Monday, November 21, 2005

Kucing Schrodinger

“Kucing ini ditempatkan di boks tertutup bersama sebuah kapsul berisi racun sianida, dan sebuah pemicu yang aktif ketika satu isotop radioaktif menembakkan sebuah elektron. Peluangnya fifty-fifty. Apabila elektron mengenai tombol on, maka kapsul itu pecah, dan kucing mati. Kalau elektron tidak menyentuh pemicu itu, si kucing tetap hidup. Dalam waktu satu jam, baru akan ada pengamat yang membuka boks dan melihat hasilnya. Pertanyaannya, apa yang terjadi pada si kucing selama selama boks itu tidak dibuka?”(taken from Supernova, Dee, h.157)

Dalam versi yang lebih formal, elektron, sebelum fisikawan menentukan bagaimana menelilitinya, elektron itu bukan gelombang bukan pula partikel. Ia berada dalam keadaan setengah partikel-setengah gelombang. Kondisi antara. Hahaha, dasar pecinta relativitas! Semuanya dipandang sebagai keadaan eksperimental. Kehidupan yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman subjektif. Lucunya, meski matematika selalu dikelompokkan pada ilmu pasti, wacana yang keluar dari matematikawan lebih banyak yang bersifat informal. Masalah finite-infinite, limit, hampiran, peluang, persamaan-persamaan yang disusun untuk membuktikan teorema dan dipertahankan berdasarkan kegunaan dan keindahannya. Geometri euclid-non Euclid merupakan salah satu contoh menarik dimana ‘penemuan’ ruang melengkung tidak merubuhkan fondasi sebelumnya, melainkan memberikan sebuah dimensi baru.

Kayanya aku mulai keracunan buku matematika deh. Abis ternyata buku-bukunya asyik, dan karena gaya bekerja otakku yang divergen, aku ngga pernah puas baca dari satu buku. Alhasil bukannya maju, bahan-bahan yang kuperoleh malah makin melebar. Bener-bener menarik. Gimana ya meyakinkan orang bahwa sesuatu itu menarik. “Eh, lihat deh, menarik kan” atau “Masa kamu ngga percaya ini menarik. Lihat nih, dari kenyataan bahwa dia memenuhi fungsi Lipschitz, maka maka fungsi tersebut kontinu seragam.” Ok, deh, kayanya aku agak yakin, kalau aku gagal meyakinkan orang bahwa apa yang kukerjakan ini menarik. Menarik apa ngga hanya bisa dirasakan, sama kaya aku bilang kalo es krim itu enak. Kali aja, aku ngomongnya ke orang sakit flu yang mendengar kata es langsung bersin-bersin.

Lagi-lagi balik ke masalah relatif. Aku pikir pengetahuan akan perbedaan seperti ini bisa membuat seseorang semakin bijak. Dosen fisikaku pernah cerita, Fermi paling senang memberi soal terbuka yang jawabannya bisa beragam. Perbedaan itu suatu hal yang ngga terhindarkan, dan itulah yang membuat dunia ini warna-warni dan indah. Parahnya, ketika segala hal menjadi relatif, dimana letak kepastian? Apa jadinya hidup ketika segala sesuatu yang kita jalani, bisa berubah secara drastis tanpa ada indikasi terlebih dahulu?

Seperti ketika menunggu. Beralihnya detik dan menit menjadi suatu hal yang menyiksa karena diliputi ketidakpastian. Meski saat-saat menunggu bisa diisi dengan hal-hal kecil, seperti membaca, namun hal paling menyebalkan dari menunggu adalah berada dalam kondisi antara, tidak jelas. Menunggu dalam tahapan eksistensi sudah cukup parah, namun dalam tataran esensi dampaknya bahkan lebih besar. Untuk mengurangi dampak ini kondisi antaranya diperpendek saja.

