Monday, February 28, 2005

Tuesday, February 22, 2005

Bahagia

Aku pernah liat buku yang judulnya agar senantiasa bahagia. Kalau diterapin ke aku kayanya bakal over dosis deh, abisnya kayanya aku bawaannya seneng terus. Bahaya kan kalo saraf sedihku putus. Kalo di Salman aja, sering banget dapet salam dari para tetua, dan yang membuat aku seneng karena dapet senyum. Aku selalu seneng ngeliatin orang senyum, kayanya dunia itu damai banget. Kemarin waktu shalat Dzuhur, aku udah ketinggalan jama'ah, jadi mulai deh clingak-clinguk nyari orang yang bisa diajak bareng. Pas bilang mau ikutan jama'ah ke target, reaksi tetehnya, "Wah, bacaan saya pendek-pendek," dengan ekspresi segen. Tapi setelah cengar-cengir, akhirnya tetehnya mau juga. Tapi bukan itu yang bikin aku teringat terus, melainkan kata-katanya, "Wah, jadi mahasiswa ITB pasti gampang cari kerja ya" dengan nada setengah bertanya sekaligus menegaskan sambil membandingkan dengan kondisi dirinya. Waduh, koq jadi gini, pikirku dalam hati. Asli deh, kalo ngedenger cerita dari orang-orang, suka trenyuh, sekaligus jadi punya motivasi lebih untuk berbuat sesuatu. Ngedenger pengalaman orang-orang TEMPO bertemu dengan berbagai karakter orang, aku termotivasi untuk jadi wartawan. Beberapa hal yang kepikir untuk masa depan adalah punya pekerjaan tapi ngga monoton, dan kalo bisa ngga formal juga. Aku rada2 alergi ama formalitas, makanya segala hal yang berbau birokrasi sejauh mungkin aku hindarin. Meskipun sekarang aku mencoba untuk lebih teratur(setidaknya dua minggu ini aku mulai berbenah diri), tetep aja di semester baru aku bermasalah dengan KSM gara2 yang ngga ngikutin jadwal yang bener. Dapet pengalaman baru sih, dan lumayan deg-degen juga soalnya sempat tersiar isu bakal kena hukuman setengah sks.

Monday, February 14, 2005

Insan Cendekia

Pernahkah kau merasa sebuah perasaan bertubi-tubi menyerangmu dalam waktu yang sangat singkat? Hingga engkau lupa bernafas dan merasa kesulitan untuk mencerna apa yang tengah kau alami? Kalau belum, sungguh sayang, karena aku tak tahu apakah kau dapat merasakan apa yang kualami kemarin.

Sebuah bangunan tampak berdiri megah diantara pohon-pohon coklat akibat pembangunan jalan. Cat putih menegaskan identitas kumpulan bangunan itu, MAN Insan Cendekia. Akhirnya, aku kembali mengunjungi bangunan-bangunan yang telah mewarnai kehidupanku selama 3 tahun. Tahun-tahun yang tak bisa kusebut dengan manis, maupun pahit, ataupun dengan istilah sebuah pembentukan identitas diri. Tapi aku yakin akan satu hal, disanalah aku bertemu orang-orang terbaik yang sampai sekarang dan nanti akan tetap kusayang dan kuhormati dengan sepenuh hati. Kau mungkin heran, kenapa aku berani menetapkan masa depanku, menyatakan bahwa aku akan selalu sayang dan hormat dengan mereka. Ah seandainya aku bisa mendefinisikan apa yang kurasakan dengan baik, kau mungkin mengerti mengapa aku bisa berkata seperti itu.

Saat kususuri jalan-jalan itu, hffh.. sungguh susah mengatakannya, aku seolah menyusuri bayang-bayang kenangan. Meresapi segala hal yang terjadi sambil tetap berada dalam kondisi sadar. Tempat-tempat yang dulu pernah menjadi begitu penting, dengan pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan, masalah, tawa, tangis, senyum, pelukan, coklat ayam jago, martabak panas, permen loli, catur, perpustakaan di malam hari, bintang, badminton. Bagaimana mungkin kau menjelaskan 3 tahun dari hidupmu dengan kata-kata, dengan sebuah cerita.

Ketika sampai di teater terbuka, sebuah cerita dari sel otakku mendesak keluar. Ia ingin diabadikan, katanya. Maka mengalirlah kenangan tentang tahun pertama di IC. Tahun yang kuisi dengan masa adaptasi dan penuh pemberontakkan. Namun disaat yang sama aku juga mulai merasakan sebuah perasaan sayang pada gedung, kelas, kegiatan serta teman-teman. Mungkin kau akan heran, kenapa perasaan benci dan sayang bisa bercampur aduk tidak karuan. Kalau kau tanya aku, akupun tidak tahu jawabannya. Tapi berbagai pengalaman-pengalaman sederhana, yang sekarang tampak berkesan tapi dulu terasa begitu biasa, tampaknya menjadi bagian dari hadirnya perasaan sayang itu. Di tahun pertama pula, aku mengikuti ekskul teater dan mading Magnet. Dua ekskul yang secara tidak langsung menjadi bagian dari identitasku saat ini.

Kau tahu, di tahun pertama aku sudah harus langsung tampil untuk mengikuti lomba teater antar SMU. Bisa dibayangkan, aku yang tingkat demam panggungnya lumayan parah, harus tampil di depan orang banyak, mana saat itu kami muncul dengan suara langsung, bukan lipsink. Sungguh pengalaman yang mendebarkan. Aku ingat peran pertamaku, sekaligus yang terakhir, adalah sebagai pelayan putri raja. Meski saat itu kami tidak keluar sebagai juara, pengalaman pentas di depan panggung dan disaksikan banyak orang pernah kualami.

