Ketiga topik diatas saya peroleh ketika membaca Kompas hari ini(09/06). Ketiganya mempunyai sudut yang berbeda. Rakyat terkena busung lapar karena minimnya pemahaman akan kesehatan serta kondisi ekonomi yang memaksa mereka makan seadanya. Ironisnya, di rubrik opini ada kutipan pernyataan dari Menko Kesra yang menyatakan busung lapar hanyalah sebuah kecelakaan. Pernyataan tersebut cukup ajaib bagi saya, busung lapar bukanlah suatu penyakit atau keadaan yang datang secara tiba-tiba. Bagaimana mungkin rakyat mampu berharap pada pemimpin-pemimpin terhormat, kalau yang diharapkan mampu membuat perubahan hanya menyatakan sebuah kultur sebagai kecelakaan, seolah terjadi secara tiba-tiba? Sangat absurd, sekaligus terdengar lepas tangan.
Apakah negara tidak memiliki kewajiban terhadap warganya? Lagipula apa yang dimaksud dengan negara yang sesungguhnya? Sebuah teritori yang terikat oleh pemimpin, hukum dan mata uang yang sama. Kemudian dilengkapi oleh pertahanan keamanan dan instrumen-instrumen kenegaraan lainnya. Tanggungjawab negara pada rakyat, rakyat pada negara? Entahlah, ilmu saya sangat minim mengenai hal itu. Mungkin hubungan keduanya tidak pernah pasti, dan karena itu muncullah individu-individu yang peduli pada lingkungan, bukan atas nama nasionalisme tapi hanya karena kegelisahannya melihat kondisi yang ada.
Salah satunya adalah Katrina, yang Senin(06/06) memperoleh piala Kalpataru dari presiden SBY. Perempuan berusia 63 tahun merupakan satu dari sedikit orang yang memperjuangkan apa yang dicita-citakannya. Meski wajahnya sudah dipenuhi kerut, namun semangatnya untuk menanan pohon cendana di daerahnya yang gersang tak dapat dibendung. Sekitar 500 pohon telah ditanamnya, motivasinya sederhana, agar mempunyai warisan untuk anak cucunya. Tanpa penyuluhan dari dinas pertanian maupun bantuan dana, ibu beranak
Lain lagi kisah Putra Mahkota Jepang yang merasa hidup di sangkar emas. Pun demikian dengan Putri Masako yang sempat memperoleh gelar dari Harvard dan
Apa jadinya kalau para lakon dalam kisah tersebut bertukar tempat? Mungkin lebih tepat kalau mereka bisa saling berbagi. Bukankah kelebihan takkan pernah menjadi utuh sebelum ada kekurangan. Begitupula dengan kecerdasan yang baru bisa terbukti ketika dihadapkan pada kondisi pelik. Layaknya bagian-bagian yang saling mencari untuk menggenapi satu sama lain. Mungkin kita harus berhenti melihat orang lain, dan mulai melakukan perubahan itu dari diri sendiri. Seperti Katrina yang mampu membagi mimpinya kepada orang lain dengan cara sederhana, yaitu harapan dan keberanian untuk mewujudkan.
Apakah Anda tertarik mengikuti jejaknya?
No comments:
Post a Comment