Asyik nih keluyuran terus, sekarang saya balik kerumah tersayang. Balik ke pangkuan bunda, he..he.. hiperbolanya kumat. Ternyata dirumah ada buku-buku lucu, peninggalan zaman SMA salah satunya tentang Tan Malaka. Pikir-pikir, sejarah hidupnya kasian juga ya… dan kenapa orang-orang hebat kaya dia seperti tenggelam dibalik nama-nama besar. Padahal perjuangannya aja yang rada beda. Okelah emang dia sempet duduk di Komintern pusat yang berkedudukan di Moskow, tapi abis itu dia kan jadi pejuang yang cukup nasionalis juga buktinya dia bikin PARI. Heran juga sih, kenapa banyak yang ngga cocok ama beliau, dengan pemikiran yang brilian dia mampu bikin sekolah-sekolah merah yang ngetrend dan mampu cepat menggerakkan massa.
Tentang konsep sekolah sebenarnya saya masih banyak diliputi pertanyaan, menurut saya sih yang sekarang kita terapin lebih banyak masih untuk mengakomodisir keinginan pasar. Maksudnya bentuk sekolah yang ideal belum tercapai sepenuhnya. Hal yang sama juga diterapin di Korsel dengan menitikberatkan pada jurursan2 yang dapat langsung mendukung industri, makanya sekarang korsel udah maju banget. Nah, di masa perjuangan kemerdekaan dulu Tan juga bikin sekolah yang orientasinya buat bergerak. Lumayan nyebar koq sekolahnya cuma ya… biasalah faktor elit bikin penyebarannya terhambat mungkin karena banyak kecurigaannya juga didalamnya.
Saya kebayang kisah seorang Tan yang masa kecilnya dihabiskan di surau, belajar ngaji, trus termasuk murid berprestasi disekolahnya. Kalau ada pelajaran hapalan beliau sering pakai jembatan keledai. Makanya buku masterpieecenya juga dirangkai pake jembatan keledai, Madilog(Materialisme, Dialektika dan Logika). Pertama kali bawa buku itu dari Palasari kakek saya melarang keras untuk ngebaca buku itu. Alasannya nanti saya bisa jadi atheis. Emang sih materialisme berbahaya banget, saya aja kalo nerangin konsep itu ke orang masih suka gamang sendiri. Tapi mungkin ini emang jalan hidup.
Kayanya Tan juga ngga pernah milih keliling dunia, sembunyiin kopernya yang isinya buku semua, lari dari kejaran berbagai intel, tapi apa yang dia lakuin ngga lain karena keyakinan yang dia punyai. Ada banyak bentuk perjuangan membela tanah air, dan pria kelahiran 2 Juni 1896 ini memilih perjalanan panjang ini meski akhirnya dia meninggal di tangan anak negri. Ironis bukan? Ketika dulu pemerintah/elit pemerintah yang berkuasa sibuk menjalankan pendekatan dengan berbagai pihak asing, Tan memperjuangkan ‘Merdeka 100%’ yang intinya kalau mau merdeka maka Indonesia harus memperjuangkannya dengan tangan sendiri agar selanjutnya mempunyai kuasa penuh untuk menentukan nasib bangsa kedepan.
Tapi apa daya, entah karena ketika ia pendekatannya ke elit ngga berhasil atau karena Tan hanya seorang pejuang yang kesepian. Perjuangannya hanya dimengerti oleh dirinya, dan meski ia memperoleh gelar pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tahun 1963, mungkin tak ada yang benar-benar mengenal sosok Tan. Mungkin sosoknya masih lebih banyak dikaitkan dengan komunis meski ia juga seorang nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, atau mungkin tak ada yang mempedulikan masa kecilnya di surau atau kekritisan berpikirnya. Tapi semoga semangatnya untuk mencapai ‘Merdeka 100%’ masih dapat kita pegang teguh, karena merdeka adalah hak mendasar manusia, untuk menjadi sebagaimana ia seharusnya.
2 comments:
Tan Malaka memang seorang pemikir Indonesia yang Terhebat Sepanjang masa, Ilmu dan pengetahuan yang ditulis dalam buku-bukunya dapat dijadikan panduan untuk pergerakan Revolusioner di saat ini
Tan Malaka memang seorang pemikir Indonesia yang Terhebat Sepanjang masa, Ilmu dan pengetahuan yang ditulis dalam buku-bukunya dapat dijadikan panduan untuk pergerakan Revolusioner di saat ini
Post a Comment