Wednesday, December 29, 2004

Tuesday, December 28, 2004

Indonesia Satu

Duka Aceh kembali mengemuka
Ditengah derita yang tak kunjung reda
Mampukah kita mengais hikmah?
Untuk menjadi peduli dan peka
Terhadap kondisi sesama
Dua ratus tahanan GAM lepas
Tentara pun entah kemana
Semua sama, dalam bencana
Rakyat hingga pejabat
Televisi, radio, semua...
menyatakan kepeduliannya
Semoga ini jalan menuju Indonesia Satu

Meja Belajar

Hari kedua di rumah. Cayo..cayoo... belajar. Udah niat banget belajar, eh... pas udah di meja belajar, keliatan buku-buku zaman SMA, mulai dari atlas dunia, buku fisika sampai buku-buku pemikiran seperti Madilog, Dari Penjara ke Penjara, Akhir Filsafat Jerman, Kebudayaan Sosialis dan buku kursus System Dynamic. Akhirnya 10 menit megang buku terapan, selebihnya baca-baca pengalaman hidupnya Tan, trus lanjut ke sistem dinamik. Pas baca sistem dinamik, jadi inget The Hidden Connection-nya Capra, soalnya Capra bilang organisasi yang bisa bertahan di masa yang akan datang adalah organisasi yang hidup, artinya harus ada feedback dan senantiasa tanggap terhadap perubahan dan memperhitungkan elemen lingkungan.

Monday, December 27, 2004

Menetapkan Visi

Kerjaan standar kalau udah sampai Serpong. Nge-net ampe bosen... he..he.. abis Salman udah ngga connect, udah gitu karena di departemen jadi pecinta open source macem Linux and the gank, jadi aja blogie ngga bisa kebuka. Kalo udah gitu ide-ide yang berseliweran ngga karuan ditangkep pake kompie di rumah, kalo ngga ya.. coretan-coretan kecil pas kuliah. He..he.. ngga tau kenapa setiap kali ada dosen yang nerangin mata kuliah, selalu muncul lintasan-lintasan pikiran. Lumayan juga buat ngasih ilham.

Beberapa hari ini emang saya lagi sibuk berpikir tentang masa depan. Abisnya, temen-temen ngobrol atau main kayanya udah mantep banget dalam menentukan jalan hidupnya. Ada temen yang sedang semangat-semangatnya di lsm, sambil ngadain penelitian ke suku Bugis. Ada lagi yang sibuk dengan pemikiran tentang Indonesia, ngga sejauh itu sih, tapi fokusnya berkaitan dengan daerah asalnya. Wui..h canggih bener...

Kalo dipikir-pikir, koq kayanya hidup saya ini lempeng-lempeng aja. Ngga ada heroik-heroiknya sama sekali, bukan heroik macem tokoh Amerika, tapi setidaknya berkontribusi buat apa gitu... Kuliah gitu-gitu aja(ya ngulang, ujian kacau, bikim model Bacillus, eh.. bakterinya malah mati idup-mati idup, kan jadi ngga sesuai dengan kurva logistik), nulis juga lagi bosen. Abisnya kalo ngomongin wacana tanpa implementasi kaya makan kain, dikunyah-kunyah tetep aja ngga ada hasilnya. Kalo kata akang '99(kacrut nih.. abis kalo nyebut nama orang, takutnya kenapa-napa lagi), gaya nulisnya harus diubah biar lebih progresif. Ya..h, namanya juga pengembara, kadang punya visi beres, lebih sering lagi tenggelam dalam lamunan.

Sering sih ikut training motivasi, malah di rumah buku-buku management banyak bener. Tapi apa gunanya wacana tanpa praksis. Lagian kan kunci-kuncinya rada2 standar, yang paling gampang ya.. kalo mau bisa harus banyak belajar. Standar bangetlah, he..he.. ini sih gara2 saya lebih seneng baca otobiografi/biografi daripada diceramahin. Jadi apa yang dibilangin ama buku2 management dan pengembangan diri mental semua.

Cinta-Mu

Kuhirup cinta-Mu...
Lewat angin yang mendesau
Pohon-pohon yang bergoyang
Kicau burung merdu
Kupu-kupu yang menyesap sari
Makan yang tadi singgah
Tawa canda keluarga
Sapaan pagi


Segar

Semerbak pagi menyapa raga
"Hai," sapanya pelan
Bau hujan semalam
Bening air pada sela dedaunan
Ah, segarnya kehidupan


Rektor

ITB lagi ramai carek euy... Ada yang jadi tim sukses, ada juga baligho-baligho dukungan sampai diskusi publik dan open house. Dari kesepuluh carek, saya cuma kenal langsung sama dua orang. Ada pengalaman yang sampai sekarang belum saya lupain. Waktu saya masih TPB...

Dengan tampang bingung(kayanya sih keliatan jelas) saya lalu lalang di dekat sostek. Trus tiba-tiba pak Isnu lewat, "Kenapa dik?", tanya beliau.

"Saya lagi nyari pusat bahasa, Pak," jawab saya(kayanya waktu itu saya mau ujian TOEFL deh, atau mau beli buku ya?! Lupa euy)

"Sebentar ya," kata pak Isnu. Trus bapaknya masuk ke sostek dan bertanya ke orang yang didalem, dimana letak pusat bahasa.

"Jalan terus aja, dik." Sambil nerangin tempat yang saya cari.

"Terimakasih pak."

Wah, asli baik banget. Waktu TPB saya sering mikir bagaimana kehidupan kampus. Setelah ketemu dengan orang yang ramah seperti beliau, saya jadi semangat menjalani kehidupan kampus. O iya, saya pertama kali tau beliau pas ikut mentoring ISC di Salman, materi yang disampaikannya menarik, makanya saya inget terus...

(Not for campaign)

Dunia... dunia

Boleh ngga ya? Tadi pagi pas buka e-mail dapet kiriman cerita. He..he.. kacau abis. Saya culik satu deh buat di blog...(:D)

Seorang Akhi baru saja melangsungkan pernikahan dakwahnya dengan seorang akhwat yang sama-sama berjiwa aktivis pula. Minggu-minggu awal pun dilalui dengan penuh ceria, Qiyamul-lail berjamaah, baca Al-Ma'tsurat sama-sama, tabligh akbar bersama bahkan sampai demo dan longmarch pun dilakukan sama-sama. Suatu ketika setelah pulang dari suatu acara seminar bertemakan Poligami, pasangan ini terlibat dalam pembicaraan serius," Bagaimana Mi, pendapat Ummi tentang poligami secara umum "

" Abi, secara umum poligami tidak ada nilai buruknya sebagaimana yang digemborkan banyak orang, bahkan itu merupakan solusi satu-satunya lho."

" solusi bagaimana maksud Ummi ?"

" Maksudnya, coba deh abi lihat, berapa perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat, di Jakarta aja lebih dari 1 : 7, kalau semuanya dapat satu-satu, maka bagaimana nasib yang tiga lainnya ? "

" Kalo Ummi sudah paham, bagaimana kalo kita yang memulai ?"

" Maksud Abi bagaimana ? "

" Abi mau poligami, tapi yang cariin calonnya ummi saja ya."

" Apaa..! abi mau poligami ? "

" Ya dong, khan Ummi sendiri yang bilang tadi, ingat ini juga sunnah Nabi Muhammad SAW lho.."

" Wah ! kalo begitu abi salah menafsirkan Siroh Nabawiyah, khan Rasul berpoligami setelah istri pertamanya Kahdijah ra, meninggal.Nah ! Jadi abi boleh menikah poligami sampai empat pun boleh, asal setelah Ummi, istri pertama Abi ini, meninggal, OK ?"

" Ini pasti Murobbiyah ya yang ngajari..?"

Sang istri tersenyum manja penuh kemenangan

Duka...

Ribuan manusia jatuh roboh, kembali pada-Nya
Dalam sebuah gelombang gempa
Dapatkah kami mengambil hikmah?
Mampukah?
Derita tak kunjung reda...
Alam hingga harga-harga tak bersahabat
Entahlah...

