Monday, October 30, 2006

Malam

Musik enggan untuk berdendang, hingga malam hanya berlatar dengung kipas. Udara Serpong panas. Suara geledek hanya meledek sesaat di petang. Aku larut dalam kesunyian. Koran datang membawa banyak cerita kehidupan. Tentang Muhammad Yunus dan sistem perbankan. Hidup seharusnya memang penuh dengan harapan, dan aku yang tetap bingung dengan banyaknya pilihan.

Berjalan-jalan dalam dunia maya. Menemukan banyak hal sederhana namun bermakna. Tentang maaf, cita-cita, dan asa, berbaur dengan ritme hidup yang berlalu tanpa terasa. Terus berjuang untuk menjadi manusia, yang tahu bagaimana untuk mengasihi sesama, dalam puja pada Sang Maha Esa.

Kerlip bintang menghiasi angkasa. Kadang terlihat kesepian namun kadang juga menguatkan. Mungkin manusia boleh sedikit bangga, karena diberi banyak kesempatan mengagumi semesta raya. Boleh bangga juga karena alam bisa direkayasa, meski tak luput dari bencana.

Tuhan...
Berikan aku petunjuk jalan

Sunday, October 29, 2006

Fitri

Lebaran kali ini aku mengirimkan beberapa pinta maaf. Sesuatu yang biasa urung kulakukan saat beduk bertalu berlatar Allahu Akbar. Bagiku kata kadang terlalu sederhana. Seperti udara yang terlalu biasa mengisi rongga-rongga. Dengan berkata, khilaf akan terus terulang membentuk deret tak hingga. Perulangan-perulangan yang tak selesai hanya dengan maaf, lahir batin, ataupun kata-kata indah lain yang memenuhi kotak inbox sms-ku. Namun tahun ini, biasa itu sedikit berubah.

Banyak perubahan tahun ini, kerja berpadu kuliah, waktu luang yang kini terasa lebih mahal namun juga bertambah indah. Buku-buku belum terbaca yang membentuk tumpukan tersendiri di rak, hingga mencoba untuk kembali merumuskan kembali hidup. Ada banyak cara untuk kembali, tercebur dalam lautan perbedaan hingga akhirnya menyadari identitas diri, atau berkawan persamaan hingga tak tahu lagi apa artinya menjadi seorang pribadi.

Aku masih mencari, seperti deret yang terus mendekat menuju suatu angka pasti. Limit tiada henti meski usaha kadang tersendat sebuah imaji khayali. Hanya Dia yang Hakiki, meski jiwa tak selalu fitri untuk mengingat Sang Pemilik Kasih.

Kali ini kubiarkan bit-bit informasi menggantikan kehinaan diri. Bukan sesuatu yang sejati, bukan pula pemakluman diri, tapi suatu pengingatan kembali.

Aku lemah...
Namun tak mau menyerah

NB: Terima kasih atas banyak cinta yang telah diberikan padaku

Thursday, October 19, 2006

Mitos Matematika(wan)

Tanpa melakukan apa-apa, udah dua dosen menawariku bahan tesis. Alasannya sederhana, aku dari jurusan matematika, dan entah, apa yang terbayang ketika mendengar kata matematika, aku langsung disodorin statistika. Waaiiit!!! Sejak kapan anak matematika harus jago statistika, selama aku kuliah, aku cuma ngambil 1 kuliah pilihan dan 1 kuliah wajib statistika. Artinya, statistika bukan gw banget.

Beberapa mitos lainnya:
1. Aku jago mikro ekonomi
2. Aku mengikuti perkembangan dunia math
3. Aku ngerti graf
4. Pemahaman tentang matrix udah di luar kepala
5. Persamaan-persamaan math bagiku gampang

Fakta:
1. Aku memang bisa kalau harus mengerjakan persamaan diferensial, tapi kalau dikaitkan dengan konsep ekonominya aku masih rada blank.
2. Kalau ini lumayan bener, tapi ini karena aku punya temen yang suka cerita tentang perkembangan di Santa Fe, suka ama Poincare conjecture, dll. Jadi sebagai teman yang baik, aku pasti ngedengerin cerita2 itu.
3. Aku suka graf, tapi kalau lagi mood aja, alias baca-baca bukunya, tapi kalau pas ujian, aku jadi ilfeel.
4. Yup, diartikan secara harfiah. Bener-bener di luar kepala, a.k.a harus buka buku dulu.
5. No comment untuk yang ini.