Ekskul mading merupakan kegiatan yang sampai saat ini masih memberikan bekas yang mendalam. Bicara mengenai kenanganku di mading, tak bisa tidak aku akan menyinggung mengenai satu sosok, Alief Firmansyah(terakhir aku dengar kabarnya, ia sudah menjadi ketua senat fakultas teknik UI). Ia-lah yang sedikit banyak mengajarkanku akan dunia tulis menulis dan cara berpikir kritis. Ide-idenya, bagiku yang saat itu masih lumayan polos(cka..kak..ka..), sangat visioner dan senantiasa mendobrak kemapanan berpikirku. Aku bertanggung jawab atas rubrik profil dengan sudut sesuai kesepakatan rapat redaksi. Dalam proses belajar, aku sangat terbantu oleh bimbingannya, serta saran-sarannya dalam membuat tulisan yang bagus. Hal lain yang tak bisa aku lupakan adalah suasana kekeluargaan diantara pada mading’ers. Ngetik sampai malam di lab komputer sekolah di malam minggu sudah menjadi makanan mingguan.

Aku ingat pengalaman pertamaku mewawancara orang. Tanpa ba-bi-bu, aku disuruh mewawancara calon ketua OSIS. Pengalaman wawancara pertamaku ini sekalian menjadi salah satu syarat agar aku resmi menjadi anggota mading magnet. Bayangkan, aku yang masih grogi berat ditambah harus menghadapi orang baru tanpa gambaran latar belakang sama sekali, sungguh suatu kondisi yang mengerikan. Untung saja, kakak kelasku di mading berbaik hati membuatkan janji pertemuan. Akhirnya jadi juga aku mewawancara kak Imam Subekti, dengan banyak diam dan grogi berat. Hipi…(job accomplished).

Masih ada banyak lagi suara-suara dalam kepalaku yang sedang mengadakan pesta pora, namun tiba-tiba suara itu berhenti. Sebuah sosok membuat semua suara itu terdiam, entah karena terkejut, senang atau segala rasa lain. Tiba-tiba fokus tidak lagi pada masa lalu tapi masa kini. Pernahkah kau merasa, ada begitu banyak hal yang ingin kau ceritakan, tapi saat kau sudah ada di depannya, lidahmu kelu, kau tiba-tiba kehilangan kata-kata, segala hal yang sempat terpikirkan olehmu lenyap dengan kehadirannya. Pikiranmu seolah menjadi kacau balau tidak karuan, dan saat ia melihatmu, kau hanya berharap, kau tidak mengeluarkan kata-kata konyol yang akan membuat wibawamu runtuh.Kalau ya, sungguh malang nasibmu, dan kalau hal ini membuatmu merasa lebih enak, akupun mengalaminya kemarin. Saat aku melihatnya, aku tidak tahu harus berkata apa. Ingin rasanya aku bilang, “Tulisanku sudah dua kali dimuat di koran” atau “Apa korelasi sejarah dengan kekuasaan?” atau “Bagaimana perkembangan simbol dan tanda?” Dua pertanyaan terakhir rada konyol, tapi seperti yang telah kubilang padamu, aku hanya ingin terlihat sedikit keren dihadapannya(sedikit keren… he..he.. agak banyakan deh. Nyeh..nyeh.. koq jadi narsis nya?).

It’s a long..long journey..

Friday, February 11, 2005

Celestine Prophecy

Sampai sekarang saya masih penasaran, pola apa yang menyebabkan seseorang yang saling tidak kenal, tiba-tiba bisa nge-link, setidaknya dilihat dari blog walking. Saya sendiri biasanya datang ke blog milik teman, trus kalau ada nama yang lucu, saya klik dan ninggalin pesan di shoutbox. Nah, hari ini ada sebuah nama yang baru(kayanya sih pernah baca, somewhere, someplace tapi sampai detik ini ingetannya blom balik:D). Isinya tentang salah satu favorit buku saya, Celestine Prophecy.

Bagi saya buku itu sangat menarik, karena mengajarkan adanya suara alam, kepercayaan dan aura. Kaya acara hipnotis yang pernah nongol di salah satu televisi swasta, disalah satu episode dijelaskan bagaimana seseorang yang ditepuk(bahkan kalo yang udah expert, bisa lewat tatapan mata aja) bisa dipengaruhi. Contoh yang dikasih liat pas episode itu adalah murid-murid SMA yang disuruh melakukan hal-hal konyol oleh orang yang telah diajarin ama ...(hehe.. susah nginget nama orang, pokoknya yang pake baju dan iket kepala item). Hasilnya orang itu bisa mempengaruhi orang lain. Hal yang sama juga ada di bukunya James Redfield(saya lupa yang mana, soalnya 3 buku tersebut 'bau'-nya sama:D). Buku itu juga menyebutkan bahwa pandangan negatif kita terhadap seseorang juga akan mempengaruhi perilaku orang tersebut terhadap kita. Bahkan dengan gamblang diceritain bahwa seseorang yang memiliki aura yang kuat bisa menyerap aura milik orang lain. Trus ada juga mengenai ketakutan, seseorang yang takut bisa ditemukan, karena auranya terasa. Hal ini kalo kita jeli, ada juga di buku anak-anak seperti Harry Potter dengan Dementor-nya atau Ronya di Sarang Penyamun dengan tokoh abu-abunya.

Hal menarik lain adalah ketika saya ngeliat daftar pecinta buku Celestine di friendster. Rata-rata para pembaca buku Redfield juga pecinta buku Supernova dan Alchemist. Sebenernya karakter orang juga bisa dilihat dari sini sih, liat aja biodatanya, ntar ketemu sebuah benang merahnya.(he..he.. kebanyakan baca buku konspirasi ya.. gini deh.. semua di dunia ini terhubung. Lha.. nyambungnya malah ama Capra).

Buku, Dongeng, Bunga, dan Sepotong Lagu Klasik

Untuk ibuku yang telah menjadi inspirasi hidupku

Kisah ini dimulai dari sebuah yang nampak serupa dengan rumah lainnya. Rumah tanpa atap miring, halaman, teras ataupun gudang, tapi karena didalamnya terdapat seorang ayah, ibu dan kedua anak, maka ruangan besar yang didalamnya terdapat 3 kamar tersebut tetap saja disebut sebuah rumah. Tapi kalau kau bersikeras bahwa sebuah rumah adalah bangunan yang memiliki atap miring, halaman dan sebuah gudang, maka kau boleh menyebut rumahku dengan apartemen. Namun karena aku telah terbiasa menyebutnya dengan rumah, maka kau terpaksa mengikuti kebiasaanku.