Tuesday, December 21, 2004

Takut Alim

Kemarin ngobrol ama temen, trus ada kata-kata yang menurut saya cukup lucu, “Teh, banyak lho yang takut alim.” He… baru pertama kali denger, kalau ada yang takut ngga gaul sih tau, tapi kalau sampai takut jadi alim?! Lagian kan secara bahasa alim itu artinya bagus, selain mencakup ilmu agama juga cerdas secara umum.
“Masa sih, takut dianggap beda aja kali?”
“Ngga kok, teh. Takut jadi alim, dan bukan karena masalah sosial ngga diterima di komunitas atau lainnya.”
Sampai saat ini saya belum kebayang alim yang seperti apa, tapi saya nangkepnya alim yang mengalami penyempitan makna alias sekuler dalam sudut pandang baru. Secara formal sekuler diartikan sebagai memisahkan ajaran agama dengan kehidupan politik. Indonesia tentu aja bukan negara sekuler merujuk pada sila pertama Pancasila, tapi itu ngga bisa menjamin bahwa masyarakatnya ngga sekuler, soalnya siapa yang bisa menjamin seseorang beriman pake pendekatannya Goenawan Mohamad, lebih dekat ke laku/tindakan. Apalagi pelaksanaan agama lebih sering dipandang berada di wilayah privat, gara-gara pandangan seperti ini Cak Nur jadi sering dituding sebagai orang sekuler.

Salah atau bener? Ngga tau juga. Lagian penilaian seseorang dipengaruhi banyak hal. Bisa karena persepsi yang salah, bisa juga karena kepengaruh orang lain, lagian ngomongin bahasa emang ngga mungkin lepas dari struktur sosial di suatu tempat. Takut alim yang dimaksud oleh teman saya, saya tafsirkan sebagai sebuah bentuk sekulerisasi juga. Maksudnya, seseorang yang diberi label alim, secara ngga langsung akan dikaitkan dengan tindakan-tindakan tertentu, dan mungkin juga batas pergaulan khusus. Saya pikir, inilah yang menyebabkan seseorang takut alim, yaitu kehilangan keceriaan dunia. Ngga sepenuhnya salah sih, abis dunia yang kita liat sekarang ini lebih banyak dilihat dari kacamata materialisme. Siapa yang bisa memungkiri kalau banyak orang yang masih terpatri dengan cerita Cinderella, atau seseorang baru disebut bahagia kalau punya mobil, rumah yang mentereng. Banyaklah parameter-parameter yang kapitalis banget, dan menjadi alim dalam sudut tertentu seringkali dikaitkan dengan zuhud.
Dari perspektif tertentu, hal ini bisa dianggap monoton, tidak menarik dll. Tapi lagi-lagi sudut seperti apa yang ingin kita gunakan, dan seberapa dekat kita dengan paradigma zuhud ini. Semuanya dikembalikan pada pertanyaan apa yang menjadi pusat hidup kita. Saya pribadi masih senang baca komik, nonton film, dengerin MTV. Lagi-lagi saya ngga akan memberi penilaian benar atau salah, lagian ngapain juga menilai diri sendiri. Meski begitu kadang saya nyadar juga kalo mau melakukan sesuatu harus total, soalnya kalau cuma setengah-setengah dapetnya juga sepotong.

Disalah satu buku yang saya baca, Rasul dikisahkan sudah nyaris berhasil mengajak kaum Quraisy untuk menyembah Allah. Namun karena Rasul meminta kaum Quraisy untuk meninggalkan sesembahan mereka, maka kaum Q pun menolak. Hal yang paling berat adalah meninggalkan tradisi, bukan karena menerima sesuatu hal yang baru. Hal ini dicontohkan dalam tawaran kaum Q untuk ibadah secara bergantian, sekarang menyembah Allah dan pada waktu yang lain menyembah berhala. Hal ini ditolak secara tegas dalam surat Al-Kafiruun. Bagaimana mungkin suatu hal yang mendasar bisa dikompromikan? Begitu pula dengan melakukan sesuatu, adakah celah bagi dua sisi yang berlawanan?

Ngga taulah, kadang suka bingung kalau mikirin hal-hal seperti itu. Kadang pemikiran-pemikiran seperti itu enaknya ditinggalin aja. Peduli amat apa kata dunia yang penting kan niat, tapi setiap kali mikir kaya gitu saya langsung istighfar, karena saya jadi inget kisah orang-orang kafir di buku tauhid, mereka tuh ngga mau nyembah Allah karena kesombongan mereka, karena mereka merasa udah yang paling bener. Ketika kita menutup mata dan telinga karena udah ngerasa paling bener, bisa-bisa kesombongan menyelinap dan membutakan hati kita. Hii… serem banget….

Samurai-X dan Simbol Perlawanan

He..he.. jadi inget masa muda. Kemarin saya jalan-jalan ke Dago Festival bagian Warung Sastra. Wui..h bukunya nyaris merah semua, mulai dari Che, Mbah Jenggot, Tan, Pram, dan sastra. Kalo dipikir-pikir komunitas indies emang deket ke arah perlawanan yang sifatnya underground. Ini sih pengamatan sekilas aja. Waktu saya masih SMA, buku-buku merah menjamur karena isu tentang pencabutan TAP MPRS XXV/1966 lagi santer, lagian kan segala hal yang dilarang itu menarik. Tapi sekarang udah lumayan berimbang, mulai dari buku merah, buku agama sampai buku-buku instan semacam 7 Habits, Chicken Soup dan berbagai buku manajemen. Meski dikomunitas tertentu tetep aja ada yang seneng menjual buku-buku dengan ideologi tertentu.

Sama waktu SMA dulu… Kayanya keren aja kalo bisa melakukan sesuatu yang dilarang atau membutuhkan keberanian khusus. Salah satunya nonton film Samurai-X. Setengah mati ngakalin biar bisa nonton, mulai dari ngerjain ujian dalam waktu sesingkat-singkatnya biar keburu ngejar jam3, sampai ngebalikin absen ke ruang guru biar bisa nebeng nonton. Kadang-kadang ada yang nanya juga, koq rajin banget ngembaliin absen, ada juga guru yang cengar-cengir maklum. Namanya juga perjuangan, butuh pengorbanan, ya ngga sih?!

Pas kuliah tamu kemarin ada satu cerita menarik mengenai tension, yaitu tekanan yang dibutuhkan agar seseorang dapat mencapai visi hidupnya. Saya jadi sering bertanya-tanya, apa ya visi hidup saya. Udah gitu, semakin ditekan biasanya saya jadi makin memberontak. Ya..h ini sih udah hukum alam. Kaya kondisi dakwah tahun 1980, dimana tekanan dari pemerintah cukup keras terhadap gerakan dakwah. Hasilnya, terbentuklah orang-orang yang militan memperjuangkan Islam(eits… militan disini maksudnya ia menjalankan apa yang diyakininya secara menyeluruh). Pokoknya semakin kuat tekanan, manusia yang terbentuk juga akan semakin kuat dan solid. Mirip sama teori sosiologi yang bilang ada negara yang senantiasa mencari musuh agar kondisi dalam negerinya senantiasa bersatu, perlu tekanan dari luar biar bisa utuh.

Selain alasan bersama(atau visi bersama) diperlukan juga sebuah figur. Indonesia dulu punya Soekarno yang mampu menggerakkan puluhan ribu massa, meski himbauan itu hanya didengar lewat radio. Iran punya Khomeini, Cuba ada Che Guevera, trus ada banyak revolusi lain lagi yang menghadirkan seorang tokoh pembaharu. Kalau sekarang, salah satu tokoh paling simbolis di Indonesia adalah Aa’ Gym. Segala tindakannya jadi sorotan publik, dan secara ngga langsung jadi kekuatan tersendiri. Contoh kasus yang baru-baru ini terjadi adalah pencabutan film BCG, yang mendapatkan tanggapan luas karena didukung oleh Aa’ Gym. Coba kalau yang maju MUI sendiri, mungkin malah ada tudingan sok suci. Bukannya pesimis, tapi zaman sekarang banyak orang yang sudah sedemikian kehilangan arah, sehingga akhirnya berserah pada sebuah simbol/ikon tertentu, dan apapun yang dilakukan oleh ikon tersebut akan ia terima, entah masuk akal apa ngga.

Dulu nonton Samurai-X juga jadi semacam simbol perlawanan, terhadap kemapanan waktu ujian dan segala macam peraturan asrama. Ada semacam kemenangan kalau punya cara baru agar bisa tetap nonton. Kayanya semua orang punya sisi seperti itu deh. Bahkan peredaran buku kiri lebih sering saya pandang sebagai sebuah tren. Bukan mau ngga percaya akan kemurnian perjuangan, tapi selain isi perlawanan itu sendiri, berada dalam kondisi tidak mapan, anti kapitalisme, copyleft dll merupakan sebuah daya tarik tersendiri. Kondisi tidak terikat, bebas dan beda…

Salah satu contoh ya komunitas punk. Mungkin masih ada yang bener2 mengusung semangat perlawanan terhadap kemapanan dan kekakuan. Tapi belakangan aksesoris mereka malah masuk ke toko-toko besar yang ujungnya tetap aja kapitalisme. Ada semangat yang diperjuangkan, tapi menjadi luntur kalau hanya dikaitkan dengan materialisme(baca:apa yang terlihat secara fisik). Tapi saya tetap salut ama wacana mereka, waktu itu pernah ngobrol dan asli dalem banget.

