Matahari tampak enggan menampakkan diri. Berlindung di balik awan kelabu, serupa denganku yang masih malas untuk melangkahkan kaki meninggalkan kehangatan selimut. Sebuah sms menyentakkanku dari mimpi. Setengah sadar kutekan beberapa huruf, tak tahu apa isinya. Lalu melanjutkan tidurku.
Langit masih gelap pikirku. Mata pun berat peninggalan mengerjakan tugas semalam. Namun jam dinding, seakan menatap tajam, menyuruhku untuk segera bergegas. Di luar rintik tampak menyium tanah. Menebarkan semerbak bau khas hujan. "Hei, ayo ambil handuk dan bangunkan segenap kesadaranmu" sebuah suara mengingatkanku. "Kau layak untuk tidak masuk. Sekali ini saja," timpal sebuah suara. Meski dengan ogah, aku berhasil memaksa diriku melakukan ritual berangkat kuliah.
Jalanan macet. Mobil tampak enggan untuk beranjak, hanya merayap pelan. Sambil mengawasi jam tangan, kucoba mencari sejengkal ruang. Untung saja masih ada celah untuk berjalan. Setiba di Salman, jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat, mentari pun masih enggan menampakkan diri. Dengan semangat hanya setengah kulangkahkan kaki ke ruang kuliah.
Berjalan, sambil mencari bayangan-bayangan menyenangkan, akupun menyusuri setapak di depan gedung kayu. Tiba- tiba seseorang menyapa, dengan kedua tangan disatukan membentuk salam, dan sebuah senyum terulas di bibir. Ah, dunia ini masih hangat menyapa...
2 comments:
Asal jangan tidur sambil jalan ajah :D
Aku suka membaca tulisan-mu Ti. Tulisan mu begitu mengalir dan hidup. Fantasi ku jadi bisa terbang seperti elang. Karena aku tidak ingin fantasi ku dibatasi oleh realitas. Aku juga ingin terbang menjadi elang. Dan berharap selalu bisa sadar dengan segala macam resiko.
Post a Comment