Tak sabar rasanya menunggu bel pulang berbunyi, karena akhir pekan ini ibuku akan mengajak aku dan kakakku ke perpustakaan kota. Perpustakaan di sebrang sungai dengan sebuah jembatan besar yang membagi sungai itu menjadi beberapa bagian. Udara cukup dingin, tapi aku tidak begitu peduli, tangan hangat ibuku senantiasa membuatku merasa aman dan nyaman. Aku senang berlari-lari disepanjang sungai itu, sementara ibuku mengawasi dari belakang. Aku baru berhenti jika sudah kehabisan nafas, dan ibuku secara perlahan akan datang menghampiriku sambil menggenggam tanganku lagi.

Akhirnya sampai juga kami di perpustakaan kota. Indahnya, matahari sore dan lampu yang terang menerangi ruangan besar yang berisi ratusan buku bahkan mungkin ribuan. Kursi-kursi dan meja kecil tersedia di dalam perpustakaan besar itu. Kata ibuku aku bisa baca beberapa buku di sana dan juga meminjamnya. Wah, aku senang sekali. Aku senang buku, dan ruang perpustakaan modern yang terang itu. Salah satu buku favoritku adalah buku tentang kelinci. Buku itu penuh dengan gambar, hanya bagian bawah buku itu berisi sedikit tulisan. Ceritanya mengenai para kelinci yang mencari makan di hutan tempat tinggal mereka. Kelinci-kelinci itu mempunyai musuh seorang pemburu, tapi ada seekor kelinci yang suka mengunyah hidung pemburu yang mancung dan merah seperti wortel, serta sapegh(aku lupa penulisannya seperti apa, yang jelas artinya renyah dan berair). Aku begitu menyukai buku itu karena cerita tentang kelinci yang suka menggigit hidung pemburu menurutku sangat lucu. Ibuku pun sampai hapal cerita dari buku favoritku tersebut. Hari yang menyenangkan, biasanya sesudah pulang dari perpustakaan hari sudah beranjak petang. Lampu-lampu kota sudah mulai agak meredup, dan ibuku biasanya akan mengajak aku dan kakakku untuk makan roti yang ada di sepanjang sungai itu.

Malam merupakan saat yang cukup menakutkan bagiku, meski aku tidur dengan kakakku tapi tetap saja sampai saat aku terlelap aku ditemani oleh ibuku. Jadi setiap malam sebelum tidur biasanya ibuku mengisahkan sebuah cerita untukku dan kakakku. Mungkin kau akan berpikir bahwa ibuku akan mengambil sebuah buku dongeng dan membacakannya untukku dan kakakku, tapi tidak. Ibuku membuat ceritanya sendiri. Dongeng ibuku diisi oleh tokoh Kancil, Ucil serta ketiga sahabatnya Ba, Bi dan Bu. Lucunya, kehidupan Kancil dan Ucil mirip dengan kisahku dan kakakku, dan setelah beranjak agak besar ibuku bilang bahwa cerita Kancil dan Ucil itu memang diambil dari cerita-cerita aku dan kakakku di sekolah yang biasa didengar oleh ibuku saat makan malam atau nonton film. Dongeng ibuku senantiasa mengikuti perkembangan zaman, pada saat orang-orang ramai berbicara tentang kecanggihan robot, dongeng ibuku pun bertambah dua tokoh baru, Tuki(robot milik Ucil) dan robot milik Kancil(aku lupa siapa namanya). Setelah aku terlelap baru ibuku menyelinap keluar dan tidur di kamar sebrang.

Kegiatan yang membuatku cukup sebal adalah les organ ibuku. Hari Sabtu merupakan hari bebas dan saat kami berempat berkumpul di rumah. Tapi Sabtu juga berarti les organ. Sebenarnya les-nya tidak begitu menyebalkan karena aku juga punya kegiatan lain, tapi sepulang dari tempat les, biasanya ibuku mempraktekkan hasil latihannya di rumah, dan itu berarti aku tidak bisa bermain dengan ibuku. Kata ibuku, aku cemburu dengan organ ibu yang menghiasi ruang keluarga kami. Aku, cemburu pada sebuah organ? Yang benar saja. Aku tidak cemburu, aku hanya ingin ikutan main juga, yang berujung pada menekan tuts-tuts piano, atau membolak-balikkan buku musik ibuku yang isinya not balok. Akhirnya, aku bosan dan kutinggalkan organ itu(setelah berhasil membuat ibuku menyerah dengan gangguanku, hore..).

Satu hal lagi yang kuingat dari ibuku adalah kecintaannya pada bunga. Biasanya rumah kami yang berbentuk kotak, dengan sebuah lorong yang memisahkan kamarku yang bersebrangan dengan kamar kedua orangtuaku dan dapur sekaligus ruang makan dengan kamar mandi, diakhiri dengan sebuah ruangan luas yang berfungsi sebagai ruang keluarga, dipenuhi bunga pada hari Sabtu. Hari ketika masing-masing orang dapat mengerjakan hal-hal diluar rutinitas, meski ibuku dapat dikenali polanya, pergi les dan kemudian pulang dengan sebuah buket bunga yang besar.

Akhir minggu juga berarti jalan-jalan. Kami berempat memiliki sepeda masing-masing, ibu dan ayah dengan jenis sepeda balap, serta aku dan kakakku dengan model sepeda klasik. Biasanya kami berempat pergi ke taman kota, aku hanya ingat taman itu begitu jauh. Kata ibuku, semua memang jadi terasa jauh karena aku masih kecil, jadi aku tidak bisa menceritakan jaraknya seperti apa, yang aku ingat kami melewati tempat rally sepeda dekat rumah. Taman kota itu menyenangkan, ada banyak pepohonan yang bisa dipanjat serta udara segar.

<>

Ah, masa kecil yang bahagia..