Kadang saya menganggap kondisi yang ada sekarang harus dirubah dengan perubahan total. Semacam revolusi total gitu… Tapi karena saya ngga suka konflik jadinya agak susah juga. Apalagi kalau ngedenger cerita dari sudut yang berbeda suka kasian ama orang yang terkena kasus. Lagian kalo mau ngerunut ama sistem, ya ini salah sistemnya, kenapa sistem kontrolnya kurang kuat untuk menahan elemen-elemen agar senantiasa berada di jalan yang bener. Lagi-lagi perubahan total…

Solusi yang lain adalah perubahan yang berasal dari akar rumput. Salah satunya ya membangun sebuah komunitas, gerakan moral yang memperoleh dukungan massa. Gerakan ini udah mulai jalan, pewacanaan kondisi politik-ekonomi, keterlibatan tokoh-tokoh nasional semacam Aa’ Gym dalam mengkritisi kondisi nasional dll. Ada beberapa dilema, pertama masyarakat seperti apakah yang hendak dicapai oleh pewacanaan kondisi politik-ekonomi, apakah masyarakat yang kritis sehingga mampu mengkontrol kebijakan-kebijakan pemerintah atau yang penting adalah menghadirkan seorang tokoh yang sempurna, adil, baik, cerdas, kompeten yang mampu menjadi pilot perubahan?

Kalau pilihannya adalah mencerdaskan rakyat, ada parameter waktu dan dampak. Seberapa cepat seseorang dapat meninggalkan semua tradisi yang telah dijalaninya selama bertahun-tahun dan turun temurun. Termasuk juga mengenai seberapa luas tanggungjawab diri sebagai makhluk sosial. Contoh pengemis, sebenernya yang terganggu dengan kehadiran pengemis itu siapa, negara karena kalau ada tamu dari luar negeri bikin malu aja(padahal kalo ngga ketahuan ngga masalah, terbukti kalo ada pejabat lewat jalan bisa mendadak bersih), pejalan kaki yang pandangan matanya terganggu karena ngeliat orang dengan baju ala kadarnya, atau pengemis itu sendiri yang ngerasa tidak memperoleh hak sebagai WNI.

Dari wawancara yang saya lakuin ke beberapa orang, jawabannya mereka pasrah dengan kondisi yang ada pada diri mereka. Ada yang dilatarbelakangi suaminya di-PHK, ada juga yang karena ngga dapet pekerjaan, ada juga yang emang milih jadi pengemis walaupun sempat ditawarin kerja. Intinya, selama masih bisa makan, kenapa juga harus repot mikirin yang lain, bahkan ada yang bilang, kan ngemis itu pekerjaan yang halal. Gila banget deh, tanpa sadar kondisi mereka pun udah mapan(dalam artian mereka ngga mau repot2 merubah kebiasaan/pekerjaan mereka). Penyadaran?! Apaan tuch…
Jadi kalo dipikir-pikir yang paling terganggu dengan kehadiran pengemis adalah orang yang lalu lalang plus pemerintah. Turis ngga mau dateng, kota jadi terlihat kumuh(bahkan penjual makanan pun dianggap ngotorin kampus) semua mengeluh, kecuali pengemis itu sendiri. Terserah deh, pembenaran apa yang mau disodorin oleh siapapun juga, apakah karena keadaan ini udah berlangsung selama puluhan tahun atau gara-gara utang negara yang semakin menumpuk, yang jelas kalo ngga segera dibenahi negara ini bakal ambruk.

Hal yang paling nyebelin dari semua ini adalah, kadang semua hal yang saya lakuin terlihat ngga nyambung dengan permasalahan yang ada di luar. Seperti jalan sendiri-sendiri, dan entah kapan bakalan nyambung. Au.. ah, kadang saya memilih sembunyi aja dari realitas meski tau itu konyol banget. Kadang jadi sok tau dan suka ngajakin orang diskusi tentang hal-hal yang canggih. Hmm… mungkin semua ada waktunya sendiri, dan saya hanya harus menunggu waktu yang tepat untuk dapat menempati posisi dalam arus perubahan…

Wednesday, December 15, 2004

Kepada yang Telah Tiada

Awan tebal menggelayut manja pada langit. Aku rindu menyapa dunia, ujarnya. Menyapa wajah manusia-manusia yang tengah berduka. Siang itu, mentari pun tampak maklum pada keinginan awan, maka ia pun hanya mengintip dari balik peraduannya.

Beberapa orang melangkah perlahan, menuju tempat terakhir. Tak perlu kau sediakan ratusan meter, dengan batu granit dan marmer halus. Cukup 2x1 dengan tanah coklat, zat yang telah menjadikanku makhluk istimewa. Kini tiba saatnya tanah kembali menjadi tanah.

Wajah-wajah sendu, dengan setetes dua tetes air mata yang tersisa. Wajah ikhlas, semoga itu yang kerabat dan handai taulan hadirkan. Sakit memang sudah menggerogoti badan sejak lama, dan tutup usia menjadi gerbang saat kefanaan makin nyata.

Anak, cucu, ilmu dan pengalaman. Mungkin itu warisan yang tiada terbilang. Orang-orang tersayang akan menggenapkan pengabdian lewat doa, lalu tak ada lagi sesal yang menahan kepergian Opa tersayang menuju Sang Keabadian.

(Dalam kenangan untuk Opa yang meninggalkan kefanaan dunia pada tanggal 14 Desember 2004)

Monday, December 06, 2004

Kuliah

Akhirnya bisa juga agak serius kuliah. Ternyata cukup mengasyikkan juga, itung-itung mensinergikan visi. Abis, segala kerjaan kayanya makin lama makin ngga jelas juntrungannya, bukan karena ngga serius(yah mungkin sedikit ngga serius) tapi ada saat-saat dimana segala hal yang sedang berlangsung terasa salah. Lalu dari titik itu mulailah beribu-ribu andai, andai aku bukan anak math, atau ITB, tapi masuk jurursan sosial di UI pula. Bukan masalah jurusan atau universitas sih, tapi bagaimana kondisi. Atau sebenarnya ini hanya masalah komitmen. Ada temen yang bilang, aku menantang semua bentuk struktur. Kalau parameternya os, kaderisasi atau apapun namanya mungkin emang iya. Tapi aku sering melakukan pembenaran bahwa saat ini aku belum menemukan legenda pribadiku. Still looking for it...

Wednesday, December 01, 2004

Eh..

It's a new month...

NB: He..he.. iseng banget yak nunggu kuliah jam 3 sambil ngisi blog, jadi aja ngga karuan

Diam

Kesandungku pada baku
Kaukah?
Lalu ragu kembali merayap
Perlahan... l..a..h..a..n...
Lembam
Diam

Alam

Adakah masih setia menyapa
Belaian halus hujan yang kemarin membuatku kuyup
Tanah dengan baunya
Sebuah rindukah?
Sepoi angin, gemerisik dedaunan
Bahkan jangkrik yang harus bersaing keras agar terdengar
Apakah tertindas?
Lalu sepi kembali

Tuesday, November 30, 2004

Cita-cita

Kemaren abis ngeliat Wade Robson Project. Keren ya umur 23 tahun udah bisa punya acara sebesar itu dan cita-cita Wade udah mulai dirintis dari usia 10 tahun pas dia memenangkan lomba mirip Michael Jackson. Ada juga pak Pal yang terinspirasi sama keinginan kakeknya untuk bisa ngebenerin (?), lupa euy. Kapan ya gw punya cita-cita beneran, dari dulu sih kalo ditanya gw jawabnya cuma mau jadi orang yang berguna bagi orang lain, jadinya sekarang kuliah juga masih sambil nyari-nyari mau jadi apa gw nanti.

