Thursday, July 07, 2005

Chaos

[Lucu juga cerita sampai ke buku Chaos for Beginners. Nyari di pameran, ngga dapat, trus nulis di blog. Dapat umpan balik(feedback) dari Ales, yang bilang kalau dia ternyata punya. Akhirnya dapet juga. Pameran buku-> nulis di blog ->umpan balik dari Ales(susah bikin diagram non-liniernya) -> buku Chaos. Dengan kata lain, pameran buku -> Chaos for Beginners].

Kayanya aku terpengaruh konser Megalitikum-Kuantum kemarin deh. Bukan dari konsernya secara langsung, tapi dari spirit yang dibawa. Apalagi, judulnya aja Megalitikum(budaya batu besar, kalo ngga salah), dengan kuantum(yang sering dikaitkan sebagai dasar fisika modern). Hal yang menarik bagiku adalah, karena konser itu hendak mengusung sebuah universalitas. Bahkan dari ulasan-ulasan pra-konser, disebutkan bahwa musik ritmik Indonesia pernah direkam oleh NASA sebagai alat komunikasi dengan alam semesta(terlepas ada atau ngganya alien ;D).

Bisa jadi ini hanya sebuah semangat untuk menghubungkan kekayaan musik daerah-daerah di Indonesia dari masa lampau dengan era sekarang, biar keren dikasih nama Megalitikum-Kuantum. Satu hal yang mengindikasikan kecendrungan ke arah sana adalah kehadiran Agnes Monica yang tampil lepas dari balutan musik kelompok ‘Megalitikum’, berbeda dengan KD, Iyeth, Maya yang tampak padu dengan musik-musik khas daerah. Tapi terlepas dari penerjemahan konsep ke praksis, dari konsep yang aku baca dari penggagas acara, konser Megalitikum-Kuantum hendak menyuguhkan sebuah kepaduan yang kental dengan nuansa chaos.

Ilya Prigogine mengungkapkan bahwa keteraturan justru muncul dari ketidakteraturan; kehidupan muncul dari entropi. Keteraturan yang muncul dari ketidakteraturan, aku terjemahkan mirip dengan chaos dalam fisika modern, yaitu ketidakteraturan yang tidak teratur. Konsep yang belakangan ini menarik minatku ini memang sedikit membingungkan, jadi aku juga tidak begitu yakin dengan apa yang aku tulis, tapi ketidakteraturan yang teratur ini bisa dijelaskan dengan definisi fraktal. Fraktal yang berasal dari kata ‘fractus’ adalah bentuk-bentuk geometri yang bertentangan dengan geometri euclid. Pertama, mereka tidak teratur di semua permukaannya. Yang kedua, mereka memiliki derajat ketidakteraturan yang sama pada semua skala. Sebuah objek fraktal tampak sama ketika diamati dari jauh, atau dari dekat-ia menyamai dirinya sendiri(self-similar).[Sardar dan Abrams, Chaos for Beginners]

Dalam konser Megalitikum-Kuantum, semangat ini dibawa dengan memperlihatkan bahwa dalam kekayaan musik Indonesia yang beragam terdapat sebuah keteraturan yang dapat dilihat jika kita berada dalam level yang lebih tinggi, menyeluruh, holistik. Sebenarnya sains itu lucu, ia selalu merasa terancam kalau merasa tidak dapat menjamin sebuah masa depan yang serba pasti(deterministik). Setelah mengetahui penemuan-penemuan modern tidak cocok dengan hukum-hukum klasik, dibuatlah pendekatan-pendekatan baru yang memungkinkan manusia untuk memprediksi apa yang terjadi selanjutnya. Proses ini terjadi secara terus menerus. Mungkin ini mirip dengan sistem dinamis(/k), sebuah pembelajaran tiada henti. Umpan balik yang terjadi secara terus menerus sehingga sebuah sistem tidak akan pernah menjadi sederhana.

Setahuku, chaos mengalami perkembangan cukup pesat dari fenomena cuaca. Gara-gara keterbatasan alat yang hanya bisa menerjemahkan keadaan di alam sampai digit tertentu, ramalan cuaca bisa berubah salah sepenuhnya. Hal ini diakibatkan, terjadi akumulasi kesalahan yang juga mengalami bifurkasi-bifurkasi. Contoh yang cukup dikenal adalah ‘Butterfly Effect’(1972) yang mengatakan kepakan sayap kupu-kupu di Brasil bisa menghasilkan badai Tornado di Texas.

Dalam fenomena sosial hal ini bisa dilihat keadaan ekonomi Indonesia. Periode 1997-1998, Indonesia mengalami guncangan hebat. Dollar yang selama tahun-tahun sebelumnya, adem-ayem di kisaran Rp. 2000,- melonjak drastis hingga angka Rp.18.000,- keadaan yang tidak terduga sebelumnya. Namun hal ini sebenarnya sudah dapat diduga ketika Soros mulai bermain-main dengan mata uang. Sebenarnya ceritanya ngga sedramatis itu sih, para pemain valas sebenarnya sudah bisa memprediksi hal tersebut. Hanya saja tindakan Soros yang mendadak membeli mata uang dollar tidak diduga oleh pemain yang lain, sehingga mengakibatkan kekacauan.