Antara Re, aku dan nya

Re, aku mau berterimakasih padamu. Karena engkaulah aku bisa merasakan apa yang disebut dengan kangen. Puluhan kata miss u dan salam kangen telah menjadi kata-kata yang tidak terpisahkan dalam sms ataupun mail yang berasal darinya. Bahkan mungkin karena kau, persabatanku dengannya bisa langgeng hingga saat ini. Re, aku tidak tahu seandainya kau tak ada. Mungkin pertemuan menjadi suatu hal yang biasa dan berlanjut pada suatu kebosanan dan keterikatan, meski aku percaya sahabat sejati senantiasa kekal abadi, tapi bagaimanapun kau telah memberikan warna baru.

Kau tahu Re, dengan keberadaanmu aku hanya bisa mengira-ngira apa yang sedang dilakukannya sekarang, mereka-reka perubahan apa yang ada pada dirinya. Kalau aku sudah bosan bermain dengan bayang-bayang, beberapa sms cukup untuk menutupi rasa kangenku. Kau tahu Re, kadang kata-kata lebih cukup dari sebuah pertemuan. Kau mungkin akan mengatakan bahwa ada banyak hubungan yang putus karena kau, tapi dalam kasusku keumuman itu tidak berlaku. Keberadaanmu diantara aku dan nya, mencukupi kebutuhan akan sebuah ruang, dan ruang itu adalah kau Re. Kaulah yang membuat persabatanku dengannya berjalan dengan demikian hangat.

Meski kadang ingin kuenyahkan kau dari pelupuk mata, karena sebuah pelukan hangat akan jauh lebih berarti dari kata-kata atau saat aku dan nya hanya duduk terdiam mengamati langit di malam hari, menikmati kebersamaan kami dalam sebuah keheningan dan kehangatan yang lahir dari saling pengertian. Ah Re, pada saat-saat itulah kadang aku jadi tidak menyukaimu. Sepanjang hidupku aku tak pernah mau membenci sesuatu, hal terburuk yang pernah kupikirkan mengenai sesuatu atau seseorang adalah tak suka. Ya… jika aku sudah sampai pada titik itu, aku hanya akan mengatakan bahwa kita memiliki jalan yang berbeda. Dan pada saat-saat seperti itulah aku ingin mengenyahkanmu untuk selama-lamanya.

<>Mungkin aku akan menyalahkan keberadaanmu karena gara-gara kau aku tak bisa lagi merasakan saat-saat hening, dimana alam pun berhenti bernafas karena takut mengganggu kesakralan hubungan kami. Sakral? Tampaknya akan kujawab dengan ya, karena saat kau bersama dengan seseorang yang telah begitu dekat, segala sesuatu yang ada dihadapanmu seolah kehilangan arti. Kau tak perlu berkata-kata, kau hanya perlu menatap matanya dan mengangguk mengerti. Karena kau Re, aku kehilangan saat-saat itu. Tapi karena keberadaanmu pula aku jadi menemukan sebuah dimensi baru dalam hubungan kami, bahasa pengertian yang bahkan tak lekang oleh kau Re, ya Rentang. Ternyata pengertian hadir karena kesatuan jiwa, bukan oleh rentang jarak, waktu ataupun tempat.

Re=panggilan sayang untuk Rentang. Dalam studi bahasa, ada dikotomi kata-kata feminim dan maskulin, dalam hal ini rentang saya letakkan rentang dalam kubu feminim karena penuh dengan rasa dan emosi.

NB: for my best friend in Yogya, thousand words I said to you can’t make my feelings better, it makes me miss u even more. You know, the name Re that I use in this story remind me to Ferre. An ego in Supernova, book which help us to define the meaning of love, and became a part of our history. Do you still remember that we used to think that the love that Ferre have for Rana wasn’t true love’s, coz’ it make other people miserable, and isn’t good for both of them. We use to say that true love guides people to freedom and happiness, true love doesn’t make people hurt.

Miss u, miss u, miss u, always.

Kau

Biarlah kata-kataku menjadi air yang mengalir menuju muara cintamu

Mengabadikan saat-saat kerinduan untuk bertemu denganmu, meski hanya lewat sekelebat bayang penafsiran

Oh, bahkan hatiku pun tak dapat kukendalikan, ia telah terikat padamu bahkan sebelum aku lahir

Kumohon jangan jadikan aku seperti Majnun yang mengharapkan balasan cinta dari Laila hingga ia tenggelam dalam keaku-an dirinya atau pula kisah Romeo yang mati karena telah salah mengerti

Biarkanlah aku menjelajahi cakrawala tak bertepi hanya untuk lebih memahamimu

Membacamu lewat keindahan bintang dan rembulan, bahkan lewat seekor burung yang menggali tanah disamping saudaranya yang telah mati

Lewat rintik hujan yang memberi kehidupan kembali kepada sang bumi

Gelak tawa lepas di pojok jalan

Seorang opa lengkap dengan senyum ompong dan pacul tuanya

Entah kenapa semua mengingatkanku padamu

Ada yang bilang seseorang yang tengah jatuh cinta akan menjadi begitu buta

Begitulah aku, angin, bintang, mentari, daun, semuanya menjadi bagian dari lukisan atas namamu

Tak peduli apa yang kutemui, udara, rasa, jiwa semua hanya menuju pada satu titik yaitu Kau

Tuesday, February 08, 2005

???

Kemarin malam saya mendapat telepon dari seorang telepon. Setelah beberapa lama melakukan percakapan tanpa arah, topik mengarah pada fitrah manusia.
Y : "Menurut lo, fitrah manusia seperti apa?"
X : "Menurut gw, kecendrungan manusia adalah untuk mencari keuntungan pribadi?"
Y : "Jadi menurut lo, kalo seorang memeiliki belas kasih kepada orang lain, semuanya disebabkan untuk mencari keuntungan pribadi?"
X : "Iya, sekalipun orang tersebut agamis, maka tujuannya itu untuk memperoleh pahala."