It’s time to take a control of my life. Kayanya aku harus mulai menyusun langkah-langkah strategis satu tahun ke depan. Berhenti bermain-main, dan mulai agak serius seperti orang dewasa. Gara-gara kemarin abis baca buku Little Prince untuk yang kesekian kali, aku jadi mulai teracuni untuk membuat dikotomi antara anak-anak dengan orang dewasa. Abis... dari kacamata Little Prince kehidupan orang dewasa sangat membosankan, seperi menghitung jumlah bintang di langit(bagiku analog dengan orang-orang yang bahagia melihat jumlah uangnya di deposito), penjaga lampu dengan kerjaan yang monoton, bahkan orang dewasa tidak ‘mau’ mengerti gambar ular sawa memakan seekor gajah. Ugh...

Wah, aku jadi orang cupek deh. Sama seperti saat ada orang yang bilang, “Semua orang adalah pembohong.” Kalimat itu tidak bisa ditentukan nilai kebenarannya. Kalau kalimat itu bernilai benar, maka orang itu pembohong, dan kalau dia pembohong maka kalimatnya bernilai salah, kontradiksi. Senada, kalau aku bilang ada orang yang pikirannya cupek, karena dia keras kepala dalam berdiskusi. Pikiranku yang bilang dia cupek, sudah membuktikan kalau aku cupek juga.

Sebenarnya aku beruntung karena bisa bertemu orang-orang yang benar-benar menyukai apa yang mereka lakukan. Awalnya rada tidak terbayang membicarakan integral Lebesgue serupa dengan membicarakan Harry Potter. Tapi lagi-lagi semuanya masalah konsep. Logika disusun berdasarkan konsep-konsep, sehingga kalau ada sesuatu yang janggal, kejanggalan itu tidak berarti karena ketidaksesuaian dengan keadaan riil, melainkan dari susunan logika yang dibangun. Dalam kasus Harry Potter misalnya, menjadi janggal ketika permainan Quiditch terdiri dari dua atau lebih golden snitch.

Bagiku, dalam dunia yang penuh ketidakpastian ini, manusia tetap membutuhkan sebuah pegangan. Pedoman yang mampu membuat seseorang tetap waras dan menjaga agar segala sesuatunya tidak menjadi chaos dan berujung pada catastrophe(dalam konteks sosial; bukan dalam sejarah semesta). Hmm... kayanya aku keracunan filsafat, bukan matematika. Harus kembali ke jalan yang benar nih...

NB: masih mencari cara agar ‘the story of small things’(partisi dari integral) tidak membangkitkan sense filosofisku ;( Ada yang lucu, dalam pembuktian yang tengah aku garap, berulang kali partisi-partisinya harus dibuktikan konvergen, padahal pola berpikirku divergen banget. Apa gara-gara ini ya, TA-ku ngga beres-beres? ;p

4 comments:

Koen said...

Orang yang berpikirnya divergen (Bohr misalnya), juga bisa memecahkan sesuatu kok, biarpun akhirnya terus menerus direvisi (dan tidak secara akumulatif, haha). Jadi, selesaikan dulu satu hal secara terfokus, abis itu divergenkan lagi. Best luck!

Cheshire cat said...

Iya..ya... abis kalau menemukan masalah menarik di buku referensi, pikirannya suka teralih. Tapi sekarang udah sekitar 70%, jadi gambaran besarnya udah mulai terlihat:D

za said...

.....It’s time to take a control of my life. Kayanya aku harus mulai menyusun langkah-langkah strategis satu tahun ke depan. Berhenti bermain-main, dan mulai agak serius seperti orang dewasa.....

Oh ya, apakah saya membaca tulisan strategis? Knock...knock... apa ini masih Yuti Ariani? Bukankah Yuti Ariani itu suka segala sesuatunya mengalir. Apakah dengan kata-kata strategis seorang Yuti Ariani akan berubah menjadi orang dewasa yang hidupnya membosankan?

Kita lihat saja nanti.

Pangeran Kodok/087860134373 said...

Waw, kok bahasanya "racun2" diulang terus, penggemar changkuter ya?? hahaa...

aku juga suka matematika, bahakan aku bisa membuat soal yang tidak bisa dikerjakan oleh profesor MIT sekaligus.. kamu mau coba soal2ku g? aku bisa hitung sin,cos,tangen,logaritma tanpa kalkulator... mau uji kemampuanku g??

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...