Friday, May 06, 2005

Bahagia

"Apakah kamu bahagia?" Ya, aku memiliki keluarga yang mendukung segala hal yang kulakukan, lingkungan yang menyenangkan, orang-orang baik, teman-teman, dosen-dosen yang lebih sering pusing memikirkan mahasiswanya, daripada mahasiswanya sendiri, segala hal yang kupikir cukup untuk meyakinkan diriku bahwa aku orang yang bahagia. Tapi entah kenapa aku tak berhasil mengenyahkan perasaan aneh yang belakangan ini menyergapku. Kekosongan, tanpa tahu apa itu kosong. Resah, tanpa tahu kenapa. Ritme hidup tampak tak banyak berubah. Masa aku harus melakukan perjalanan aneh lainnya. Mungkin cara itu akan kulakukan pada libur semester depan, mungkin..

Ada yang salah... aku tak tahu apa. Apa lagi-lagi aku sudah terjebak dalam sebuah ritme tanpa pemaknaan. Dunia yang tampak begitu monoton. Kehidupan yang tampak itu-itu saja. Entahlah...

6 comments:

titi said...

sama yut. Aku juga ngerasa kayak gitu. Butuh penyegaran.. Butuh suatu hal yang baru. Tapi apa ya? ;)

titi said...

sama yut. Aku juga ngerasa kayak gitu. Butuh penyegaran.. Butuh suatu hal yang baru. Tapi apa ya? ;)

sakyahara said...

Menjernihkan Pikiran
Usaha untuk menjernihkan pikiran dilalui oleh banyak orang dengan menggelapkannya. Mereka menganggap bahwa mereka telah melakukan upaya-upaya yang benar dalam menjernihkan pikiran dan menyegarkannya. Tetapi malahan yang mereka lakukan itu sebenarnya membuat pikiran semakin terkabutkan menebalkan tabir pikiran dari memahami segala sesuatu dan memperberat kelelahannya.
Sehingga setelahnya, tetap saja mereka merasakan bahwa tidak ada kekuatan baru yang bersemayam di dalam pikiran mereka, hanya yang lalu, seperti yang lalu saja bahkan kurang.
Padahal di saat-saat seperti ini di mana suatu Kelahiran Agung telah memberikan contohnya yang jelas. Penjernihan pikiran hanya bisa dimulai dari dada, dada yang bersih dari segala kekotoran yang menyelimutinya. Bersihkanlah dahulu dada kita maka kita akan dapat menemukan jalan pikiran yang jernih dan segar.
Bahkan ketika tiba pada suatu masa yang melelahkan sangat, yang memberatkan sangat, maka dada yang bersih itu dapat membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang tepat tidak keliru sedikitpun. Masa itu senyatanya hadir tidak hanya sekali saja, selama hidup masih terkandung badan, akan terus berdatangan masa-masa yang berat dan melelahkan, semakin berat dan semakin melelahkan. Sebagai pertanda semakin tingginya kedudukan kemanusiaan kita.

Anonymous said...

Do U feel so?

[I'm wondering?]

Pertama, bersyukur pada Tuhan atas segala nikmat "ketenangan" hidup yang sudah diberikan padamu.

Kedua, nampaknya "badai" masih enggan untuk, mampir pada hidupmu. [Atau memang Sang Maha Absolut tidak menetapkan hidup yang penuh badai bagimu? Aku pun tidak tahu...] Jadi, tolonglah orang-orang yang hidupnya dipenuhi badai, bila kau bisa menemukannya. [Sungguh, orang-orang itu ada di sekeliling kita]. Mereka tidak mengenal laut dangkal. Yang mereka senantiasa hadapi adalah badai di laut dalam, hanya pada Sang Maha Kuasa mereka bisa bergantung. Berbagilah, teman...

Ketiga, definisikan ulang hidup ini. Mengapa kita hidup, buat apa kita hidup, kemana kita setelah hidup, dan mau apa kita dengan hidup [sisanya silahkan dipikirkan lagi...]

Cheshire cat said...

Tampaknya badai itu memang enggan. Jutaan kisah mengenai orang yang dewasa diterpa badai, sayangnya hanya seperti mimpi. Nyata, namun tak cukup nyata untuk membuat sebuah bekas yang berarti. Syukur, merupakan salah satu jalan. Seperti keberadaan pengemis yang menggenapkan keberadaan orang berpunya. Bukan karena kepapa-an mereka, namun mereka mengajari orang lain untuk berbagi kasih. Mungkin aku akan mencari badai, dan ketika aku menemukannya, kuharap bahagia itu menjadi bermakna.

za said...

TA bukan badai dong Ti?

Ha..ha...ha... klo gitu buatlah TA menjadi "badai". Buat standar yang tinggi untuk TA kamu.

Tapi tetap anggap TA itu sebagai Tugas Asyik, tugas yang mengasyikkan.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...