Tuesday, February 20, 2007

Mahasiswa Salon

Salah satu blog yang menjadi favoritku belakangan ini adalah blognya mas Roby, dan membaca postingan yang berjudul 'Kartini dan Mahasiswa Salon' aku merasa tulisan ini gw banget. Alasan pindah dari fisika ke sosiologi, dan merasa apa yang dicapainya ada faktor keberuntungan, lengkap dengan anggapan bahwa prestasinya ngga ada yang spesial. Ok, mungkin aja beliau hanya rendah hati(pernah diwawancara CNN gitu lho), but anyway, aku ngga mau membahas benar apa ngga rendah hatinya itu, aku mau membahas mahasiswa salonnya itu.

Teoritis. Itulah yang kira-kira didefinisikan sebagai mahasiswa salon. Aku kurang lebih begitu juga, kemampuan teknisku parah banget, dan lebih senang berkhayal. Mungkin karena itu, di matematika, aku lebih senang konsep yang sedikit ngawang dan abstrak, daripada yang kaku semisal statistik. Aku ngga bilang statistik jelek, bahkan ada persamaan di analisis yang sama persis dengan statistik hanya dengan penafsiran/implementasi yang berbeda, ini hanya masalah cocok-cocokan. Bagiku sedikit kasar memasukan apa yang ada di dunia real dengan konsep yang ada di alam ideal, dan pandangan ini membuat otakku rada lemot untuk menerima konsep-konsep yang udah baku. Sampai sekarang aku masih mencoba perbaikan 'kesalahan' ini, tapi rada-rada permanen error, jadi penolakan di otakku masih kuat banget.

Hmmm... kesamaan lain adalah daripada pintar aku lebih merasa beruntung. Beruntung dapet pembimbing yang baaiiiiikkkk banget waktu S1, trus sekarang dapet pembimbing yang terbuka untuk diskusi(istilah keren untuk ejek-ejekan terus kalau ketemu), dan keberuntungan citra. Kalau aku mikirnya, citra(image) aku salah banget, tapi bermain dengan citra asyik juga, sambil mencari aproksimasi mana yang benar. Setidaknya dengan galat yang sangat kecilah sehingga limit delta dari pemetaannya menuju nol.

Hei, koq aku malah ngebayangin kurva Cartesian, plus si epsilon delta, huahaha, dasar gila. Kegilaan lain adalah waktu presentasi di kelas, aku malah pakai analogi Giant dalam cerita Doraemon. Alhasil, sekelas ketawa semua. Huhu, gaya presentasiku lebih mirip hiburan dengan kecepatan yang cukup tinggi, ampe ngga ada komanya. Gara-garanya segala sesuatu yang berbuat teknis bagiku ngga menarik. Cayo yut, ini masalah paradigma dan penolakan alam bawah sadar, jadi aku harus banyak belajar.

No comments:

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...