Gw: "Gila lo Yut, ngga serius. Masa lo mainnya ke web-web Mediacare, Pantau, dkk. Kalau kaya gitu caranya lo ngga bakal bisa serius."
Saya: "Ngga tau nih. Apalagi ngeliat foto Ikram di blog-nya pantau. Penjelasan fotonnya student journalist in bandung lagi. Mupeng deh."
Gw: "Ayolah bertahan. Enam bulan lagi... masa ngga bisa sih. Abis itu terserah lo mau jadi apa."
Saya: "Iya, saya tahu. Apalagi tadi waktu melihat dosen yang namanya tercantum di jurnal-jurnal math internasional, kayanya hidupnya fokus banget. Begitu juga dengan teman-teman yang udah masuk ke jalur profesi. Sedangkan saya masih terombang-ambing..."
Gw: "Hei, lo koq jadi pesimis gitu sih? Kemana postive thingking lo yang biasanya?"
Saya: "Entahlah, belakangan ini saya banyak merenung Ti."
Gw: "Oh, ayolah cheer up. 'Ga segitu buruknya koq, lagian lo kan bisa ngerjain tugas-tugas yang diberikan."
Saya: "Saya cuma bingung. Dosen wali saja sampai pernah bilang bahwa saya ini punya kemampuan. Tapi saya sendiri ngga tau mau diarahin kemana semua ini. Semuanya tampak sebagai bifurkasi-bifurkasi yang mengarah pada kekacauan. Dan yang membuat saya takut, saya menikmati kekacauan itu, setiap detil kejutan-kejutannya, ketidakpastiannya membuat saya jatuh cinta."
Gw: "Tetapkan target kalo gitu."
Saya: "Koq, peran kita jadi kebalik sih. Seharusnya kan kamu yang bagian otak kanan, dan saya yang bagian analitisnya."
Gw: "Ha..ha.... gw lagi bosen, Yut."
1 comment:
Another self conversation, ya?
Post a Comment