Apa yang pertama kali kau bayangkan ketika mendengar kata guru? Sosok serius berkacamata, dengan kata-kata tenang, atau kau malah akan membayangkan seseorang dengan sepeda onta, versi zaman kompeni? Bayangan yang tidak terlalu salah, meski banyak hal yang sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sepeda onta, kini sudah berganti dengan motor bebek, namun kesahajaan seorang pendidik, dari masa ke masa tampaknya tak jauh berubah. Setidaknya itulah kesan yang aku tangkap ketika, aku, Rini dan Arum berkunjung ke rumah salah seorang guru kami di kawasan Batan.
Di dinding rumah tampak empat buah lukisan. Aku mengenali salah satunya, karena dilukis oleh teman seangkatanku, tiga yang lain berasal dari adik-adik kelasku. Di sekolah kami, setiap akhir tahun ada pameran lukisan yang menjadi bagian dari perayaan kenaikan kelas. Dan setiap tahun, guruku itu pasti membeli salah satu lukisan murid. Tak ada yang istimewa mungkin, namun melihat apresiasinya yang begitu besar, kau bisa membayangkan betapa status guru sudah terinternalisasi demikian dalam pada dirinya.
Tak ada yang berubah dari sosok beliau ketika kami pertama kali melihatnya. Ramah, hangat serta bersahaja. Saat kami memasuki rumah beliau, tampak Razen sedang menatap layar kaca. Dari dalam kamar terdengar suara perempuan, "Kak, tamunya diajak masuk." Tak lama kemudian lengkaplah personil rumah itu di ruang tamu. Guru kami, istri beliau, Razen, Fayed, dan Dehan. Tampak sekali keakraban dalam keluarga tersebut.
Beberapa kali obrolan kami dengan guru yang sangat akrab dengan murid-murid tersebut, terpotong oleh polah Razen dan Fayed. Tampak sekali kedua anak itu akrab dengan bapak mereka. Sementara Dehan, dengan nyaman berada dalam gendongan ibunya. Di sela-sela obrolan kami mengenang masa lalu, serta menceritakan bagaimana kondisi sekolah yang terakhir, kami juga melihat foto-foto. Tampak benar pepatah yang mengatakan bahwa satu-satunya yang kekal adalah perubahan. Bangunan fisik sekolah yang berubah, serta
Hanya satu hal yang kurasakan sama. Sikapnya tak pernah berubah, meski kami sudah lulus empat tahun yang lalu, beliau senantiasa menjadi guru. Mungkin bukan dalam definisi formal, yaitu seseorang yang mengajar di ruang kelas, melainkan sebagai sosok yang patut digugu dan ditiru.
Terimakasihku...
Kuucapkan pada guruku yang tulus....
Monday, April 25, 2005
Guru
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Untuk Papa
Papa … Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat Tapi jasa papa tetap melekat Hangat itu tetap mendekap ...
No comments:
Post a Comment