Hmm... percakapan yang cukup mendadak. Tapi dalam kurun waktu satu minggu ini, ada beberapa orang yang mengajukan pertanyaan senada. Heran juga, kenapa kegamangan-kegamangan itu datang disaat yang sama? Apa semester baru senantiasa menimbulkan loncatan-loncatan ide, ataukah memang setiap manusia memiliki pertanyaan seperti ini, namun ada yang mengekangnya dalam batasan taboo.

Saya jadi ingin meletakan seni, sistem, UU dalam kerangka kekuasaan. Andaikan pendekatan yang saya gunakan adalah relasi kekuasaan, maka segala sistem/cara yang kita gunakan tak lain adalah perpanjangan tangan penguasa untuk melakukan konstruk sosial yang akan melanggengkan kekuasaannya. Dari sini seni tak ada yang sepenuhnya bebas nilai atau setahu saya dikenal dengan istilah seni untuk seni, karena seni tak lain merupakan hasil dari kreativitas penciptanya yang tak pernah bebas dari pengaruh tertentu. Sistem, sebagai sebuah alat kontrol ataupun ketentuan yang mengatur kehidupan manusia juga bisa dikenakan pertanyaan serupa, kepada siapa peraturan itu tunduk, kepada kehidupan yang ideal atau hanya menyokong sekelompok elit tertentu? Bukankah sistem merupakan hasil pemikiran manusia juga?

Akhirnya semua balik kepada pilihan manusia. Setelah ribet kesana kemari, manusia kembali bertanya apa yang dijadikan pusat hidupnya? Kepada siapa seseorang memilih untuk percaya? Apa saja yang diakui sebagai masuk akal dan tidak?

Bad Start

Biasanya kuliah gw dimulai dengan awal yang baik, tapi semester ini kayanya kacau banget. KSM belom beres, udah gitu tadi pagi salah masuk kelas. Great, udah bangkotan gini tapi masih juga melakukan kecerobohan-kecerobohan kecil(yang makin lama makin besar). Tapi biasanya bad start merupakan pertanda bagus. He..he.. senengnya punya cara untuk memotivasi diri sendiri. Soalnya kan ada pepatah yang bilang, bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. Artinya, karena awal kuliah kacau banget, akhirnya(yang berarti hasil ujian) harus bagus... Cka..kak..ka..

Monday, February 07, 2005

Balik ke Bandung

Setelah bertapa selama beberapa hari di Serpong....

Pikiran udah fresh... siap untuk beraktivitas dan kuliah yang bener. Kayanya sekarang aku mau ngucapin kata kuliah setiap kali ngeblog, jadi kan ketauan semangatnya sampai kapan. Abis biasanya semangat kuliah cuma bertahan seminggu pertama, trus minggu kedua dan seterusnya ancur lebur deh. Cayo...cayooo..

Beberapa menit setelah nyampai di kampus(salman included my campus world), aku nyari buku The Life of Pi di kang Irfan. Karena ngga ada aku pesen aja. O iya ada satu metode yang aneh untuk menentukkan buku apa yang bakal aku beli, pertama resensi buku, kedua ada beberapa orang ngomongin buku itu dalam waktu yang relatif berdekatan dan cara ketiga dateng ke tempat beli buku langganan dan nanya ada buku yang menarik apa ngga. Kalo di Gelap Nyawang, kang Irfan udah apal buku-buku yang jadi favoritku, tapi kalo di Ampera(Palasari) biasanya aku ngasih satu judul buku, trus nanya yang sejenis dengan itu. Apakah aku termasuk orang yang terseret pengaruh massa, ngga tau juga. Tapi cara itu seringkali berhasil menurut parameter keberhasilan suatu buku. Parameternya ya... kecepatan baca dan abis atau ngga-nya, tapi ada juga yang aku baca untuk nambah wawasan. Jadi meski setengah mati males, tapi kadang dipaksa juga untuk tetap melewatkan lembar demi lembar.

Ketemu dosen...
Tadi ketemu dosen yang bakal jadi dosen pembimbingku. He..he.. disapa[waks.. yut] Tapi ngga tau nih jadi masuk sks apa ngga semester ini, abis ada persyaratan sks-nya segala. Kalo ngga bisa sih bagus juga, jadi aku bisa ngambil mata kuliah Kontroversi Isu Sosial. Lumayan buat nyemangatin dateng ke kampus dan nambah wawasan. Soalnya semester ini target masuk Opini[saingan ama Zaki;P].

Friday, February 04, 2005

Blog=Persamaan Matematis???

[Gila, alter ego gw ternyata nyampe 3, ada gw, saya dan aku. Inilah hasil ketidakdisiplinan make bahasa, udah gitu kadang campur aduk bahasanya. :D]

Setelah gw perhatiin, blog gw lebih mirip persamaan matematika. Banyak logika tapi ngga ada bentuk, kaya gimana setting atau kejadiannya. Abis masa ngomongin materialism, pluralitas pake gambaran setting segala, kan ngga mungkin. Kayanya ini kepengaruh bacaan gw juga, berhubung akses buku di Bandung ama di Serpong lebih banyak di Serpong(nyokap, bukunya keren2 banget), jadi selama beberapa hari otak gw dijejelin ama pemikiran-pemikiran tanpa bentuk. Jadi deh, tulisannya kehilangan setting, wa... makin berat aja nih kalo bikin reportase, atau gw harus banyak jalan-jalan kali ya. Bisa gawat nih kalo ngga diimbangin...

Tentang bentuk, sebenernya blog termasuk fenomena yag lucu. Soalnya dengan adanya shoutbox atau fasilitas sejenis, avatar2 di dunia maya melakukan acara silaturahmi juga, dengan meninggalkan jejak di shoutbox. Setelah meninggalkan jejak, bakal ada kunjungan balesan. Mirip kaya main tamu-tamuan. Tapi kalo dulu ada bentuk fisiknya, sekarang sih cuma ngeliat layar monitor dan mengetikkan beberapa kata, jadi deh silaturahmi maya. Hiii... kaya konsep candu gitu, candu kan berfungsi sebagai obat penenang, karena masing-masing orang memiliki konsep ketenangannya masing-masing, candu langsung membuat tenang dengan menyerang saraf. Dunia maya juga mirip candu, dimana masing-masing orang bisa mencari akses informasi yang diinginkannya tanpa ada halangan bentuk(ngga terhalang hambatan budaya, ideologi, agama dll).

