Thursday, July 14, 2005

Ke Kebun Binatang

The greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its animals are treated
--Gandhi

Dan disinilah saya bersama Ales, Liza, Yan dan Zaki(urut abjad). Di depan gerbang yang sudah nyaris tertutup, awan mendung, loket kosong dan dua petugas yang menjaga pintu masuk. Jadi-tidak, jadi-tidak… Jam menunjukkan pukul 16.20, petugas yang menjual loket pun sudah pulang, tapi menurut penjaga, kami bisa masuk dan keluar sekitar setengah enam lewat jalan bawah. Dekat pintu masuk keadaan cukup ramai, berbagai mobil, motor serta ibu yang membawa putra/i mereka tampak ramai meninggalkan kebun binatang Bandung Samsung.

Akhirnya dengan membayar Rp.30.000,- kepada penjaga kami berlima masuk ke kebun binatang. Di dalam hanya tampak segelintir orang. Bahkan seorang ibu sambil lalu mengatakan sudah mau tutup baru masuk. Tapi bagi saya sendiri keadaan itu cukup menyenangkan, sepi dan mendung. Ditambah pohon-pohon besar yang terletak di sisi kiri dan kanan jalan. Suasananya nyaman untuk melakukan jalan-jalan sore.

Saat pertama kali masuk, kami disambut oleh kandang burung yang besar. Tapi saya tidak begitu tertarik dengan burung, ular, kura-kura. Hewan-hewan yang saya sukai adalah mamalia, karena saya merasa merekalah yang paling manusiawi. Lihat saja tingkah kucing, dengan mudah kita bisa bersimpati. Jadi karena sudah sampai ke kebun binatang, saya mencari kucing versi besar.

Kandang pertama daerah kucing-kucing besar diisi seekor harimau. Saya jadi teringat harimau di cerita The Life of Pi, tapi harimau yang saya lihat tampak tidak bertenaga. Ditambah kenyataan bahwa ia hanya seorang diri di kandang yang berukuran sekitar 2 meter persegi itu. Tidak terbayang bagaimana kehidupannya, mungkin karena sendirian itupula saat saya mendekat ia langsung bereaksi(semoga dia berpikir saya ini temannya). Di kandang selanjutnya tampak singa yang tengah gelisah. Mondar-mandir di bagian depan kandang, sambil sesekali mengeluarkan geraman. Suaranya terdengar dalam, dan menggetarkan hati(pakai bahasanya Yan).

Di dekat sebuah kolam, tampak kuda nil. Entah kenapa, hewan-hewan yang kami amati suka mendekat. Begitu pula kuda nil yang punggungnya tampak ditumbuhi lumut tersebut. Ketika kami melihat-lihat di pinggir pagar pembatas, kuda itu berenang mendekat dan berhenti beberapa saat. Selanjutnya ia kembali ke tepi yang lain dan tampak merenung dengan menopangkan dagunya ke pinggir kolam dan badan yang terendam di air. Sesudah itu ia menguap lebar, memperlihatkan mulut lebarnya dan giginya yang jarang.

Pengalaman yang paling berkesan buat saya adalah ketika bertemu pak jerapah(jadi ingat cerita-cerita fabel masa kecil, pak beruang, pak jerapah, bung kelinci dll). Badan bintik-bintik, kaki jenjang dan leher yang panjang. Hanya saja leher itu tak cukup panjang untuk menggapai daun-daun yang tumbuh di pohon yang menaungi kandangnya. Akibatnya jerapah tanggung itu hanya bisa mengandalkan daun-daun hijau yang jatuh ke tanah. Saat Yan menyodorkan daun berwarna hijau, jerapah itu merendahkan kepalanya dan memakan daun yang disodorkan oleh Yan. Begitu pula ketika kami semua bergantian mencoba, jerapah itu tanpa takut-takut memakan daun-daun yang kami sodorkan. Bahkan karena awalnya saya takut tergigit, jerapah tersebut cukup lama menyorongkan kepalanya, hingga sebelum daun ditangan saya terambil, saya bisa merasakan lidahnya.

Entah bagaimana kabar pak jerapah sekarang? Koq saya jadi sedih ya… ditambah kondisi gajah yang kedua kakinya dirantai hingga ruang geraknya nyaris tak ada. Ketika kami mendekat hanya belalainya saja yang aktif bergerak-gerak. Sambil beberapa kali mencoba membelit tangan kami yang menyentuh belalainya.

Saat kami sampai ke daerah beruang, hujan mulai turun. Sambil berjalan dibawah naungan payung(3-1,2-1) kami melihat binatang-binatang berkaki empat. Lama, kuda poni, kancil, rusa, tampak sedang berteduh. Jumlah mereka banyak, setidaknya walaupun kehidupan kebun binatang menyebalkan, mereka bisa berbagi satu sama lain. Tidak seperti harimau, panther, kuda nil, dan jerapah. Sendiri, diamati, dan hidup hari demi hari tanpa henti…

1 comment:

Anonymous said...

kayaknya, sedikit kebayang
gimana gak enaknya
jadi bintang
di kebun bintang

bisa di balik gak ya..
jadi manusia,
di luar kebun manusia...

wow...
hidup ku langsung terasa lebih enak...

(apa iya?)

jik

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...