Back to ... kuliah. Masih ada beberapa tugas kuliah yang belum aku mulai, abis si mbah mood belum mau diajak menelusuri hukum. Jadi sekarang beresin inovasi dan bab 1 tesis dulu, terutama karena di dua kuliah itu aku bisa bermain-main dengan filsafat dan teori antah berantah. Tadi waktu di mobil dalam perjalanan ke Jakarta, terjadi perbincangan yang menarik dengan papa, ceritanya tentang orang Cina yang menerapkan/mempraktekkan kebijakan 1 anak ke dalam kehidupan sehari-hari. Otomatis aku inget fraktal dan epistemic culture. Hahaha, biasalah, kalau orang udah jatuh cinta ama suatu hal segala sesuatu pasti langsung dikaitkan dengan hal yang dicintai itu, jadilah kepalaku mulai membuat relasi-relasi.
So' ceritanya karena pemerintah Cina ingin menyukseskan kebijakan 1 anak, tiket, tunjangan anak, paket spesial di restoran, semuanya dirancang untuk memberi kemudahan untuk keluarga dengan anak 1. Prinsip ini sesuai dengan kultur epistemik dalam kacamata Knorr-Cetina yang menyoroti relasi antara nilai-nilai yang ada dalam suatu komunitas dengan praktek/artifak yang bisa diamati dalam komunitas tersebut. Dalam bahasa, hal ini juga bisa diamati dari kosakata yang merujuk pada penjelasan mengenai suatu hal. Seperti yang diceritakan Ales ketika membahas gagasan Choamsky, ketika menceritakan bagaimana orang Eskimo memiliki banyak istilah untuk menjelaskan salju. Banyaknya istilah ini merepresentasikan tingkat kepentingan suatu hal bagi suatu komunitas.
Di Indonesia? Hmmm... cukup sulit, karena dari pengamatanku pemetaan antara nilai dengan sebuah praktek atau artifak tidak stabil, dan kalaupun ada, relatif berubah dengan cepat. Well, sebuah keplin-plan-an kan juga merupakan sebuah sikap, meski sikap yang susah ditelusuri maknanya.
2 comments:
Tolong beri tahu saya apa ada kesamaan antara ultur epistemuk dengan konsep paradigma-nya Kuhn. Mohon diberi pencerahan.
[Di Indonesia? Hmmm... cukup sulit, karena dari pengamatanku pemetaan antara nilai dengan sebuah praktek atau artifak tidak stabil, dan kalaupun ada, relatif berubah dengan cepat. Well, sebuah keplin-plan-an kan juga merupakan sebuah sikap, meski sikap yang susah ditelusuri maknanya.]
Hmmm, maksudnya ke plin-plan an? "Tidak stabil" dan "relatif berubah dengan cepat" itu masuk delik plin-plan ya? Saya kok baru tahu ya.
Kalau menurut pemahaman saya, secara konsep sama, tapi konsep kultur epistemik lebih banyak digunakan untuk meneliti komunitasnya, dan bukan pada produksi pengetahuannya.
Plin-plan=tidak stabil?? Hmm... masih boleh nego koq:)
Post a Comment