Thursday, July 07, 2005

Fiu..h

Baca buku What is Philosophy? bukannya dapat pencerahan tentang math, malah masuk ke era kegelapan. Bayangin, referensinya aja dari textbook serius, La philosophie de l’algebre, Ouvre mathematique de Leibniz ... ini sih sama aja kaya belajar pelajaran aljabar di bangku kuliah. Malah lebih parah, karena selain menggunakan definisi limit, infinite, chaos, diferensial, konsep-konsep ini juga dihubungkan ke tataran yang lebih filososfis. Sebelum masuk ke pembahasan ini, aku mengawali dengan buku Paradigma Holistik. Dari sana aku dapat gambaran mengenai pandangan dunia modern ala Newton-Descartes, dan pandangan baru organisme-holistiknya Shadra dan Whitehead. Secara semangat, kayanya aku lumayan ngerti. Terutama karena teori-teori semisal: relativitas, nexus disajikan dengan sederhana. Tapi begitu masuk ke buku kedua, gila.. sampai terbengong-bengong. Matematika abis, maksudnya banyak yang bilang math itu merupakan ilmu mengenai cara berpikir, tapi buku itu benar-benar menggunakan konsep baku math dalam memperkuat argumen.

Ada bagian yang menarik dari buku itu, “Bukan secara kebetulan, melainkan secara esensial dan niscaya, jika logika itu adalah reduksionis: mengikuti rute yang tanda-tandanya dibuatkan Frege dan Russell, logika berkeinginan untuk merubah konsep menjadi fungsi.”[Deleuze dan Guattari, What is Philosophy?terj., h. 195] Kata-kata diatas sedikit banyak menjelaskan kesalahan pendekatan yang aku gunakan selama ini. Memahami konsep sama sekali tidak menjamin aku dapat mengerjakan logika matematikanya secara utuh. Misalkan, aku tahu sebuah konsep mengenai nilai maximum dalam mengerjakan masalah difusi. Nilai maximum diperoleh diwaktu awal, yang seiring dengan berjalannya waktu, nilai maximum akan menurun, dan nilai minimum akan bertambah. Secara logis(kata logis aku bedakan dengan logika. Logis untuk pemahaman secara langsung/masuk akal, logika berkaitan dengan disiplin ilmu math), jelas sebuah batang yang dikenakan suhu tertentu akan mencapai nilai maksimum pada keadaan awal(t=0), namun dalam logika matematika, penjelasan itu sangat tidak cukup. Bahkan dalam konstruksi bilangan, aku benar-benar harus menyusun bilangan bulat dari angka 0 dan 1.

Dalam transfer ilmu ada yang disebut dengan tacit knowledge. Tacit adalah pemahaman yang ditangkap ketika seseorang belajar. Biasanya dalam teks tidak semua hal dijelaskan secara detil, ada pemahaman-pemahaman yang diperoleh ketika mengerjakan soal. Pemahaman dari pengalaman, ataupun melalui pembimbing merupakan hal-hal yang tidak diperoleh dari teks. Senada, konsep yang direduksi dalam sejumlah persamaan matematis, harus diperoleh melalui pengalaman atau bimbingan sehingga apa ditangkap oleh pembaca sama dengan konsep yang dimaksudkan oleh perumus persamaan itu. Transfer ini aku tangkap sebagai upaya untuk menghindari pandangan math yang reduksionis.

Karena aku lagi berkutat dengan partial differential equations(PDE), aku pakai contoh soal diferesial aja. Di bab 2.1 ada soal mengenai perubahan variabel agar bentuknya memenuhi persamaan gelombang umum. Persamaan awalnya adalah spherical wave, untuk mengerjakan soal itu tinggal menggunakan turunan trus substitusi. Beres deh, tapi kalau aku ditanya untuk apa, ya... aku agak bingung juga. Jawaban paling sederhana, untuk menemukan solusi yang diminta. Tapi hubungannya dengan benda-benda fisis, masih rada blank. Seperti bagian awal penjelasan mengenai PDE, PDE didefinisikan sebagai identifikasi hubungan antara variabel bebas, variebel tak bebas u, dan turunan dari u (ex: PDE:u(x,y), variabel bebas:x,y, v.tak bebas:u). Benar-benar penjelasan persamaan kan? Bukan konsep, apalagi penjelasan fisis.

Kalau menggunakan pendekatan Galileo kayanya cukup nyambung. “Filsafat ditulis dalam buku besar ini, alam raya, yang terhampar di hadapan kita. Tetapi, buku itu tidak dapat dipahami jika kita tidak mempelajari bahasa dan huruf yang dipakainya terlebih dahulu. Buku itu ditulis dalam bahasa matematika, dan huruf-hurufnya adalah segitiga, lingkaran, dan bentuk-bentuk geometris lainnya.”[Galileo, Il Sagiatore, kata-kata ini aku culik dari buku Paradigma Holistik, h.38]. Matematika adalah bahasa, ngga lebih dan kurang. Makanya ketika dalam pelajaran geometri sebuah garis tidak hanya terdiri dari sebuah garis lurus(y=mx+c) tapi bisa juga bengkok-bengkok, ngga ada yang protes. Patokan dalam matematika hanya satu, definisi. Gara-gara definisi ini, banyak hal yang ngga terbayangkan sebelumnya bermunculan.

Antara asyik, dan serem. Memasuki hutan belantara logika dan definisi. Entah apa lagi yang akan aku temukan....

No comments:

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...