Friday, February 11, 2005

Buku, Dongeng, Bunga, dan Sepotong Lagu Klasik

Untuk ibuku yang telah menjadi inspirasi hidupku

Kisah ini dimulai dari sebuah yang nampak serupa dengan rumah lainnya. Rumah tanpa atap miring, halaman, teras ataupun gudang, tapi karena didalamnya terdapat seorang ayah, ibu dan kedua anak, maka ruangan besar yang didalamnya terdapat 3 kamar tersebut tetap saja disebut sebuah rumah. Tapi kalau kau bersikeras bahwa sebuah rumah adalah bangunan yang memiliki atap miring, halaman dan sebuah gudang, maka kau boleh menyebut rumahku dengan apartemen. Namun karena aku telah terbiasa menyebutnya dengan rumah, maka kau terpaksa mengikuti kebiasaanku.

Tak sabar rasanya menunggu bel pulang berbunyi, karena akhir pekan ini ibuku akan mengajak aku dan kakakku ke perpustakaan kota. Perpustakaan di sebrang sungai dengan sebuah jembatan besar yang membagi sungai itu menjadi beberapa bagian. Udara cukup dingin, tapi aku tidak begitu peduli, tangan hangat ibuku senantiasa membuatku merasa aman dan nyaman. Aku senang berlari-lari disepanjang sungai itu, sementara ibuku mengawasi dari belakang. Aku baru berhenti jika sudah kehabisan nafas, dan ibuku secara perlahan akan datang menghampiriku sambil menggenggam tanganku lagi.

Akhirnya sampai juga kami di perpustakaan kota. Indahnya, matahari sore dan lampu yang terang menerangi ruangan besar yang berisi ratusan buku bahkan mungkin ribuan. Kursi-kursi dan meja kecil tersedia di dalam perpustakaan besar itu. Kata ibuku aku bisa baca beberapa buku di sana dan juga meminjamnya. Wah, aku senang sekali. Aku senang buku, dan ruang perpustakaan modern yang terang itu. Salah satu buku favoritku adalah buku tentang kelinci. Buku itu penuh dengan gambar, hanya bagian bawah buku itu berisi sedikit tulisan. Ceritanya mengenai para kelinci yang mencari makan di hutan tempat tinggal mereka. Kelinci-kelinci itu mempunyai musuh seorang pemburu, tapi ada seekor kelinci yang suka mengunyah hidung pemburu yang mancung dan merah seperti wortel, serta sapegh(aku lupa penulisannya seperti apa, yang jelas artinya renyah dan berair). Aku begitu menyukai buku itu karena cerita tentang kelinci yang suka menggigit hidung pemburu menurutku sangat lucu. Ibuku pun sampai hapal cerita dari buku favoritku tersebut. Hari yang menyenangkan, biasanya sesudah pulang dari perpustakaan hari sudah beranjak petang. Lampu-lampu kota sudah mulai agak meredup, dan ibuku biasanya akan mengajak aku dan kakakku untuk makan roti yang ada di sepanjang sungai itu.

Malam merupakan saat yang cukup menakutkan bagiku, meski aku tidur dengan kakakku tapi tetap saja sampai saat aku terlelap aku ditemani oleh ibuku. Jadi setiap malam sebelum tidur biasanya ibuku mengisahkan sebuah cerita untukku dan kakakku. Mungkin kau akan berpikir bahwa ibuku akan mengambil sebuah buku dongeng dan membacakannya untukku dan kakakku, tapi tidak. Ibuku membuat ceritanya sendiri. Dongeng ibuku diisi oleh tokoh Kancil, Ucil serta ketiga sahabatnya Ba, Bi dan Bu. Lucunya, kehidupan Kancil dan Ucil mirip dengan kisahku dan kakakku, dan setelah beranjak agak besar ibuku bilang bahwa cerita Kancil dan Ucil itu memang diambil dari cerita-cerita aku dan kakakku di sekolah yang biasa didengar oleh ibuku saat makan malam atau nonton film. Dongeng ibuku senantiasa mengikuti perkembangan zaman, pada saat orang-orang ramai berbicara tentang kecanggihan robot, dongeng ibuku pun bertambah dua tokoh baru, Tuki(robot milik Ucil) dan robot milik Kancil(aku lupa siapa namanya). Setelah aku terlelap baru ibuku menyelinap keluar dan tidur di kamar sebrang.

Kegiatan yang membuatku cukup sebal adalah les organ ibuku. Hari Sabtu merupakan hari bebas dan saat kami berempat berkumpul di rumah. Tapi Sabtu juga berarti les organ. Sebenarnya les-nya tidak begitu menyebalkan karena aku juga punya kegiatan lain, tapi sepulang dari tempat les, biasanya ibuku mempraktekkan hasil latihannya di rumah, dan itu berarti aku tidak bisa bermain dengan ibuku. Kata ibuku, aku cemburu dengan organ ibu yang menghiasi ruang keluarga kami. Aku, cemburu pada sebuah organ? Yang benar saja. Aku tidak cemburu, aku hanya ingin ikutan main juga, yang berujung pada menekan tuts-tuts piano, atau membolak-balikkan buku musik ibuku yang isinya not balok. Akhirnya, aku bosan dan kutinggalkan organ itu(setelah berhasil membuat ibuku menyerah dengan gangguanku, hore..).

Satu hal lagi yang kuingat dari ibuku adalah kecintaannya pada bunga. Biasanya rumah kami yang berbentuk kotak, dengan sebuah lorong yang memisahkan kamarku yang bersebrangan dengan kamar kedua orangtuaku dan dapur sekaligus ruang makan dengan kamar mandi, diakhiri dengan sebuah ruangan luas yang berfungsi sebagai ruang keluarga, dipenuhi bunga pada hari Sabtu. Hari ketika masing-masing orang dapat mengerjakan hal-hal diluar rutinitas, meski ibuku dapat dikenali polanya, pergi les dan kemudian pulang dengan sebuah buket bunga yang besar.

Akhir minggu juga berarti jalan-jalan. Kami berempat memiliki sepeda masing-masing, ibu dan ayah dengan jenis sepeda balap, serta aku dan kakakku dengan model sepeda klasik. Biasanya kami berempat pergi ke taman kota, aku hanya ingat taman itu begitu jauh. Kata ibuku, semua memang jadi terasa jauh karena aku masih kecil, jadi aku tidak bisa menceritakan jaraknya seperti apa, yang aku ingat kami melewati tempat rally sepeda dekat rumah. Taman kota itu menyenangkan, ada banyak pepohonan yang bisa dipanjat serta udara segar.

<>

Ah, masa kecil yang bahagia..

3 comments:

za said...

Cukup menginspirasi ku cerita masa kecil kamu Yut. Keluarga memang sumber kebahagiaan yang seringkali tidak kita rasakan. Apalagi di zaman materialis seperti sekarang ini. Beruntung deh kamu punya Ibu yang menanamkan budaya baca-tulis sejak dini. Salut!

Anonymous said...

Indahnya masa kecilmu. Aku iri. Aku tidak pernah merasakan kehangatan seorang ibu sedemikian hangatnya, sedemikian harmonisnya.

Andai aku adalah kamu...

reiry said...

itu cerita waktu kamu lagi dibelanda ya??

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...