“Tak ada sahabat yang kekal dalam politik(berlaku juga untuk lawan).” Itulah pameo yang sering aku dengar. Kalau untuk lawan, mungkin aku akan setuju, bukankah dunia ini memang lebih indah jika semua manusia saling bersahabat. Tapi tentu saja, pandangan yang akan diamini semua orang tersebut sangat sulit diperoleh bentuk realnya. Jangankan yang berbeda latarbelakang budaya atau negara. Antara satu keluarga saja bisa terjadi pertempuran. Seperti tadi siang, aku mendengar cerita mengenai Hideyoshi. Tokoh yang diceritakan bijak dalam buku Taiko tersebut, ternyata menyimpan lembaran hitam. Demi melanggengkan putranya menjadi orang nomor satu, ia membunuh keponakannya sendiri yang telah menjadi biksu. Sungguh, kekuasaan kadang membuatku merinding. Sama juga dengan kisah sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia, aku lupa yang mana, yang jelas ada kerajaan yang isinya penuh bunuh-bunuhan, kakak ipar, istri, anak semuanya tewas mengenaskan… pokoknya ketika menghadapi ujian sejarah jadi pusing deh… banyak bener meninggalnya.
Tapi sebagaimana yang pernah aku baca, sejarah pada umumnya hanya mencatat orang-orang besar. Kajian sosial dan orang-orang kecil yang sebenarnya punya andil cukup banyak, luput dalam catatan. Hal ini yang kadang menjadikan perubahan itu tampak kasar dan menggilas sisi-sisi kemanusiaan. Bagaimana tidak, atas nama kekuasaan seseorang sah-sah saja mengenyahkan lawan politiknya. Entah lewat propaganda-propaganda hingga UU Subversif, yang pasca-reformasi dicabut. Untung saja, aku masih bisa menemukan cerita-cerita yang bisa membuat aku tersenyum. Kartini dengan surat-suratnya cukup membuat aku terhibur. Setidaknya masih ada sebuah nilai yang dihormati bersama, yaitu persahabatan yang tidak pandang budaya.
Untuk menjadi seorang sahabat, kau hanya perlu membuka hati lebar-lebar, selanjutnya biarkan hatimu menuntun langkahmu. Aku kadang suka heran dengan berbagai kebetulan, seperti suatu kali saat aku sedang gundah, tiba-tiba ada telepon. Dari seberang, sobatku bilang “Tiba-tiba aku ingin nelpon kamu.” Aku suka terkagum-kagum dengan kebetulan, makanya aku seneng dengan kata-kata providentia dei(penyelenggaraan Tuhan), yaitu salah satu bentuk kasih-Nya yang mewujud dalam bentuk seorang sahabat.
Indah, murni dan membebaskan. Cka..ka…kak aku seneng banget dengan kata-kata membebaskan, tertindas, proletar. Biasalah, pengaruh masa muda. Tapi itulah sahabat, meski dalam definisinya ia merupakan sebuah bentuk ikatan, namun ketika kau menjalaninya ia akan membebaskanmu. Bagaimana ya… mengatakannya? Sahabat adalah orang yang akan ada saat kau membutuhkannya dan mengerti ketika kau butuh ruang untuk sendiri. Seseorang yang akan menguatkanmu ketika kau lemah, dan ketika kau menopangnya kau akan menjadi utuh. Bagian yang terpisah dari dirimu, sekaligus paling mengerti siapa dirimu yang sebenarnya.
Kayanya aku masih harus belajar banyak untuk menjadi sahabat yang baik. Untuk seseorang yang telah mengingatkan aku, makasih banyak nya…
No comments:
Post a Comment