Thursday, February 03, 2005

Pluralitas Radikal

[judulnya serem bangeth:D, abis lagi split personality nih, antara gw dan saya, akhirnya setelah gedebak-gedebuk ngga karuan dibelakang layar, si saya menang menyisakan gw yang masih belom puas untuk cuap-cuap]

Salah satu masukan yang saya peroleh dari temen mengenai tulisan adalah ketidakcocokkan judul dengan isi(ini mah emang udah masalah klasik, ujung2nya ada orang yang ngasih judul. Berhubung ini blog, jadi anggep aja kaya dapet kado yang masih terbungkus rapih. Isi tulisannya surprise. Wah jadi keterusan, ceritanya waktu gw ulangtahun ke-17, dapet hadiah dalam kotak yang terbungkus rapih. Dengan semangat, gw goyang-goyang kotaknya. Dari dalem kedengaran klutuk-klutuk, tapi orang yang ngasih bilang ngga boleh dibolak-balik atau digoyang-goyang. Malah dibungkusnya ada tulisan hati-hati jangan dibolak-balik. Tau ngga isinya apa? KODOK... mending kodok pangeran, ini sih kodok item yang merana karena ditaro dalam kotak disket, dan karena gw rada serem ama makhluk bernama kodok, alhasil kodok yang udah ketakutan itu jadi SUPER KODOK yang loncat dari lantai kamar gw(lt.2) ke bawah. Thanx buat orang yang ngasih gw kodok, setiap ngeliat kodok gw jadi inget lo hehe...)

Nah balik lagi ke topik, saya melihat dalam pluralitas ada sebuah keanekaragaman yang menarik untuk menjaga sesuatu agar tetap dinamis. Misalkan sebuah lembaga yang telah mapan, mau ngga mau dia bakal terjebak dalam sebuah bentuk tradisi yang mengekang, kaya di diskusi milis KM beberapa waktu lalu. Saya menangkap adanya sebuah ketakutan bahwa kekuasaan akan selalu menampilkan wajah yang keras dan tidak bersahabat(ini gara-gara kepotong ama cerita kodok, jadi ide awalnya udah melayang). Artinya, untuk menjaga agar kekuasaan itu tetap setia kepada para pemilihnya atau orang-orang yang ada dibawahnya harus ada kekuatan lain yang mengimbangi. Trias politica mengenalkan tiga elemen kekeuatan berupa, badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Belakangan muncul pilar keempat yaitu media massa, tapi selain itu ada juga badan-badan NGO(pokoknya kaya ide-nya Capra di Hidden Connection-lah). NGO itu fungsinya bukan sebagai lembaga oposisi(meski lebih sering iya), melainkan untuk mengimbangi dan menjaga sumbu-sumbu kekuasaan agar berada di jalur yang benar.

Kenapa ada pandangan seperti ini? Pertama, saya melihat faktor NGO ini digerakkan oleh masyarakat umum. Artinya sebagai alat kontrol ia berasal dari akar rumput, dan kepentingan yang ada di dalamnya tidak terlalu dominan. Hal ini menarik dikaitkan dengan kajian mengenai media massa di Eropa yang terbagi menjadi 3 kubu, yaitu media massa partisan, media massa simpatisan dan media massa non-partisan. Apa hubungannya? Bagi saya hubungannya adalah media massa sejatinya mengungkapkan kebenaran(sebagai implikasi dari dasar2 jurnalisme), namun di dunia ini tak ada yang bebas nilai(seperti yang diungkapkan oleh kang Budhiana waktu diskusi mengenai pers di KM). Oleh karena itu, saya juga tidak akan memungkiri bahwa NGO pasti memiliki interest tertentu, namun dengan adanya NGO, proses dinamisasi bisa berjalan dengan baik.

Kedua, saya selalu senang dengan perbedaan. Apalagi manusia dimata saya merupakan makhluk yang unik. Oleh karena itu banyaknya NGO juga akan memperbanyak ruang untuk berekspresi. Misalnya seseorang yang memiliki kecendrungan di bidang penelitian atau pendidikan dapat total di bidang tersebut, dan tidak mengandalkan jalur birokrasi. Bagi saya, dalam bangunan yang utuh senantiasa ada spesifikasi dan segmentasi agar kepentingan setiap orang dapat tertampung.

Pertanyaannya, bagaimana jika bagian-bagian kecil tersebut malah menimbulkan konflik? Tak bisa dipungkiri bagian-bagian tersebut juga hierarkis, andaikan kita mengumpamakan sistem tersebut dalam satu tubuh maka hierarki tertinggi dipegang oleh kepala. Begitu juga dengan hubungan antara pemerintah dengan NGO. Pemerintah pastinya memiliki hierarki yang lebih tinggi daripada NGO, namun bukan berarti NGO tidak memiliki kontrol(ya sebenernya pengandaiannya rada ngaco sih, soalnya kan otak ngambil alih semua fungsi yang lain) tapi dalam sistem pengaturan ini semakin banyak NGO dengan segmen yang berbeda-beda semakin baik. Seperti hortikultura(atau apa ya, maklum bio saya parah banget, pokoknya senantiasa ada bank gen untuk ngambil jenis tumbuhan yang asli) di bio.

Dalam sistem yang pluralitas radikal, masing-masing orang, kelompok, atau apapun memiliki kekuatan yang seimbang, sehingga bisa dicapai sebuah kesetimbangan. Tapi ini sih baru mimpi-mimpi demokrasi yang kental dengan agenda HAM, kebebasan berpendapat dll. Saya sendiri masih bingung ditengah lautan kata. :D Mending nyari kodok kali ya...

Oke Deh..

Oke deh gw ngaku... kalo sampai saat ini gw masih suka ngebaca yang aneh-aneh. Gw masih suka surfing di internet untuk hal yang ngga penting. Gw juga ngaku kalo sebagian besar waktu gw kayanya berlalu begitu aja. Tapi bukan berarti gw ngga belajar kan?