Saturday, November 20, 2004

Gadis VS Ibu Tua

Ini gara2 kemaren nonton reality show 'Tolong!' Episode yang gw tonton berkisah tentang seorang gadis bertanding melawan ibu tua. Keduanya membawa ayam untuk dipotong orang lain. Hasilnya 6:1, hanya satu orang yang mau nolongin ibu tua tersebut untuk memotong ayamnya. Bukan kali ini aja pertandingan itu berpihak kepada gadis, di episode2 sebelumnya juga perolehan nilai ngga jauh beda. Tapi apa bener orang nolong cuma kalo ada maunya? Seperti ketika gadis meminta tolong untuk membenarkan bajunya yang diikuti dengan tawaran diantar pulang. Apa warna kemanusiaan, berpihak atau ada di mana saja dan untuk siapa saja? Ada beberapa hal yang harus dikaji lebih dalam, pertama orang yang dimintai tolong. Bisa saja kesalahan memilih target mempengaruhi hasil. Kedua, adalah cara bicara, gadis gayanya lebih melas, malah ibu tua gaya ngomongnya rada galak. Dengan permainan opini seperti yang ditayangkan oleh media, masyarakat dengan mudah menjudge bahwa ketulusan menjadi semakin jarang, padahal sebenarnya ada faktor lain...

Hua..

Kerjaan makin numpuk euy, ternyata gw lupa masih ada tugas bikin artikel. Makin numpuk deh PR menjelang balik ke Bandung besok. Belum nemu lowongan buat jurusan math lagi... O iya kemaren abis baca arikel di eramuslim, katanya biar ide enak buat diajak kerjasama ama mood, biasain nulis meski ngga ada ide spesifik, jadi deh gw nulis asal aja. Itung-itung buat ngasah otak. Trus sekarang ada wadah jajahan baru, setelah ngeramaiin milis, ngisi blog, sekarang ikut ngomentarin editorialnya Media Indonesia. Sekadar untuk melatih peka terhadap wacana nasional, abis dari SMA ke kuliah bacaannya jadi nyaris berubah total. Kalau dulu lebih banyak main data, sekarang mainnya ke arah kultural dan nilai.

Thursday, November 18, 2004

Tentang Blogie

Ternyata.... gw kangen ama blogie. Cka..kak.. padahal kan ada banyak tempat pelampiasan yang lain. Kaya pas kemaren jalan-jalan ke puncak, ngeliat daun teh, pucuk pepohonan, hawa sejuk, gunung yang menjulang, plus naik kuda dan main gelembung sabun jadi pengen nulis di blog deh. Gila... gunanya gunung kan biar bisa mendekatkan diri pada alam dan ngejauh ama teknologi. Kaya dulu kemping zaman SMA, ampe ada yang bikin peraturan ngga boleh bawa peralatan elektronik. He..he.. mungkin bakal ada yang komentar, "Dasar anak muda zaman sekarang, ngga bisa pisah ama teknologi." Yah rada2 gw, meski gw tetep cinta ama alam. Sekadar pembelaan diri, pas baca hasil survey penelitian biang blogie, mayoritas responden juga ngejawab ada yang kurang kalo belum ngisi blog(hua..ha..ha.. kalo semua orang kecanduan, masa gw harus ikutan, tapi ternyata iya). Tapi ada beberapa jawaban yang menarik, salah satunya masalah hati. Ternyata baca blog orang lain ama ngga tidak mempengaruhi perasaan, trus mayoritas orang ngelakuin blog walking ke blog orang yang udah dikenal. O iya ada satu asumsi gw yang meleset, soalnya kalo baca fenomena chatting dkk(pokoknya fasilitas yang ada di dunia maya) hasilnya banyak orang yang tenggelem di dunia maya, artinya orang di dunia maya dan riil beda banget. Nah kalo dari responden biang blogie, mayoritas menjawab rajin berorganisasi, biasa ngomong di depan orang banyak dkk. Lucu juga tuh, harusnya lebih dalem lagi(atau gw-nya yang lupa) blog itu tujuannya buat apa, buat nyebarin ideologi, nyari temen, sarana aktualisasi atau apa gitu(kayanya ada tapi gw bacanya scaning banget, kelewat deh). Soalnya kemaren baru baca tentang Blog and Idealism. Lucu kalo disambung-sambung(wah... gaya konspirasi gw kumat lagi)

Balik..

Ada banyak arti dari balik, mungkin salah satunya gw bisa balik make internet. Lumayan juga sejak lebaran belum online lagi. Kemaren di bandung sempet sekali ngecek email, tapi ngga banyak yang berubah mungkin semua orang juga masih asyik mudik.

Beberapa tugas masih numpuk, bikin esay, CV buat kuliah karir, mana ada kul yang mau langsung kuis(bukannya maap2an eh...). Buat tugas esay gw baca makalahnya Sigit tentang ITB 2020, wah keren banget... Pengennya ngebahas tentang sosio-teknologi tapi banyak macetnya, ada terlalu banyak pikiran dan kenangan yang main, tulisannya malah ngga maju-maju(soalnya almarhum pernah bilang kalo beliau lebih concern ke akademik ya... kaya tulisannya gitu deh, belakangan malah jadi aktivis banget). Malah kemaren ada yang ngirim ucapan dimulai pake kata sadness. Maksudnya sih sedih karena Ramadhan telah berakhir, tapi gw malah nyambungnya ke... (udah yut, episode itu harus lo tutup). Emang susah ngilangin suatu bagian dari hidup. Seandainya dunia ini diskrit...

Nyambung ama sms-sms lebaran, wah temen2 gw puitis abis. Gw balesnya rada2 ngga tega kalo ngga ikutan puitis jadi aja banyak bengong di depan hp. Mana ada yang ngirim sampe 7 sms karena ngga ada reportnya. Pulsa gw aja meski banyakan failnya abis ampe 20 ribu, makanya sekarang makenya telpon rumah buat ngehemat jatah yang tinggal 2 ribu ampe tanggal 4 Desember nanti... Ada beberapa kata yang gw suka banget, maknanya juga dalem, mulai bunga yang berguguran dan rasa sesal. Cayo... yut Ramadhankan semua bulan...


Friday, November 12, 2004

Back

Besok balik ke Bandung. Adakah yang berubah?

Fitri

Beduk menggema…
Menyerukan kebesaran Sang Maha
Menggaungkan tasbih semesta
Ribuan manusia larut dalam raya

Di belahan tanah-Nya
Seorang hamba telah berpulang
Dalam duka rakyat Islam
Pembawa kemerdekaan harapan

Perjuangan masih panjang
Sejengkal jeda pun tiada
Dalam nafas kehidupan
Mengalahkan segala tiran

Fulan dengan semangat membara,
berucap, “Merdeka”
Merdeka dari salah dan hina
Mungkinkah?

Maaf, kata yang kembali terulang
Pergulatan menuju fitrah
Karena tanpa keikhlasan maafmu
Aku takkan pernah utuh

Thursday, November 11, 2004

Melow Abis

He..he.. dari tadi pagi ngedengerin lagu melow and guess, sekarang lagi ngedengerin lagunya Dygta(jadi inget kasus klakustik di kampus kemaren). Ngga tau nih, what's wrong tapi dari dapet kabar tentang Sigit, mimpinya kampu..s mulu. Mulai dari beliau ngimamin shalat, trus mimpiin sekre SMC yang isinya perpaduan anak2 SMC, salman net dan gamais. Hu..aks udah jauh-jauh melanglang mudik, tetep aja bayangan kampus ngga mau pergi. Udah ada beberapa orang yang mulai ngucapin maaf-maafan, entah kenapa koq gw malah lagi ngga mood ya...

Mudik...

Kira-kira yang disebut mudik apa ya? Kalo bepergian ke tempat lebaran, maka aku belom mudik. Baru hari Sabtu nanti ke bandung, hmm... temen-temen udah pada pulang. Jadi jarang ada yang online. Gila... ya kehidupan sekarang dapat ditengok dari balik layar monitor. Kemaren dapet puisi lucu, trus dapet sms nyasar, dunia..dunia... O iya dapet beberapa offline message, tapi karena sambungan internet di rumah jelek banget, jadi belom sempet kebaca udah ngilang duluan. Hiqs... emang shaum tuh bener-bener ngelatih kita buat sabar. O iya shaum tinggal 2 hari lagi. Asli waktu cepat sekali berlalu, dan selama kembali ke serpong, aku masih betah menjelajahi rumah. Cuma loteng aja yang belum kukunjungi. Ntar sianganlah, cari buku-buku Enid Blyton, senengnya kembali di rumah...