Ada benang merah dari fenomena-fenomena yang terjadi saat ini: dominannya pengaruh suatu hal dengan hal lain; jaringan; keterhubungan satu sama lain. Chaos misalnya, merupakan sebuah pola yang teramati ketika melibatkan unsur-unsur lain, pemanasan global, kemiskinan, kesejahteraan dll. Seperti semangat yang diusung oleh pemusik-pemusik dunia dalam ajang Live-8: Make Poverty History. Mereka mengajukan agar hutang negara-negara dihapuskan oleh negara-negara kaya(baca:G-8). Uang hanya sebuah konsep untuk menindas dan mengikat, tidak sepantasnya orang yang bisa makan layak masih menghisap kaum papa. Contoh lain adalah dengan menjual gelang-gelang karet yang menyatakan kepedulian dan sumbangan bagi orang-orang tidak mampu. Semuanya menunjukkan bahwa setiap orang memiliki pengaruh terhadap orang lain.

‘Butterfly Effect’ tidak hanya ada dalam konteks alam melainkan juga sosial. Kondisi ini sangat relevan jika kita merenungkan bahwa alam adalah petunjuk bagi orang-orang yang mau berpikir. Sebuah kebaikan bisa menghasilkan kebaikan-kebaikan lain(seperti dalam kisah Pay It Forward) yang berdampak besar.

Keteraturan-chaos-kompleksitas. Kompleksitas merupakan tebing yang memisahkan chaos dan keteraturan. Contoh kasus: sistem korup. Dari sistem itu kemudian muncul orang-orang yang tidak menyukai korupsi, sehingga sistem tersebut akan terusik. Sistem yang kental dengan korupsi tersebut kemudian akan melakukan umpan balik yang bisa mungkin dekat dengan konsep dialektika sehingga memunculkan sebuah tatanan yang berbeda. Pertanyaannnya kemudian, kalau Prigogine mengatakan keteraturan muncul dari ketidakteraturan, maka apa yang terjadi sesudah keteraturan?

Merujuk pada konsep self-similar, kecendrungan yang ada adalah keteraturan. Sehingga setiap kali terjadi gangguan, sebuah sistem akan mengorganisasikan dirinya kembali pada keteraturan. Di alam, self-similar ini tampak pada formasi V pada burung yang tengah bermigrasi. Formasi V mungkin sudah cukup dikenal, tapi yang menarik adalah ketika seekor burung sakit, dan memisahkan diri dari formasi karena tidak mampu mengimbangi dan akan merusak sistem yang ada, maka dua burung lain akan ikut mundur dan mengawal burung yang sakit tersebut sehingga membentuk formasi V yang baru.

Sambungin sedikit ama pengetahuan yang aku dapat dari buku Guattari dan Deleuze, cara kerja seni pun seperti sebuah sistem non-linier. Tak ada yang namanya kanvas kosong, maupun lembaran bersih, karena kreativitas muncul dari peniruan dan ide-ide warisan yang memperoleh chaos. Pengaruh chaos akan menyebabkan sebuah sistem terguncang. Sistem yang tidak stabil ini akan mengaktifkan mekanisme kontrol yang ditempati oleh kritikus. Tentu saja, selalu ada yang pro maupun kontra, maka timbulah bifurkasi-bifurkasi yang akan menyebabkan kompleksitas dan sebuah keadaan yang tak terduga sebelumnya.

Hehe.. tulisannya makin lama makin ngga karuan. Namun satu hal yang aku tarik dari apa yang aku peroleh selama ini, manusia telah jatuh cinta pada ramalan. Meski orang-orang sekarang bilang sudah bukan zamannya lagi determinisik, tetap saja manusia mencari pola-pola baru yang mampu menjelaskan fenomena alam semesta. Sains menjadi alat untuk menjamin masa depan seperti yang dicita-citakan, bahkan orang yang tidak percaya sains pun memiliki ‘orang-orang pintar’ yang dianggap mampu mengisi kekosongan itu.

Masa depan yang sesuai imaji tiap benak
Aku jadi berpikir, seperti apakah aku kelak

1 comment:

Anonymous said...

bismillahirrahmanirrahim

ali

menurutku, jika kita mengerti akan mekanisme sesuatu dan kemudian bergerak untuk memiliki kekuasaan atasnya, kita bisa melakukan banyak hal.

bayangin jika kita bisa tau suatu ekosistem (anggap aja ekosistem ini layaknya manusia) alergi terhadap apa saja, senang terhadap apa, dan bagaimana derajat masing-masingnya. kita bisa buatbanyak kekacauan atau kebaikan bukan.

aku jadi ngebayangin jika kita tau suatu negara sangat alergi terhadap suara burung dan kita bisa ngirimin suara burung itu ke sana. kita bisa menghancurkan negara itu kan.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...