Sunday, October 09, 2005

Kepada Seorang Kawan

[Episode: Terimakasih]

Sudah lama aku tidak menyuratimu. Bukan karena aku sudah melupakanmu, kau boleh yakin aku tidak mungkin melakukan hal itu, tapi aku berusaha untuk menjadi dewasa. Kau mungkin bingung, apa hubungannya kedewasaan dengan surat-suratku untukmu? Aku yakin kau akan geleng-geleng kepala dengan cara berpikirku yang aneh, namun bukankah kau selalu menyukainya dan karena itu kita bisa cocok?

Saat ini aku sedang bertapa. Setidaknya, aku mencoba untuk melakukan itu. Merenungkan segala hal yang telah aku alami, rasakan, dan lebih jauh dari, apa yang ingin aku lakukan kedepan. Seperti yang selalu kau doakan untukku, “Semoga kau dapat meraih legenda pribadimu.” Aku memang sedang melakukan hal itu, dan untuk mencapainya aku mencoba untuk bisa berdiri sendiri. Namun tiap kali aku mencoba merenungkannya sendiri yang kutemukan hanyalah jalan buntu.

Kau tahu, ketika aku berusaha mencari jawabannya ke dalam aku malah kian bingung. Dorongan dari dirimulah yang membuatku menemukan secercah jalan terang. Aku tahu, kalau begini terus aku tidak bisa menjadi dewasa, aku akan selalu bergantung padamu. Ingin rasanya aku bilang, “Kamu jangan terlalu baik padaku, nanti aku tidak bisa mandiri,” tapi selain aku tidak mampu mengatakan hal itu, aku merasa keberadaanmu dalam hidupku sudah demikian adanya, begitu benar. Seperti mentari yang menyinari bumi dengan sinarnya, tanpa perlu ada alasan mengapa.

Kuharap kau tidak merusak gambaran ini dengan mengutarakan teori-teori kosmologi ya… Aku tahu galaksi kita tidak memiliki kedudukan unik dalam jagat semesta ini, karena itu keberadaannya setara dengan galaksi-galaksi lainnya. Tapi pernahkah kau berpikir sebuah susunan tata surya yang sama sekali lain? Sebuah gambaran aneh khas film science-fiction? Jujur saja, aku tidak bisa membayangkannya, sama seperti membayangkan kehidupanku tanpa dirimu.

Mungkin kau akan bilang aku gombal(hei, bukankah kau sudah terbiasa dengan gayaku ini?), tapi bagaimana kalau aku bilang bahwa apa yang kukatakan ini benar-benar datang dari hatiku? Apakah kau akan melarangku untuk berkata jujur?

Baiklah, aku akan mencoba untuk membuatnya sederhana.
Terimakasih karena telah menjadi kawanku
Terimakasih karena menunggu pergantian hari untuk menyambut hari lahirku
Terimakasih karena doa-doamu yang menyejukkan
Terimakasih karena keberadaanmu
Terimakasih karena mau memahamiku
Terimakasih karena mau menerima baik burukku
Terimakasih karena menjadi bagian dari hidupku

Nah, sekarang kau lihat kan, aku benar-benar tidak pandai berkata-kata. Ada begitu banyak kebaikanmu yang belum kusebutkan, dan tiap kali aku menuliskan salah satunya, ingatanku bergerak jauh lebih cepat. Aku menyerah… kau begitu baik.

Kawan, saat ini Ramadhan. Aku tahu kata-kata dan sikapku takkan pernah bisa membalas segala kebaikanmu, karena itu di bulan mulia dan penuh keajaiban ini, hanya kepada Sang Khalik-lah kupinta yang terbaik untukmu.

Salam sayang selalu,
Kawanmu
Yuti Ariani

NB: Kepada orang-orang yang telah menyisihkan sebagian waktunya untuk memberi kebahagiaan dan doanya untukku, terimakasih yang tak terhingga…

3 comments:

Anonymous said...

yut...aku hampir nangis....hehe (GR amat kayak surat ini ditujukan untukku aja, btw kamu tau nggak, jam setengah 12 malem aku nulis sms untuk ultahmu, eh taunya abis itu ketiduran, n baru kukirim jam 3 kali yaa...so sory....hehe.(btw kamu emang gombal!) miss u

Cheshire cat said...

Masa sih aku gombal, hehe... Tapi surat ini emang terinspirasi ama kamu koq, yang nyingung-nyinggung tentang legenda pribadi kan cuma kamu(udah ah, ntar kegombalannya malah makin parah)

Miss u 2

za said...

Selamat Milad 22, ya Ti. Maaf telat. Semoga setiap detik yang berlalu mampu membuat diri mu selalu bercahaya.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...