Dunia Maya

Seperti biasa, tadi aku melakukan cybertravelling, dan nemu sebuah catatan menarik. Isinya tentang perselingkuhan(woo... berat tuh), intinya ada suami yang marah ke istrinya gara-gara YM ama laki-laki lain. Wuuiii.. aku jadi nyambung ama obrolanku kemaren sore tentang dunia maya. Menurut temenku tuh dunia maya itu sebuah dunia yang out of control, karena semua yang ada dan dipersepsi oleh sel-sel otak kita hanya merupakan sebuah representasi semu. Aku jadi teringat buku Cyberspace-nya Mark Slouka, dari kata pengantarnya, Mark Slouka masuk kategori orang yang menganggap dunia maya negatif, menurut beliau dunia maya itu menghilangkan batas-batas, lebih jauh lagi ia banyak memberikan contoh-contoh avatar di dunia maya yang memiliki identitas baru. Kalau dalam obrolan kemarin sih dicontohin Sims(ya.. karena aku rada kuper, aku taunya mirip Ragnarok), dimana masing-masing orang memiliki identitas baru dan kehidupan sosial di dalam dunia maya buatan tersebut. Kalau di bukunya Slouka, sampai pada tahap ada yang bunuhdirinya segala loh. Pokoknya dunia maya seperti memiliki realitasnya sendiri, ngga tau deh pengaruh psikologisnya di dunia nyata. Kayanya asyik nih kalau dijadiin bahan penelitian. Poin-poin yang kebayang adalah apa sih yang orang cari dari dunia maya, dan kenapa dunia maya jadi semcam sebuah hegemoni(wu..aks.. yut bahasanya) baru. O iya nyambung dengan masalah kebudayaan. Memang benar awalnya budaya yang membentuk kita, namun lama kelamaan struktur budaya turut mempengaruhi kita.

Milis

Tadi baru dapet undangan untuk ikut milis baru. Kalo dipikir2 ternyata banyak juga ya... Ada 21 milis dan itu belom diitung di mail yang satunya lagi. Waaa.... aku udah jadi makhluk maya. Udah gitu undangan-undangan untuk join dari para moderator suka lucu-lucu. Salah satu milis yang aku ngga tau asalmuasalnya adalah milis Acesia, yang ikut rata-rata para pengusaha gitu. Isinya motivasi, cerita refleksi, kutipan dari Chicken Soup, kisah-kisah inspirasi dan tips-tips manajemen ringan. Kalau dikategoriin, ada beberapa jenis milis, milis kampus(kebanyakan dari kegiatan yang aku ikutin, jumlahnya nyampe 9. Gila kan udah setiap hari ketemu di kampus masih juga ketemu di dunia maya), milis tuing..tuing..(he..he.. sekadar pengen tau pikiran aneh orang-orang, tapi kadang males juga ngikutinnya), milis wacana(aku ikut milis MPO, biar tau perkembangan), trus milis IC(cuma dua, yang satu untuk semua alumni, satunya lagi milis angkatan), milis agama, milis keprofesian dan milis manajemen. Karena kebanyakan, ada beberapa yang aku set no email, jadi rata-rata aku cuma dapet 4 mail perhari.

Wednesday, February 02, 2005

Tanda

Kupercaya alam pun berbahasa
Ada makna dibalik semua pertanda
(Marcell-Firasat)

Dialog (2)

Beberapa hari menjelang kuliah semester ttiii...t(ups, kena sensor)
Saya : "Yut, kuliahnya diseriusin dong, jangan malah cari kegiatan baru, atau baca buku-buku berat"

Gw : "Ye.. lo tu rada-rada ngeyel deh, jelas-jelas yang sering bikin kepala penuh dengan pikiran aneh 'tu elo. Masa lo ngelempar masalah ini ke gw"

Saya : "Oke deh daripada makin ruwet, mending dilist aja alokasi waktu yang diperluin. Lagian kan ngga mungkin juga kalau setiap hari mentok dengan satu jenis kegiatan. Kamu maunya semester depan ngapain aja?"

Gw : "Hmm... apa ya? Gw juga masih bingung[sambil cengar-cengir ngga jelas]. Pastinya, gw ngga bakal betah kalo cuma mantengin buku-buku math. Fiuu..h mana semester depan rada-rada berat lagi. Kenapa sih lo ngga milih mata kuliah yang lucu-lucu?"

Saya : "Bukannya ngga mau, tapi emang udah ngga ada jatah sks-nya, lagian lebih baik pusing sekarang daripada semester depan. Ya ngga?"

Gw : "Ok deh, yang pasti harus ada adalah alokasi untuk baca buku umum."

Saya : "Dasar konyol, kalau itu sih ngga dialokasiin juga udah otomatis, mending kamu kasih target untuk baca buku diktat, atau lebih spesifik alokasi waktu belajar per hari."

Gw : "Gila lo, ngga asyik banget, sekalian aja bikin jadwal kegiatan gw dalam itungan detik. Belajar...belajar...belajar. Ngga realistis lo, mana bisa gw ngikutin jadwal kaya gitu."

Saya : "Lah kalau gitu, kamu serius mau kuliah yang bener apa ngga?"

Gw : "Ya maulah, tapi bikin jadwal juga harus realistis. Oke deh gw bikin daftar tuntutan. Buku umum minimal satu sebulan, nulis sekali seminggu, hari sabtu/ahad hari bebas, trus gw masih ada kesempatan untuk jalan-jalan atau ngapain keq."

Saya : "Sekarang giliran saya, setiap hari sekurang-kurangnya harus ada review pelajaran, trus udah gitu alokasi waktu belajar mandiri per hari minimal 1 jam, dan akan bertambah kalau menghadapi ujian. Ujian pun ngga boleh sistem sks(sistem kebut sejam), tapi sekurang-kurangnya H-2."

Gw : "Gw pengen tau, berhasil ngga ya?"

Saya : "Ya, ini ngga bakal mungkin kalau kamu ngga mendukung."

Gw : "Artinya gw harus mulai fokus ya?"

