "Jadi maksud mbak, kecendrungan perempuan untuk kerja di rumah merupakan hasil dari konstruksi budaya?"
Jawab : "Nah, Anda harus hati-hati kalau menyinggung masalah ini. Secara fisik, perempuan dan laki-laki memang berbeda. Jadi kalau ada perbedaan pekerjaan itu bisa terjadi karena dua alasan, pertama karena perbedaan fisik, dan kedua karena hasil konstruksi sosial. Hal ini harus diingat benar, agar tidak terjadi salah kaprah dan penyimpangan diantara semangat untuk mengangkat isu-isu gender."

Tanya : "Bagaimana pendapat mbak mengenai perempuan yang bekerja di luar rumah?"
Jawab : "Bagi saya permasalahannya bukan sekadar setuju atau tidak. Faktor-faktor mengenai kebutuhan aktualiasi diri, serta tanggungjawab terhadap keluarga sangat terkait erat. Saya pribadi, setuju-setuju saja asalkan kewajiban di dalam rumah dan di luar rumah dapat berjalan secara harmonis."

Tanya : "Apa pendapat mbak, tentang aksi penghapusan libur haid?"
Jawab : "Bagi saya itu aksi feminis yang kebablasan. Bagi saya, yang harus diperjuangkan bukan persamaan perlakuan antara perempuan dan laki-laki, namun bagaimana agar permasalahan perempuan dapat didengar. Contoh, perempuan-perempuan yang sering dilecehkan di lift ataupun angkot. Sayangnya, kadang perjuangan ini berbenturan dengan perempuan-perempuan yang juga tidak menghargai diri mereka sendiri."

Tanya : "Maksud mbak?"
Jawab : "Hmm... contohnya seperti ini, di Australia sempat ada aksi penentangan larangan memakai rok mini. Perusahaan yang mengeluarkan peraturan itu beralasan penggunaan pakaian yang mengumbar aurat menyebabkan produktivitas kerja menurun. Perempuan-perempuan itu beralasan pembatasan cara berpakaian melanggar HAM. Disaat yang sama banyak negara yang melarang perempuan dengan busana tertutup dengan alasan simbol agama. Coba Anda pikirkan, yang pertama memiliki alasan logis, sedangkan alasan kedua dengan alasan yang emosional dan sangat oldfashion."

Tanya : "Hubungannya dengan menghargai diri sendiri?"
Jawab : "Perempuan sekarang merasa bangga jika berani memamerkan aurat. Padahal zaman dahulu mengenakan pakaian tertutup hanya dapat dilakukan oleh kalangan bangsawan."

Tanya : "Ok, mbak terimakasih."
Jawab : "Sama-sama."

No comments:

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...