Wednesday, November 10, 2004

Demo ala Kucing

Yap... kucing-kucing lagi ngadain demo. Asli berisiknya ngga kalah ama akang-akang kalo lagi orasi. Pertama yang dateng kakak tertua, masih dengan cara persuasi menggosok-gosokkan badannya ke kaki. Setelah cara halus ngga berhasil, mulai cara agak norak, ngeong-ngeong dengan suara cemprengnya(gila, padahal jantan lho, tapi cerewetnya minta ampun). Dateng deh massa yang lebih banyak, ibunya, trus adik-adiknya yang masih kecil. Karena masih kecil, kedua adiknya malah main kejar-kejaran di dalam rumah. Ibunya juga adem ayem aja cari kursi yang enak buat nyelonjorin badannya. Jadi deh, kakak tertua tetep berjuang sendirian. Sekarang caranya manjat-manjat di kaki, aduh geli banget, mana kalo si pus lupa kukunya suka keluar lagi... Akhirnya mbak Atun dateng. "Hush..." sambil megang sapu lidi. Bubar deh demo kucing cari makan.

Tuesday, November 09, 2004

Ekstase

Kemaren abis baca buku yang Membangun Surga, lupa siapa(males ngeliat bukunya) tapi dia juga nulis Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. Udah keliatan kan sudut pandang yang dipake, ya rada mistikus gitu deh. Waktu SMA pernah baca Syekh Siti Jenar, tapi yang karangan Abdul Munir Mulkhan. Gara2 waktu SMA minatnya masih sama politik dan teori kekuasaan, jadi yang diinget dari cerita tentang wali kesepuluh itu, cuma tentang ajarannya yang bertentangan dengan sumbu kekuasaan. Pendekatannya sama Wahdatul Wujud malah rada ngga inget.

Kemaren ada beberapa hal yang agak nyambung. Pertama tulisan Abdul Munir Mulkhan di Kompas tentang puasa dan keshalehan sosial, tulisan pak Yasraf yang judulnya Virtualitas Politik, buku Cyberspace karangan Mark Slouka(ironisnya kemaren sambungan telepon juga mati, jadi seharian puasa internet, hmm... rada lebih berat dari menahan lapar dan dahaga) dan buku Membangun Surga, keempatnya nyambung dalam bingkai ekstase. Nah lho, koq bisa?

Sebenernya tulisannya mau dibikin agak serius, cuma ya sekarang rada bingung kalo ngelempar wacana ke komunitas tertentu, salah2 malah bikin orang bingung. Ok back to the topic, hubungan antara cyberspace, spirit, dan ideologi. Nyasar-nyasar ke tesisnya Althusser tentang ideologi yang mempengaruhi tindakan seseorang. Nyambung lagi ama revolusi tauhid gaya-gayanya Quthb. Yaks... pikiran geraknya jauh lebih cepet daripada ketikan di keyboard.

Dalam pelajaran tauhid ada beberapa hal mendasar yang perlu diketahui, yaitu: tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah dan asma wa'sifat. Dua bagian yang pertama paling sering diperdebatkan. Tauhid uluhiyah meliputi ruh/spirit yang melandasi sutu kegiatan, mirip-mirip niat alias hanya Allah dan hamba-Nya sendiri yang tau. Kalo tauhid rububiyah lebih nyangkut ke perbuatan-perbuatan fisik, seperti yang ada di rukun Islam. Wacana yang muncul dari keduanya adalah islam kulit, islam isi dan istilah-istilah serupa. Ada juga yang bilang kalo udah sampai ketingkat tauhid uluhiyah ibadah fisiknya bisa ditinggalin. Pendekatannya kebanyakan logika, ada juga sebagai bentuk kekecewaan terhadap fenomena sosial yang ada. Banyak banget alasan...

Nah, kalo ditarik ke tulisan Munir Mulkhan, ada yang hilang dari hirukpikuk puasa manusia, jika tidak dikaitkan dengan kesalehan sosial. Jadi inget wacana yang banyak dilempar belakangan ini, untuk siapakah agama itu ada, Tuhan atau manusia? Lalu hubungan dengan cyberspace apa? Nyambungnya ke hiperrealitas. Emang jadi agak kompleks, soalnya manusia sekarang tak lain adalah bit-bit informasi, bagaimana seseorang bersikap semuanya ditentukan oleh apa yang dilihat, dirasakan mengikuti arah budaya massa, sehingga kesalehan sosial bisa jadi hanya merupakan implementasi dari kegiatan massa, dan bukan dorongan dari keinginan individu itu sendiri. Keadaan ini layak kita sandingkan dengan konsep tauhid dan kesaksian manusia terhadap lafadz syahadat, yakni "Tiada Illah selain Allah." Artinya kita menafikan segala hal, kemudian menempatkan Allah sebagai pusat dari segalanya. Bagaimana jika kita menjadikan massa sebagai imam? Adakah manusia tetap menjadi manusia, ataukah ia hanya merasakan ekstase semu dari dunia, sebagaimana konsep candu?

(yaks... ternyata ngerembetnya ke mana-mana. U really need a help yut, bisa kesesat ntar kalo menjelajah sendirian)


OD Informasi

Kelebihan pake internet. Bit-bit informasi menyerang. Menghantam, mengaduk-aduk ke-akuan. Lalu kosong, hampa...

Tak tahu apa, mengapa...

Informasi....

Buku-buku yang udah dibaca hari ini:
1. Kiri Islam (menyegarkan ingatan 4 tahun silam)
2. Emasipasi dalam Islam, Adakah? (nemu buku terbitan GIP di rak rumah)
3. Ummi (yang isinya tentang proposal nikah)
4. Sabili (tentang orang nyari kerja)

Film yang barusan ditonton:
Laws of Attraction

Deretan penyanyi yang jadi latar:
Mulai dari Bryan Adam, The Cranberries, All 4One, Air Supply

Berita-berita dari milis:
1. Makalahnya Sigit tentang ITB 2020
2. kang Sidik mau walimahan
3. Tausiyah dari milis Gamais

Kabar dari Friendster:
Dapet 1 testi baru dan a new friend dari milis math-islam

Blogie:
Balik ke template awal. Kemaren sempet diganti jadi warna biru, tapi kalo dibaca malah jadi,"Blue" dan blue identik dengan sedih. So' back to black yang misterius

Surfing:
Eramuslim: tentang kabar Arafat(I hate war)
Google: baca-baca artikel punyanya Bandung Fe

Hasil clingak-clinguk dari balik jendela:
Tadi sempet hujan, danau jadi beriak sedikit tapi sekarang udah tenang lagi. Just like my heart...

Pergilah kemana hati membawamu kata sebuah judul buku. Hmm...


Tentang Seseorang

Ada kata-kata dari Indian kuno, "Membicarakan yang tiada, seperti membangkitkannya kembali." Saya memilih untuk tidak membicarakannya...

Sunday, November 07, 2004

Books

Libur=baca buku. Lumayan juga jadi punya waktu luang untuk baca-baca lagi, sayangnya buku Siroh targetan Ramadhan ini malah ngga sempet kebaca. Soalnya tebel banget, jadi repot bawanya. Akhirnya buku Siroh-nya diganti yang versi Karen Armstrong aja, he..he.. itung-itung lebih tipis. Trus ada juga buku Da Vinci code... Asyik bacanya, rada detektif dengan latarbelakang sejarah dan konspirasi tingkat tinggi. Ada teka-tekinya juga lagi... jadi mikir mau bikin tulisan yang rada ngilmiah dan nyambung ama math...

Stop

Kayanya aku harus mulai menghentikan kegiatan ini...

Entah

Beberapa kali kupencet tombol create, mencoba mengusir rasa. Tapi entah, berapapun kata yang keluar tak mampu mengusir gundah. Bayangan lebaran di pelupuk mata, bersama orang-orang tercinta. Saat langka... setelah satu semester berpeluh mengerjakan amanah. Tapi lebaran bersama itu tiada...

In Memory(2)

Pagi-pagi abis subuh...
Wah lumayan ada yang ol. Kemudian kisah itu mengalir... membuat sebuah luka. Namun tak layak duka itu terasa. Seorang hamba telah kembali ke samping-Nya.

Saturday, November 06, 2004

Mimpi

Lagi...
Kutanyakan kejadiannya
Berita-berita yang mengalir tak pasti
Seperti sebuah mimpi...