Saya : "Ya iyalah, kamu harus mulai sadar bahwa timeline untuk kuliah ada batas akhirnya. Ngga mungkin kan kamu selalu menunda-nunda setiap kewajiban. Dan satu hal lagi, kamu juga harus ngambil DNA di TU. Masa sampai saat ini kamu ngga tau, nilai-nilai dan sks kamu."

Gw : "Wuuu... ngga asyik lo, nimpain semua kesalahan ke gw. Siapa coba yang seneng ngelakuin hal aneh-aneh sampai-sampai setiap kali kuliah ngga konsen. Paling kalo dikelas gw cuma bosen karena ngga nyambung ama bahannya. Nah lo malah mikir yang aneh-aneh. Konsentrasi dong!!!"

Saya : "Ok deh... tapi bener ya, semester depan prioritas utama di kul?"

Gw : "Sip-lah"

Shock Wave

Semester ini rencananya aku udah mulai ngambil TA. Harus mulai serius kuliah nih. Nah ini sedikit bahan tentang TA(niatnya biar keinget terus ama bahannya :D). Aku ambil definisinya dulu dari internet.

Shock wave
wave formed of a zone of extremely high pressure within a fluid, especially the atmosphere, that propagates through the fluid at a speed in excess of the speed of sound. A shock wave is caused by the sudden, violent disturbance of a fluid, such as that created by a powerful explosion or by the supersonic flow of the fluid over a solid object. Propagating from the point of the disturbance, a shock wave carries energy and can have destructive effects as it impinges on solid objects. A shock wave decays rapidly with increasing distance from its point of origin, gradually changing into an ordinary sound wave. Continuous shock waves, such as those produced by supersonic aircraft, are of particular concern as they tend to recur along regular routes. Even after they have decayed into sound waves, thus losing their destructive force, they remain capable of creating noise levels harmful to human beings and animals.

Berbagi

Belakangan ini format postingan yang paling aku suka adalah bentuk surat. Ada beberapa keunggulan dari bentuk surat, yaitu saya jadi merasa benar-benar udah curhat kepada seseorang. Dalam buku Ketika Diam Bukan Emas, hasil penelitian menyebutkan bahwa seseorang memiliki kebutuhan untuk didengar. Seseorang yang mampu bercerita banyak mengenai dirinya akan merasa telah diterima di lingkungan baru, daripada orang yang banyak mendengarkan. Selain itu, ada buku yang bagus banget mengenai berbagi, Pergilah kemana Hatimu Pergi(kayanya judulnya salah deh, buku terjemahan Itali gitu). Isinya tentang pesan-pesan seorang nenek kepada cucunya yang lagi merantau. Selain itu, kalau dalam bentuk diary klasik, ada juga orang-orang yang menamakan buku diarinya, jadi bentuk penulisannya juga kaya curhat dengan seseorang. Lucu juga bahwa ternyata setiap orang memiliki kebutuhan untuk didengar dan diperhatikan. Kaya pengakuan Djenar di koran dua hari lalu, menulis merupakan kebutuhan sebagai bentuk penyaluran ide-ide dan kegelisahannya. Manusia itu penuh misteri, tapi kalo pake teori-teori yang rada strukturalis, kebutuhan untuk diakui emang khas manusia yaitu Aktualisasi Diri(puncak hierarki motivasi Maslow).

Welcome to Human World

Kepada Seorang Kawan (3)

[Episode: Marah]

Kawan,
Kemarin aku nyaris tidak bisa mengendalikan emosiku. Ya, kawan... kemarin aku marah. Tapi untung masih dalam tahapan yang paling rendah, kemarahanku baru sampai dalam hatiku. Kau tahu sensasi yang dirasakan orang yang marah, semua yang ada dihadapanmu seperti benda yang enak untuk dibanting-banting. Otakmu terasa buntu, dan semua rasanya salah, dan hal yang paling mengerikan dari marah adalah kau jadi merasa benar sendiri.

Kawan,
Mungkin kau heran kenapa aku menuliskan pengalaman marahku padamu. Aku takut, dengan emosi kemarin aku menyakiti hatimu. Aku takut... emosi yang tidak bisa kukuasai itu datang lagi mendadak tanpa dapat kucegah. Kau tahu, meski aku senantiasa menggunakan rasioku, rasa marah itu begitu menghentak-hentak, menghancurkan segala penghalang. Kawan, aku sangat ketakutan.

Kawan,
Kuharap kau tak menjauh dariku. Meski pengalaman kemarin cukup menakutkanku, namun aku mulai belajar tentang satu bentuk emosi yang lain. Biasanya aku hanya sampai taraf kesal, yang akan menghilang dalam hitungan menit, tapi ternyata marah itu bisa jauh lebih dahsyat. Kuharap, kalau lain kali aku marah, itu karena sesuatu yang Hakiki dan bukan karena egoku. Ah, manusia itu ternyata makhluk yang rumit.

Kawan,
Maukah kau menjadi pelindungku? Mengingatanku akan makna kesejatian, agar aku dapat marah pada tempatnya, agar egoku tak menguasaiku. Karena kau tahu sesuatu, kaulah salah satu bentuk kasih-Nya padaku, kau mampu membuatku merasa nyaman dan mengingatkanku pada-Nya.

Keluarga

Cerita apa yang bisa diperoleh dari sebuah keluarga? Kalau bagi saya, keluarga adalah tempat paling nyaman untuk menjadi sebagaimana adanya. Orang-orang yang senantiasa menerima tanpa syarat, makanya kalau ada yang heran kenapa liburan kali ini tingkat kepulangan saya cukup tinggi, jawabannya karena saya lagi pengen deket ama orang-orang yang paling saya sayang. He..he... pagi-pagi jadi melow nih...

Pas kemaren saya pulang, ibu saya ngasih buku apa coba?(guess..guess:D) Buku Pers Indonesia-nya Jakob Oetama. Wa... seneng banget. Begitu juga kalo beli DVD, pasti ada film2 yang saya sukain...

Somehow, ngomongin orang-orang terdekat selalu bikin saya kehabisan kata-kata.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...