Seorang ilmuwan tidak boleh memiliki keinginan, ataupun rasa sayang-mereka harus memiliki hati sekeras batu. (Charles Darwin)
Tulisan ini saya peroleh ketika membaca editorial mengenai rekonstruksi wajah Tutankhamun. Seorang ilmuwan tidak boleh samapi terpengaruh oleh objek yang diamatinya, ia hanya boleh memaparkan segala hal sesuai yang ditemukannya. Begitu pula dengan wartawan, saya pikir, ia harus menjaga agar beritanya tetap objektif. Namun mungkinkah seseorang senantiasa dapat berada berjarak dengan segala hal yang dilakukannya? Pada liputan Aceh beberapa bulan silam, ada pergeseran. Salah seorang peliput, menampakan emosinya, hidungnya sedikit merah, matanya pun tak kuasa untuk menyembunyikan air mata. Pemirsa dapat langsung melihat bahwa wartawan juga manusia, yang sama terguncangnya melihat peristiwa yang memakan ribuan korban, dan batasan antara pembawa berita dengan pemirsa runtuh.
Saya lalu membayangkan kata-kata tersebut pada para ilmuwan evolusionis, bahkan pada diri Darwin sendiri. Rasa sayang atau kecendrungan tergadaikan atas nama ilmu pengetahuan. Tapi apa mungkin ilmu pengetahuan bisa sampai pada taraf menyibak dirinya sendiri dan hadir sebagai pintu menuju kebenaran? Saya sendiri berpendapat, sebelum sebuah teori tersebut hadir disertai argumen-argumen ilmiah, ada narasi-narasi terlebih dahulu. Narasi inilah yang akan mengarahkan hasil ilmuwan tersebut.
Dalam matematika, hal ini menjadi sederhana, karena sejauh yang saya tangkap, matematika adalah sebuah dunia yang benar-benar dibangun. Contohnya ketika Euclid mengenalkan geometri pada bidang datar, yang kemudian dikenal dengan geometri Euclididean. Geometri tersebut mampu menjelaskan bentuk-bentuk pada bidang datar, namun ketika dihadapkan pada bidang lengkungan(seperti bentuk alam semesta Einstein, not so sure actually) diperlukan sebuah formula geometri baru, yang diberi nama geometri non-euclidean. Keduanya masih digunakan sampai sekarang(setidaknya masih saya pelajari) dan keberadaan satu sama lain saling mendukung.
Sebuah formula akan tetap digunakan selama ia mampu menjelaskan materi secara konsisten. Dan uniknya bangunan matematika itu termasuk sesuatu yang dapat dilihat secara alamiah. Misalnya logika matematika, mulai dari induksi, silogisme dan berbagai turunan lainnya yang seringkali digunakan dalam mengambil kesimpulan dalam kehidupan sehari-hari. Meski dalam ilmu sosial, tidak selamanya akan memberikan kesimpulan yang sama, apalagi kalau menghadapi sebuah sistem yang kompleks(non-linier).
Menariknya, konsep-konsep yang ada dalam matematika biasanya tidak ditemukan satu kali. Di tingkat kedua, saat saya secara resmi masuk ke jurusan, ada beberapa mata kuliah yang tampak saling tidak berkaitan. Satu bagian berbicara mengenai aljabar, lengkap dengan sifat-sifatnya yang berbicara di ruang berdimensi-n(terhingga), kediagonalan, kebebaslinieran, basis, membangun, nilai eigen, vektor eigen yang berkorespondensi dll. Bagian lain bercerita mengenai fungsi-fungsi dan deret yang menuju tak hingga. Untuk memeriksa deret tersebut berguna atau tidak, diperiksa kekonvergenannya. Pada akhir kisah, bagian-bagian yang tampak tidak nyambung tersebut mulai terlihat saling terkait. Matriks ternyata punya hubungan kekerabatan dengan fungsi, masing-masing sifat hadir dengan caranya sendiri pada dua bagian tersebut.
Mirip dengan kisah telenovela, Mariana ternyata anak kandung dari keluarga besar Maccilas. Setelah beratus-ratus episode hubungan tersebut mulai tersibak, terutama karena Jose, pasangan sang gadis terus mempertahankan hubungannya dengan Mariana meski mendapat tantangan dari berbagai pihak. Kisah itu akhirnya berakhir dengan terungkapnya latarbelakang Mariana yang sebenarnya dan ibu tiri jahat berakhir di rumah sakit jiwa. Nah, dalam hubungan kekerabatan matematika, kisah yang berakhir bahagia juga bisa ditemui kalau saya mau berusaha untuk menghubungkan segala hal yang saya peroleh menjadi sebuah bangunan utuh, mirip keluarga yang bahagia.
Karena saya senang mengkhayal alangkah sayangnya kalau epsilon, deret sin, deret cos, full Fourier series, serta belakangan ditambah kehadiran tokoh baru Gibbs, saya biarkan menjadi makhluk-makhluk tanpa kisah. Hmm… kalau udah benar-benar paham, saya akan membuat math versi populernya. Kayanya kegiatan nulis di media harus mulai diarahkan ke bidang yang saya garap: math. Mungkin dengan mengintegrasikan kedua hal ini saya bisa lebih maju.
1 comment:
tadi pagi,
daku bilang gini tentangmu...
kok bisa ya orang nulis, banyak, setiap hari,
tapi tetap terasa bobotnya...
aku memang hobi baca sejak dulu,
tapi kok tidak nulis...
tapi temanku itu ngebantah...
itu karena kamu pikir seperti itu ...
salut...
Post a Comment