Tuesday, April 10, 2007

Menunggu

Menunggu menjadi kawan akrabku belakangan ini. Kemewahan apa yang kuperoleh hingga aku menghabiskan detik demi detik tanpa melakukan apapun? Menggerutu, ngedumel, atau segala caci maki menjadi beberapa pilihan menu yang menarik. Tapi akhirnya aku urung, aku tetap setia pada sunyi, antara aku, hatiku, dan ketidakpastian.

NB: ternyata gerimis siang itu indah

6 comments:

zen said...

Hmmm... kayaknya dosenmu salah deh. Kamu juga bisa kok menghayati gerimis secara tidak eksak. Hehehe....

Anonymous said...

Kalau sudah tahu akan menunggu, bisa disiapkan melakukan hal2 yang lebih produktif.

Orang bijak bilang, mungkin bukan kondisinya yang salah, tapi cara kita menyikapi.

Sahabatmu selalu

Cheshire cat said...

@zen: malah karena hujan bisa dibuktikan keberadaannya maka ia menjadi eksak(hehe, menggunakan pandangan kaum empiris)

@sahabat: Yup, kecuali untuk membuat paper, karena di ruang tunggu ngga ada komputer

zen said...

Caramu mentransendir hujan itu yang nggak eksak. Hujan itu sama. Prosesnya sama. Tapi kenapa berbeda setiap orang menyikapinya? Itu yang nggak eksak!

Cheshire cat said...

Iya, setuju. Seperti menafsirkan sufi dan guru juga tidak bisa linier. Ada proses mengalami yang akan berbeda bagi setiap pencari

Anonymous said...

Tanpa harus debat kusir, kita harus siap menghadapi berbagai kondisi, jadi kembali lagi kepada kita. Tidak selamanya kita harus membuat paper dimana-mana.

He..he, senyum dong

Sahabatmu selalu

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...