Monday, October 16, 2006

All the Love in the World

Sabtu pagi, 05.30
Aku masih asyik memperhatikan ibuku yang siap-siap mau kembali ke Jakarta. Sebuah pikiran melintas, “Apa ikut aja ya ke Serpong. Pasar buku udah sering, reuni sekolah belum jelas jadi apa ngga, take home test bisa dikerjain di Serpong.” Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang.

Sabtu pagi, 05.45
Duduk dengan manis menuju Cihampelas, setelah membuat keputusan singkat tentang buku-buku apa saja yang kira-kira akan kuperlukan. Aku mulai bergantung dengan perpustakaan kecilku di Bandung. Kebanyakan pola pikirku terbentuk oleh buku-buku itu, dan meski di Serpong juga ada banyak buku, buku-buku itu asing. The Other Path, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Pendidikan Kaum Tertindas menjadi pilihanku. Selain sebuah buku fiksi yang masih belum sempat kubaca.

Ayah dan kakakku belum tau aku akan pulang. Bahkan setengah jam sebelum naik mobil yang membawaku ke Cihampelas, aku sendiripun tidak tau kalau aku akan pulang. Banyak yang bilang aku cinta pada kekacauan, dan yeah, asalkan semua berakhir dengan baik, kenapa tidak? Dan itu terbukti ketika aku sampai di rumah.

Kegembiraan dapat berkumpul kembali tak dapat digantikan oleh kata-kata. Sekadar bercerita, atau menghabiskan waktu bersama tanpa kata-kata merupakan momen yang yang indah. Apalagi ibuku hari Minggu berulangtahun. Kakakku menghadiahkan ibuku sebuah harmonika yang membuat suasana rumah kian ceria. Meski aku harus menyelesaikan essay 10 halaman, aku tetap merasa gembira.

Malam hari, kami makan malam bersama, di mall yang dipadati orang-orang belanja. Melengkapi ritual berjalan-jalan, dengan mampir ke Gramedia, yang disudahi dengan mencari roti pentung.

Sang Maha Kasih,
terimakasih

Friday, October 13, 2006

Tesis

Mulai nyusun tesis, sipirili...
Tadi udah nyari-nyari bahan, dan karena gaya belajarku ngga pernah konvergen, bacaanku jadi melebar banget. Kali ini aku mulai dengan bermain-main di MIT open course dan cdg-nya Columbia University. Dapat artikel yang lumayan nyambung dengan buku Introducing to Social Networking yang dipinjemin pak Sonny, dan kesimpulan sementaranya bikin aku ngeri: alat yang dipakai statistik banget, selain teori graf. Kayanya aku bener-bener harus mulai belajar statistik.

Minggu depan, aku udah mulai nyetor hasil bacaan. Gaya belajar favoritku adalah membaca bebas dan cerita. Tentu aja, ceritanya ngga di depan kelas. Soalnya kalo di depan banyak orang ide-ide kaya lompat-lompat di kepala sehingga pas keluar malah belepotan. Tapi pas acara diskusi di kelas selasa lalu, seru juga. Dosennya menggunakan gaya Socrates yang berargumen dengan cara bertanya, dan ketika aku jawab dengan bertanya juga malah jadi ngga boleh. Huehehe, seneng. Bagiku, pemain yang kalah adalah pemain yang mengeluarkan 'pokoknya.' Kata itu mlambangkan penggunaan otoritas. Hehe, kidding, kidding, Sir...

Tentang tesis, aku belom bisa cerita banyak. Tapi paling besar kemungkinannya ke arah difusi teknologi dengan pendekatan kajian budaya. Alat analisisnya pake graf dan statistik. Ini masih gambaran super kasarnya, soalnya aku masih bingung untuk nembak kasus apa, ngga mungkin teori doang. Kalau pure kajian budaya, aku bisa cerita banyak tentang pengaruh media, dan adanya idol, tapi kalau menggunakan teori-teori sosiologi plus alat-alat matmatika, aku sama sekali belum ada ide, makanya nih rada-rada ngga sabar nunggu minggu depan. Mau tau perkembangannya kaya apa.