In Memory

Mungkin seandainya tak dapat lagi berguna. Sebuah sapa yang menjadi untuk selamanya. Pagi itu masih dapat kudapat salam darinya. Namun tak sampai 24 jam sesudahnya, beberapa sms kudapat. Telang berpulang seorang hamba... Glek, sungguh berita yang disangka-sangka. Kenapa beliau? Ah, pertanyaan yang tak seharusnya. Namun tetap menyisakan sebuah sesak di dada. Tanpa dapat kucegah kuingat nasihat-nasihatnya, termasuk buku yang beliau sarankan untuk kubaca. Hingga saat ini, buku itu satu-satunya terbitan GIP yang dapat kuterima. Ya Allah, mungkin Engkau tak sabar berjumpa hamba-Mu yang begitu mencintai-Mu, dan tak layak jika kesedihan menggenangi hatiku. Semoga semua kerabat menerima kepergiannya dengan tabah, pada hari Jum'at sepertiga malam ganjil terakhir Ramadhan...

Sungguh kami ini lemah dihadapan-Mu...

Tuesday, November 02, 2004

Kabar

Dunia ini lucu...
Tadi aku dapet kabar dari seorang yang sudah lama tak kujumpai, entah lewat tatap muka ataupun surat. Ternyata bahasanya sama dengan apa yang kudalami. Entah darimana seorang yang begitu jauh, dapat tetap mengerti siapa aku dan perkembanganku.

Retak

Apa mungkin gelas retak dapat utuh kembali?

Akademos

Kemarin(kemarinnya..kemarinnya..kemarinnya..) gw dapet buku akademos. Dan gw ngerasa buku itu gw banget. Meski latarnya sepasang muda-mudi, tapi penafsiran Didit akan jalan hidupnya nyaris mirip kaya gw. Kalo di cerita itu, pemikiran dan gayanya dipengaruhi oleh pasangan tokoh utama, kehidupan gw banyak dipengaruhi oleh guru-guru. Tapi gurunya bukan dalam artian harfiah. Ada beberapa orang yang tanpa gw sadarin mempengaruhi pola pikir gw, mulai dari kiri(tapi pake definisinya Hasan Hanafi) sampai filsafat. Somehow, gw kangen ama orang-orang itu.

Thursday, October 28, 2004

Lampu dan Daun

Siang yang terik, lampu padam. Taman Ganesha menjadi tujuan. Semilir angin, bersandarkan pohon kokoh dan daun-daun yang jatuh berguguran. Dengan sebuah buku di tangan. Berbingkai anak-anak bermain perosotan.

Wednesday, October 27, 2004

Fractal

Apakah hidup adalah rangkaian perulangan? Setelah berlari, terengah kemudian jatuh dalam lelah, aku kembali pada titik mula. Tak sedikitpun singgah menjadikan hari ini berubah.

Telat

Rabu(20/10), pukul 7.11
Wah, pintunya sudah ketutup. Dengan langkah gontai aku menuju Salman

Rabu(27/10), pukul 7.10
Lagi-lagi kutemui sebuah pintu yang tertutup.

Bahkan keledaipun tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Untung aku bukan keledai, karena aku berhasil mempercepat kedatangan sebanyak 1 menit he..he.., meski ujungnya tetap tidak boleh masuk kelas.
Wah... jangan-jangan aku malah lebih parah dari keledai :(

Monday, October 25, 2004

Beberapa Menit

Hanya beberapa menit...
Gw nyaris ngelanggar ikrar gw sendiri. Untung blogie lagi ngga bermasalah jadi tulisannya bisa dengan cepat ditarik dari peredaran. Intinya perbedaan ada untuk mengajari manusia... (cka..ka..kak..)

Saturday, October 23, 2004

Republik Ngaret

Jam udah nunjukkin pukul 8.15 tapi belum ada satu batang hidung pun yang keliatan(kecuali kalo gw ngeliatin kaca yang ada di sekre). Wah kemana orang-orang? Jangan-jangan udah dibatalin. Gw cek hp ga ada pesen pembatalan. Wa..ah, aneh. Lagian masa kalo ngaret janjian sih??!! 'Ga lucu banget. Tau-tau..
"Krii..ng"
"Assalamu'alaikum"
"Walaikumsalam. Ini Bayu ya?"
"Iya, ini siapa?"
"Yuti"
"Disana udah ada siapa aja Yut?"
"Kosong"
"Ha..h kosong?"
"Iya kosong"
Jadi ada tambahan orang bingung deh, gw yang bingung kenapa sekre masih kosong dan bayu yang entah ada dimana ikutan heran karena cuma ada gw sendiri.
"Ya udah deh rapatnya diundur aja."
Akhirnya gw main internet aja, meski ngga ada yang rame...

Friday, October 22, 2004

Cinta...

Kata yang belum usai kupahami

Titik

Kebetulan-kebetulan yang mengarah pada satu...
TITIK

Dari Taraweh ke Taraweh

Tujuh tahun yang silam, tahun pertama di IC
"Pak, suratnya jangan panjang-panjang dong."
"Masa sih Yut, kan cuma satu 'ain."
"Iya, tapi yuti ampe ketiduran pak."
"Wudhu kebawah dong."
"Takut pak."
"Ha..ah, takut?! Gimana ya?"
Sambil cengar-cengir ngeliatin ekspresi bapak yang tampak bingung. Beberapa hari kemudian kalo jadi imam, suratnya jadi lebih pendek, he..he..

Sekarang...
Wah, sekarang mah ngga ada yang bisa dibujuk-bujuk buat mendekin surat. Tapi gw juga udah terbiasa, mungkin akibat tempaan waktu, he..he... dan penakutnya juga udah berkurang. Jadi pas kemaren taraweh di Salman, gw ngga ampe ketiduran sambil berdiri lagi. Lumayan juga ya...

Pak, mungkin bapak udah bisa sedikit bangga dengan anak didik yang satu ini.

Thursday, October 21, 2004

Milis

Saking ngga ada kerjaan ngeliat members milis-milis yang gw ikutin. Hasilnya... ada beberapa orang yang gw tau kritis di kampus tapi adem ayem aja kalo ada perdebatan seru di milis. Kemungkinan pertama, orang darat banget jadi ngga sempet poci2 di dunia maya, kemungkinan kedua masih rada males ama yang namanya TULISAN. Opsi ketiga, ikutan milis cuma buat ngebaca doang. Trus gimana ya, kalo gw lagi butuh temen diskusi? Chatting, bisa bikin prasangka ngga-ngga. Hua...ah belum nemu jawabannya nih..

Blog Walking

Suatu kali gw pernah ditanya, suka blogwalking ga? Wah, makhluk apaam tuh, seumur2 baru pertama kali denger. Ya udah gw artiin aja dengan menjelajah blog-blog orang lain, ternyata lucu-lucu...

Kadang-kadang gw masih suka takut sama apa yang orang pikirin tentang gw, termasuk ketika suatu kali ibu bilang, "De' tadi mama baca blognya." Hua... gubrak, serem amet. Untung blog ini masih rada2 kesensor. Tapi tetep aja kacau dan mungkin lebih banyak malunya. Abis... dunia anak muda kan beda.

Kosong

....
Bahkan titik pun tak bisa didefinisikan sebagai kosong
Kala waktu menganga menenggalamkan sang pengembara

Friday, October 15, 2004

Nulis: Better or Worst?

Ngga disiplin banget make bahasa, campur aduk ngga karuan. Kadang gw bingung buat apa gw nulis. Apalagi kalo ngeliat keadaan sekeliling gw, kayanya ngga meaning banget. Mungkin porsi terbesar buat nyelamatin kemanusiaan gw yang kadang suka mati suri tertelan segala kebencian di muka bumi ini. Tapi entah, apakah nulis itu bikin gw makin baik atau makin parah karena ngadepin kenyataan yang menyakitkan?

AADG (Expired date:010103)

Kayanya gw harus mulai fokus. Membenahi legenda pribadi gw yang masih sering ancur-ancuran. Bermain-main dengan nasib, dan berdoa agar senantiasa beruntung. Kemarin sih berhasil karena firasat gw banyak benernya. Tapi kalo cuma ngandalin faktor-x sih bakal ancur ip gw semster ini. Gawat, gw kaya perahu yang layarnya kena badai, udah gitu dayungnya jatuh ke laut deh. Terombang-ambing ngga karuan. Belum lengkap segala kekacauan itu, gw malah mundur dari suatu komuntas dengan alasan mau mandiri. Gila... ada apa dengan gw?

