Friday, July 27, 2007

Diskrit

Fyuuhh... sekarang ini aku benar-benar lagi mencoba mendiskritkan otakku. Tesis, acara film, proyek, setumpuk bahan yang harus dipelajari, membuat model menggunakan sistem dinamik, rapat/acara/seminar mendadak dan rencana setelah kontrakku di LAPI abis. Kontrak abis memang memberiku banyak waktu untuk mengerjakan tumpukan tugas lainnya, tapi aku jadi kehilangan ritme.

Dan sekarang harus mulai mikir juga, aku mau kerja atau melanjutkan sekolah lagi ya? Kalau mau sekolah lagi, artinya harus mulai nyari beasiswa, dan meningkatkan berbagai ketrampilan, mulai dari membuat model, bahasa, wacana, serta teknik-teknik analisis. Kalau kerja..., mmph, aku belum bisa membayangkan diriku dalam sebuah ruang dengan setumpuk rutinitas. Sampai sekarang aku merasa, itu bukan aku banget. Kalaupun kantoran, maunya yang banyak jalan-jalan ke lapangan. Dosen?? Mmmphh... ngga tau deh.

Sekarang jalanin aja dulu apa yang ada di depan mata. Ngga memilih aja, udah jalan terus koq, huehehe, abis ngga bilang iya aja, kayanya aku udah terlibat banyak hal tanpa aku sadari.

NB: musik aku ganti dengan etalase buku. Belum banyak sih isinya...

2 comments:

Anonymous said...

Tuh kan tanpa disadari kita seringkali menjadi, tanpa pernah sadar kalau kita sebenarnya sudah membuat pilihan. Jadi tetap saja hidup tidak bisa berupa fungsi diskrit.

Kok diganti musiknya? Bukannya banyak yang suka. Kenapa gak dua-dua-nya aja ditampilin: musik dan buku.

Cheshire cat said...

Memang ngga mungkin sepenuhnya diskrit, tapi mendekati, jadi bisa multitasking mengerjakan hal-hal yang beda tema.

Kadang-kadang musiknya mengganggu kalau lagi masang musik.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...