Btw, udah sempet juga cerita sedikit ke dosen, kalo aku bingung gara-gara kebanyakan baca. Eh, dosenku malah ketawa-tawa. Kayanya udah beberapa kali aku diketawain dosen gara-gara bingung. Dosen pemodelanku ekspresinya lucu banget waktu ngeliat aku bingung. Soalnya beliau serius banget, tapi bisa juga ketawa lepas. Ngomong-ngomong tentang ekspresiku, waktu aku salah naik angkot, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sopir angkot langsung melambatkan laju mobil, dan bertanya, apa aku salah naik. Hmm... ada apa ya dengan ekspresi mukaku?

Wednesday, October 11, 2006

Bukan Aku

Bukan aku yang memilih menghilang
Bukan aku yang tak memberi kabar
Bukan aku yang menyebabkan keadaan ini
Bukan aku...

Lalu kenapa kau merasa seolah tak ada yang berubah?

Tuesday, October 10, 2006

Kupu-kupu

Semalam bulan bilang, satu kupu-kupu indah baru saja keluar dari kepompong dan terbang menghiasi langit...

Kata-kata itu singgah di kotak inbox-ku. Mengajak imajiku terbang menuju ingatan kisah Rana dan Ferre. Sebuah pertemuan akibat firasat, dan dipaksa berakhir terlampau cepat. Apakah semuanya memang tepat?

Aku tidak tahu. Angin kuat kadang membuat kepak sayap menjadi berat. Waktu yang membuat kepingan-kepingan hidup menjadi diskrit tak mampu mengajarkan banyak. Pun, perulangan yang hanya memberi sedikit variasi.

23 tahun sudah...
Entah apa yang berubah
Masihkah dapat bermain lepas
atau aturan permainan kini bertambah

Pintaku pada Sang Maha
Semoga tak ada yang sia-sia
dalam puja
Pun dalam hubungan antar sesama

Thursday, October 05, 2006

Biru

"Kenapa kau suka biru?" tanyamu suatu kali
Wajahmu memancarkan ekspresi yang mengingatkanku pada laut
"Aku takut kau jatuh cinta pada sendu," ujarmu.

NB: ternyata sendu juga menular, aku baru tahu

Wednesday, October 04, 2006

Ritual

Entah kenapa, menyapanya menjadi kebiasaan
Dan hari ini ritual itu hilang

Tuesday, October 03, 2006

Antara Math dan Studi Pembangunan

Kemarin aku nonton teman sebimbinganku seminar. Salah seorang pengujinya sama denganku. Sebelum seminar dimulai, aku sempat mengobrol.
Bpk : Sekarang dimana Yut, udah jadi wartawan?
Me : Ngga pak, sekarang kuliah lagi di studi pembangunan
Bpk : Lho, ke studi pembangunan, kirain bakal ngambil Fikom Jurnalistik?
Me : Ngga pak, kalau mau jadi wartawan mending terjun langsung nyari pengalaman.

Selang beberapa waktu kemudian...
Bpk : Wah, ini dia kesalahan terbesar, TA-nya shock wave, tapi ngelanjutin ke studi pembangunan.
Me : Kalau masalah entropi di studi pembangunan juga ada, Pak. Lagian TA yang penting proses belajarnya.
Bpk : Iya juga, matematikanya gimana?
Me : Ada game theory, sistem dinamik, tergantung mau dipake atau ngga(ujarku sambil nyengir).

Hmm... kalau melihat perkembangan bacaanku sekarang, kebanyakan tentang difusi teknologi dengan pendekatan historis. Ada sih buku yang menggunakan teroi graf, tapi aku malah kurang tertarik, kecuali kurva logistik yang digunakan untuk menjelaskan penyebaran teknologi. Apa aku mulai bikin blog tesis ya? Minggu lalu udah ada forum pra tesis, dan aku menjawab minatku adalah perpaduan antara cultural studies dalam konteks teknologi. Masih belum yakin juga arahnya kemana, kalau mau yang keren, asyiknya mirip-mirip kajian Bandung Fe, tapi asi masih rada bingung.

Satu hal yang pasti, kajian teknologi. Mengenai alat aku belum pasti. Kalau bisa menggunakan konsep math, asyik juga, soalnya kadang suka kangen ngotak-ngatik persamaan. Bukan karena filosofinya, tapi ngotak-ngatik persamaan lebih mirip kaya ngerjain TTS, atau teka-teki. Hmm.. tapi mungkin kemampuanku untuk itu akan bekurang kalau makananku sehari-hari buku tanpa simbol.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...