Air tampak bermain akrab dengan bumi. Daun-daun tunduk oleh bulir-bulir air, bau tanah khas hujan, air yang menggenang di tempat-tempat berlubang, serta jalanan non-protokol yang relatif sepi. Andai boleh memilih, aku akan berdiam diri di rumah, sambil menikmati suara hujan bersama buku KPB. Namun, keinginan tak selalu terpenuhi. Kerja kelompok memaksaku untuk mengenakan ponco dan melarikan Sho ke daerah Cisitu. Hawa dingin yang merayap dari telapak tangan, serta muka yang tidak terlindung membuatku cukup kedinginan. Belum lagi air-air bandel yang berusaha mencari celah untuk membasahiku. Belum sampai ke tujuan, celana yang kukenakan sudah basah hingga lutut. Tapi itu bukan bagian terburuk, di tengah hujan yang tampak enggan untuk berhenti, aku masih harus mencari lokasi kerja kelompok.
Bisa kau bayangkan, dalam kondisi cukup basah ditambah suasana lengang, aku masih harus mencari alamat kos-an teman. Tentu saja, aku tidak sekadar mereka-reka jalan, alamat lengkap disertai beberapa petunjuk sudah kudapatkan. Tapi dalam kondisi hujan, segala hal yang seharusnya sederhana bisa menjadi rumit. Seperti biasa, aku mencari orang untuk ditanyai. Untuk yang satu ini aku sudah lumayan ahli. Bayangkan saja setiap kali aku bepergian, hasilnya selalu sama, kesasar. Ada pepatah yang mengatakan, “Malu bertanya sesat di jalan” bagiku kata-kata itu juga bisa berakibat sebaliknya. Gara-gara bertanya pada orang yang salah, aku malah jadi kesasar lebih jauh. Hal ini sudah pernah kualami, dan kali ini kejadian itu pun berulang.
Ajaibnya, aku tidak bisa merasa kesal. Bagaimana mungkin aku bisa merasa kesal pada orang yang tengah berpayung di tengah hujan, dan rela menunda kepulangannya beberapa detik hingga menit lebih lama hanya untuk melayani pertanyaanku. Coba kau bayangkan situasinya: jalanan sepi, di kios dekat jalan tampak orang-orang tengah berteduh. Dari kejauhan tampak seorang bapak memegang payung dengan langkah tergesa-gesa, mungkin ingin segera mengganti pakaiannya yang tampak menggelap karena basah atau bertemu keluarganya, aku tidak tahu. Namun tiba-tiba langkahnya melambat, kemudian berhenti. Seulas senyum tampak menghiasi wajahnya ketika aku bertanya padanya.
Celanaku masih tetap basah, dan meskipun petunjuk yang diberikan mengantarkanku pada daerah yang aku ketahui belakangan menjauhi target, aku merasa senang. Aneh, mungkin itu yang ada dalam benakmu, tapi entah kenapa rasanya perjalananku di tengah hujan tak sia-sia. Dan cerita ini tak berakhir disana, ketika aku sudah menyerah dan hendak beranjak pulang, sambil mengirimkan sms pada temanku bahwa misi mencari rumahnya gagal, aku menemukan alamat yang kucari-cari.
Ketika kau ikhlas, hijab akan tersingkap...
No comments:
Post a Comment