Gw inget pas kelas 3 gw juga pernah sekarat kaya sekarang. Tapi saat itu ada orang yang berhasil nyelamatin gw. Ngadepin ebtanas, gw malah kacau berat. Ampe guru gw janji mo ngasih hadiah kalau nilai gw bagus. Kacau banget... Nah sekarang tampaknya gw harus berjuang untuk nyelamatin diri gw sendiri. Kalo bukan gw siapa lagi? He...he.. ketawa sarkastik

Feminisme

Kemaren ada yang nanya, "Punya referensi blog yang asyik ngga, Yut?" Wah ngga tau juga, kemaren sih bikin blog karena diajakin kang Firman. Ternyata lumayan juga kalo lagi ngadepin kompie trus lagi males jadi provokator di milis-milis, nulis deh di blog. Asyiknya blog kan bebas aturan, ngga perlu ikut topik tertentu, bisa nulis puisi dan segala macemnya. Makanya kemaren sempet heran juga pas ada kuisioner, wa..h ternyata dunia blog udah berkembang sedemikian pesat. Belum usai wacana tentang dunia maya, udah ada dunia dalam dunia. Hmm.. posmo banget, ketika batasan-batasan menghilang. Tapi apakah seseorang bisa terlepas begitu saja dengan dirinya di dunia riil? Kaya gw aja, punya nama samaran, kalo untuk ukuran 2 taun belakang, nama samaran gw lebih eksis. Genderless lagi... meski tetep aja ngusung ideologi gw sebagai makhluk utuh. Ya, kalo jadi yuti gw lebih megang batasan, tapi kalo pake nama samaran sih filsafatnya bablas banget. Mempertanyakan segala hal yang ngga bakal gw tulis pake nama asli. Selain lebih bebas, identityless juga ngehindarin bias gender. He..he.. ke-seret2 feminisme deh. Kemaren ikutan diskusi media Islam, eh kebawa2 feminisme segala, lumayan karena peserta perempuannya gw sendiri dikasih majalah deh. Tapi gw baru denger ada feminisme berbalut Islam, biasanya yang ngusung feminisme kan lsm-lsm perempuan, yang bahasannya rada-rada hmm...(gw masih ngga tega nyebut istilah2 yang bagi gw taboo). Asyik, pembicaranya wawasannya luas bisa nyambung kemana-mana. Nyambung ama isu feminsime, gw baru dikasih buku tentang feminisme dan relevansinya di Asia. Gw suka heran, kenapa banyak banget kebetulan-kebetulan dalam hidup gw?

Home...

Akhirnya jadi juga pulang... Hipi... ditas sih udah bekel buku diktat buat dibaca di rumah. Tapi ngga tau buku itu bakal kesentuh apa ngga. Hipi... ketemu ortu, kakak, mba Atun, kucing-kucing, taraweh di Bahrul Ulum dan mungkin juga temen2 SMP.

Ahmad Wahib

Kemarin sempat menunda minjem buku Ahmad Wahib, soalnya ada yang bilang pemikirannya rada nyleneh. Biasanya sih kalo ada yang bilang jangan baca sebuah buku, saya jadi makin semangat baca. Lagian kan hikmah dateng dengan berbagai cara. Tapi sekarang kebiasaan itu mulai saya tahan. Makanya ketika ada yang mau minjemin buku Wahib, saya sempet diem. Antara jadi minjem apa ngga... soalnya ada beberapa buku pemikiran yang bikin saya sedikit kacau dan ya... sekarang saya mulai mikir, kalo pikiran bisa linier, kenapa ngga? Kenapa milih jalan yang muter-muter mbulet ngga karuan kalo ada jalan yang mudah? Ternyata... ngga bisa semudah itu juga, ada satu forum dan satu artikel yang nyebut2 Ahmad Wahib. Kalo dalam ceritanya Alkemis dan Celestine ini merupakan sebuah tanda(tinggal gimana sang objek menafsirkan tanda tersebut), dan dengan kejadian yang berulang dua kali ini, ada maksud dibalik kebetulan-kebetulan ini. Gusrak... waktunya kenapa tepat banget? He..he... pengen baca bukunya jadi kumat deh. Sekarang bola panasnya tinggal sama yang minjemin. Kalo dianya ke bandung, saya jadi minjem, tapi kalo ngga artinya emang belom boleh baca.

Kenangan

Entah kenapa pulang ke rumah identik dengan kenangan. Seperti saat aku hadir di depan layar monitor menunggu jam3, saat bis akan mengantarkanku mencapai tujuan. Ada sebuah bayang yang mendekap erat. Mengadakan kudeta pada seorang Yuti dengan kisah-kisah yang hadir menyeruak, mengalahkan segala suram, tugas maupun dinamika kampus. Ada tentang sahabat, guru yang sekaligus jadi kakak dan pendengar terbaik, manusia-manusia yang menerimaku tanpa cela, dengan beribu cinta dari sumber keabadian.

Kepada Dia, Lewat Kata

Sobat...
Entah kenapa membayangkan kenangan-kenangan masa silam membuatku kelu. Kebaikanmu, persabahabatan yang kau ulurkan padaku, membuatku senantiasa kuat menghadapi segala. Namun kini, bayanganmu kembali menghias benak. Terutama ketika aku membaca buku yang kau berikan padaku. Mungkin pada saat seperti ini, bayanganmu malah membuatku lemah, lemah karena merindukan saat kita masih menaklukan segalanya bersama, dalam malam-malam hening menatap bintang, teriakan-teriakan kekesalan seusai ujian, perjalanan malam menyelinap ke perpustakaan, hingga yang belum tercapai, shalat ditengah teater beratapkan bintang. Kangen....

Kebebasan

Adakah kebebasan manakala kuterperangkap dalam suatu bisu
Kekang tertahan namun tak jua memberi makna
Kala hidup belum lagi kupahami
Tentang segala yang tak jua bersuara
Aku menjadi debu dalam pasir semesta raya
Terserak, terhempas...
Angin, laut membuatku terombang-ambing
Bencikah, cintakah...
Lalu nista...
Dengki, iri, marah?
Benarkah?
Kenapa manusia tak henti mendefinisikan
Tentang aku, kamu, mereka
Tentang biasa, tak biasa
Normal, abnormal
Kotak-kotak dalam pikiran manusia
Sekat dimana kau takkan menjadi aku
Beda...
Tapi mungkin juga satu

Thursday, October 14, 2004

Home sick

Besok Ramadhan...
Kangen rumah euy... pengen pulang.. ada ujian+PR, ditinggalin aja kali ya?! Ntar kan kelewat sendiri.. paling nilainya ancur, trus ngerembet kesegala hal yang lain. Hmm... berat juga ya..

Wednesday, October 13, 2004

Real dan Maya

Kacau..kacau.. Dunia maya mulai menjajah realitas. Adu..h kacau banget sih...

Monday, October 11, 2004

Maaf

bahkan Tuhan pun mau memaafkan….
mengapa kita tidak?

Dapat kata-kata dari balairung. Terkadang saya berpikir bahwa maaf dapat meredakan kebencian antar sesama umat manusia. Sebuah kata yang dapat membawa kedamaian di muka bumi. Kalau baca beberapa teori kenapa belakangan ini timbul kekerasan yang oleh para ahli dianggap bertentangan dengan budaya Indonesia, ada yang beranggapan, ini adalah hasil kemarahan yang terpendam, dendam kesumat yang belum terbayar tuntas. Maka setiap ada kesempatan melintas, meledaklah kegeraman dan dendam masa silam. Lalu manusia-manusia lain hanya bisa menatap dengan tertunduk, mempertanyakan seribu satu tanya mengapa?

Peperangan dengan berlumur kebencian, benarkah? Bukankah perang merupakan anti-tesis dari damai manakala keyakinan tertindas, terinjak, terkoyak dalam segala bentuk kedzaliman. Peperangan melawan segala bentuk ketamakan, manakala manusia lupa menghadap kemana, saat materi menjadi kuasa, saat manusia tenggelam dalam topeng-topeng kemunafikkan. Perang menjadi penyeimbang, untuk mengembalikan keadaan pada jalan yang lurus. Damai dan perang genap dalam sebuah harmoni menegakkan kalimat-Nya.

Lalu dimanakah maaf? Masih adakah tempat buat maaf ditengah peperangan, pertikaian dan hiruk pikuk kemarahan pada ketidakadilan? Padahal maaf berbalas penebusan dosa bagi yang memaafkan. Dapatkah peperangan melawan tirani dilandaskan cinta kepada-Nya dan bukan kebencian? Masih adakah sedikit tempat untuk kembali mencerna apa yang telah terlewati dan kembali pada Sang Maha agar kesabaran masih menjadi milik orang-orang yang rindu kepada-Nya? Atau kita sudah begitu lelah menafisrkan dunia, sehingga yang hak dan yang batil tampak sama, kemudian atas nama maaf kita menjadi diam. Diam dalam kemapanan dengan menolak melihat realitas yang ada dan tenggelam dalam kebenaran parsial.

