Thursday, August 10, 2006

Jalan Pedang

Ketularan Musashi nih... aku juga sedang merumuskan jalanku sendiri. Gara-gara waktu TA kerjaanku motong-motongin integral(baca: ngerjainnya pakai versi diskret), aku jadi senang melihat segala sesuatunya dengan cara pandang yang utuh. Dan di dalam buku Musashi itu banyak diajarkan mengenai filosofi hidup, khususnya jalan pedang seorang Samurai. Memang, jalan pedang tak terlepas dari sebuah senjata, namun benda fisik itu hanyalah sebuah simbol pemahaman yang lebih dalam lagi, yang menurutku dialami oleh semua orang.

Aku sendiri sekarang sedang mereka-reka pilihan-pilihan yang akan kuambil untuk masa depanku nanti. Payahnya minatku rada-rada divergen, kebanyakan aku menelusuri sesuatu hanya for the sake of curiosity, kebayang kan gimana acak kadutnya. Udah gitu, aku juga rada males berhubungan dengan yang formal-formal. Waktu zaman bimbingan aja, dosenku sering ngeliatin caraku mencatat. Belum lagi urusan birokrasi di TU, dan gaya belajarku yang abstrak banget. Aku pkir, gaya hidupku ini suatu saat akan menimbulkan masalah. Eh, udah pernah sih, tapi karena aku ngga gitu peduli jadinya terulang lagi dan lagi.

Harusnya sebagai anak math, aku agak tertib. Hmm... aku memang senang membuat pola, tapi ketika berhubungan dengan diriki sendiri, aku terlalu bosan dengan pola yang ada, sehingga munculah distraksi-distraksi aneh, yang sebenarnya membuat hidup lebih rumit. Jadi teringat obrolan dengan dosen tentang anti. Sebuah anti, tidak akan anti terhadap dirinya sendiri. Waktu itu kami sedang membicarakan tentang postmo yang menyatakan ketiadaan akan adanya sebuah meta-narasi, tapi pandangan itu tidak bisa menafikan cara pandang postmo itu sendiri. Duh, kenapa aku cinta banget ama paradoks?

Kalau didiskretkan, mungkin kecintaanku ama paradoks ngga akan begitu berpengaruh dalam hidupku. Tapi karena masih dalam satu fungsi yang sama, ternyata kebawa juga. Huaaa... tolong, aku keracunan epsilon, waktu nulis aja dikepala udah kebayang limit, epsilon, dkk. Udah, ah keburu racunyya menyerang otak lebih cepat lagi..

9 comments:

Anonymous said...

Tapi mengapa yg anti tidak bisa menafikan diri sendiri? Pasti jawabannya bukan karena 'pokoknya', kan? He...he... Kasus ini sebenarnya tidak hanya terjadi pada posmo. Positivis logik diantaranya mengatakan: "pernyataan yang bermakna adalah yang dapat diuji salah/benar-nya dengan eksperimen". Tapi bagaimana menguji kebenaran pernyataan itu sendiri? Freud sepertinya jg pernah menyatakan: "Manusia meyakini suatu kebenaran karena pengaruh alam bawah sadarnya. Seks adalah penggerak (bawah sadar) utama semua pemikiran manusia". Tapi bagaimana menguji kebenaran pernyataan ini?

Cheshire cat said...

Karena adanya asumsi awal yang memang tak bisa dibuktikan, seperti yang dikatakan dalam teorema ketidaklengkapan Godel. Masalahanya adalah bagaimana membuktikan teorema ketidaklengkapan tersebut:) Seperti pernyataan semua oranga dalah pembohong. Nah, karena yang mengatakan pernyataan tersebut juga orang, maka kalau pernyataannya tersebut salah, maka ia sendiri merupakan orang jujur, yang jelas2 kontradiksi dengan pernyataan diawal. Dan kalau pernyataan tersebut benar, maka ia berbohong yang artinya pernyataannya harus dilihat dalam bentuk negasi. Walah, iterasinya ngga ada habisnya.

Anonymous said...

He..he..paradox. Kalau menurutku sih justru di sinilah salah satu tugas filsafat: mempertanyakan asumsi2 dasar yang kadang tersembunyi. Menurutku ada perbedaan besar antara teorema godel dan contoh2 argumen-argumen filosofis yang paradox (mis: positivis logis, freud dan posmo).
1. Argumen positivis logis, freud dan posmo mengandung kontradiksi. Jika kita mengasumsikan proposisi tersebut benar, maka ia akan menyangkal/menggugurkan dirinya sendiri. Kontradiksi ini membuktikan kesalahan proposisi tersebut.
2. Godel berbeda. Jika kita asumsikan proposisi (dalam pembuktian teorema godel) benar, maka proposisi tersebut salah. Tapi jika kita katakan salah maka proposisi tersebut benar. Mengapa bisa begitu? Karena adal "self reference" dalam proposisi tersebut persis seperti "liar paradox". Sebenarnya ada masalah dalam teorema godel ini, tapi sementara ini cukup saya nyatakan bahwa jenis proposisi(1) berbeda dengan jenis proposisi2).
Jadi? Menurut saya jenis (1) adalah proposisi yang salah. Jadi contoh proposisi filosofis di atas (freud, positivis dan posmo) "salah" bukan paradox. Menurut saya, secara logika, kita tidak boleh berpegang pada asumsi dasar yang menafikan dirinya sendiri (jenis 1)

Cheshire cat said...

Oooh, begitu, thanks atas penjelasannya:)

Jadi tergoda untuk memberi 2 pernyataan:
X: nilai kebenarannya setara dengan Y
Y: benar, jika X salah

Anonymous said...

He2, dua pernyataannya menarik. Dari sistem ini bisa timbul paradox. Dari yang saya tahu, sumber paradox dalam sebuah proposisi ada dua:
1. Jika sistem aksiomatiknya mengandung aksioma yang berkontradiksi. (contoh pernyataan yuti mungkin termasuk dalam jenis ini)
2. Jika proposisi mengandung self reference. (teorema godel 'mungkin' termasuk jenis ini).

Trus. Yuti ngambil SP ya? Diajar pak Sanny gak?

Cheshire cat said...

Pak Sanny dari jurusan Teknik Geofisika? Sepertinya tidak. Adanya pak Sonny dari Fisika Teknik.

Anonymous said...

Iya. Pak Sanny kenal baik. Kalau pak Sonny cuma sekedar tahu. Dulu pernah kerja bareng pak Sanny di Kebijakan Industri. Katanya dulu beliau juga ngajar di SP

Yustika said...

weleh2, diskusi kok lewat postingan komentar, balas2an lagi :p

ExeCute said...

Wah seneng ya lihat mahasiswa sekarang pada suka berdiskusi. Bahasanya tingkat tinggi lagi(Assembler, fortran,perl***gak nyambung)

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...