Maaf bagi saya merupakan jalan menuju kesejatian, manakala manusia mengakui kelemahannya sebagai makhluk khilaf, dan dalam keadaan sadar ataupun tidak, sering menyakiti sesamanya. Maka bolehkah maaf saya pinta dari sesame?



Friday, October 08, 2004

21 Tahun

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasehati supaya menetapi kesabaran.(QS 103:1-3)

Ya Allah sudah 21 tahun aku hidup dalam nikmat-Mu. Adakah syukur senantiasa terucap dibibirku, apakah hatiku senantiasa mengingat-Mu? Apakah jutaan, milyaran kekhilafahan menjauhkan diriku dari-Mu? Pembenaran-pembenaran yang kadang memberikanku sedetik waktu untuk berpaling dari-Mu, namun kemudian kembali larut penyesalan yang dalam…

Ketika aku bertanya tentang banyak hal, berkawan ragu dan bimbang, Kau senantiasa menghadirkan kasih-Mu. Manusia-manusia yang dapat mendekatkan diriku pada-Mu. Kadang mereka tidak cukup, maka lewat kalimat-kalimat-Mu, Kau menceritakan banyak kisah mengenai manusia, mengenai kepercayaan dan kasih sayang. Lalu masih adakah alasan buatku untuk berpaling?

Ilmu-Mu yang kadang hadir dengan sedemikian rupa, kadang membuat kepalaku menggeleng-geleng heran. Sehari, seminggu, sebulan, setahun bahkan bertahun-tahun aku coba resapi semua. Larut dalam prasangka-prasangka, tapi aku tahu Kau akan selalu ada. Dalam malam menjelang fajar tiba, Kau jadi satu-satunya pendengarku, mulai kisah indah hingga kejadian yang membuatku gundah.

Sudah berapa lama aku tak merasakan bercengkrama dengan-Mu. Sungguh, tak ada yang dapat kukambinghitamkan, namun kalau boleh biarkan aku menyesali sang waktu yang berjalan searah. Seandainya dapat kuulang, akankah aku berubah? Agar tak ada sesal dan gundah, ataukah kesalahan-kesalahan ini melengkapi kisahku sebagai manusia?

Ya Allah, terimakasih atas segala kasih yang Kau berikan padaku. Melalui sunatullah-Mu aku dapat bertemu dengan sahabat-sahabat yang dapat mendekatkan-Ku pada-Mu. Lewat kecintaan mereka pada-Mu, melalui prasangka-prasangka baik, dan juga kepedulian pada sesama. Bukankah tolong menolong, menjaga aib saudara, silaturahmi merupakan wajah-Mu di bumi, agar manusia senantiasa mengingat-Mu, dan yakin bahwa mereka tak pernah sendirian.

Baru saja aku baca kisah mengenai keluarga dalam buku jalan hidup, kata-kata-Mu yang terangkai dalam ayat-ayat kauniyah. Syukurku terperangkap dalam untaian huruf A-Z, perasaan-perasaan yang tak dapat terungkap lewat kata. Kebahagiaan tiada habisnya dengan memiliki ayah dan ibu yang senantiasa mencurahkan kasih sayang tanpa syarat. Tak pernah menghakimi segala tindakan yang kuperbuat, namun senantiasa hadir kala aku kalah menaklukan hidup. Tak pernah mempertanyakan jalan yang kutempuh, namun senantiasa ada saat aku tersesat.

Ada sebuah kisah, mengenai waktu yang memakan kenangan manusia. Bolehkah kupanjatkan doa agar kasih-Mu senantiasa terukir dalam keadaan sempit maupun lapang, kala aku masih muda hingga usia renta, berada ataupun tiada. Mengabadikan segala nikmat-Mu yang telah kuterima semenjak aku berada di dunia fana hingga akhirnya aku harus kembali menghadap.

Ya Allah, bolehkah aku meminta satu hal lagi, agar Kau menjaga orang-orang yang aku sayangi, melalui udara kehidupan, desiran angin, bintang malam, mentari siang, agar mereka senantiasa mengingat-Mu, mengingat diri mereka sendiri, mengingat kemanusiaan, agar tak ada lagi udara kebencian yang menyerap habis kebahagiaan. Agar mereka semua dapat menuju-Mu, jannah-Mu, cinta-Mu…

3:28, tepat 21 tahun yang lalu…


Monday, October 04, 2004

Warna-warni

Judul favorit, he..he.. Senangnya bisa tertawa dengan bebas. Menghirup segala nafas kehidupan. Tentang keberadaan, tentang alam, tentang manusia... Bukankah dimanapun ada wajah-Mu... Kemarin ada temen yang nyodorin sebuah cerita, ya Allah, kenapa Kau pertemukan aku dengan orang-orang dalam pencarian? Dalam kebimbangan yang sama, namun tak pernah lelah mencari-Mu. Dalam kebenaran yang kadang membuatku ingin mundur, tidur dalam mimpi indah, bersembunyi dalam selimut hangat, dalam kemapanan yang dapat kupilih. Tapi kenapa hatiku senantiasa mendapat ragu? Lalu datang lagi sebuah bentuk pendekatan pada-Mu... Dalam kata-kata yang terangkai dalam nalar-nalar. Bagiku semua untuk menuju-Mu, bukankah Kau hadir dalam kisah-kisah terdahulu agar kami tak tersesat, atau pada ufuk dan pergantian siang dan malam agar kami dapat menemukan-Mu? Atau bahkan dari perbedaan kotoran dan air susu pada sapi agar kami senantiasa berpikir?

Friday, October 01, 2004

Lagi...

Lagi kupertanyakan langkah..
Setelah waktu tak kunjung menjadi jawab
Hangat yang belum lagi kupahami
Kadang bahkan membakar raga

Kenapa tenang jalan tak kupilih
Bukan.. bukan..
Aku tak pernah menolak
Tapi jalan itu tak kunjung membentang

Lalu lirih dalam sepi
Mempertanyakan waktu yang telah lewat
Sia-siakah..
Nistakah..

Tak Berjudul

Lantak dalam laju sang waktu
Deru yang tak usai mengenai tanya
Mengapa, apa, kenapa…
Dalam pencarian siapa aku
Terdiam pada sebuah sisi
Merenungi kebenaran-kebenaran
yang diperdagangkan
Mengenai manusia sejati
Bertopeng kemanusiaan semu
Berlindung dibalik dinding-dinding pembenaran
Lelah…
Pada tanya, ragu, bimbang
Pada segala….
Kadang aku tiada tergantikan diri
Mengikuti kehendak lingkungan, ideologi
atau entah apa…
Hingga denyut tak lagi tersisa
Aku telah hilang

Tas kulit, baju dengan pola setrika
Parfum menyengat agar beda
Manusia mapan….
Mampu menguasai segala
Dengan kekuasaan, dengan uang
Senyum berbalas senyum
Kemunafikkan yang sempurna
Dalam skenario-skenario dunia
Aku dan kamu, muak…
Namun padu dalam kebusukkan
Mengatakan diri kuasa
Namun tiada dalam bahagia

Tangan belum usai terulur
Menggenapkan kanvas berjudul terpinggirkan
Terkais, terhempas…
Dalam laju peradaban
Mobil mengkilap dari Timur hingga Barat
Irigasi, jalan-jalan terbentang
Beraspal, hitam mulus
Negara maju…
Kertas-kertas penuh puas
Manusia-manusia tetap beringas
Kelaparan dalam data sentosa

Merdeka…
Dalam kata-kata yang terberangus
Harapan yang terbakar, hangus
Keinginan dia yang menjadi aku

Adakah waktu kan berbalik?
Menyajikan perulangan kisah agar manusia dapat terperangah
Berhenti, kemudian memperbaiki semua
Atau kisah seperti itu tidak menarik
Tidak menimbulkan kejutan-kejutan
Linier dalam ketaatan
Hingga semua tetap stagnan

Adakah pasti menyertai manusia?
Khilaf demi khilaf yang terbaharui
Mencari pembenaran akan segala
Kejadian-kejadian terangkai kontinu
Tanpa menyisakan sedikit ruang
Menyadari makna keberadaan
Dalam keabadian yang fana

Langkah demi langkah
Menantang semua
Mempertanyakan arti keberadaan
Sekrup dalam mesin peradaban
ataukah semua hanya tentang merasakan
Bagaimana manusia menemukan Sang Kebenaran

Angka-angka yang tak kunjung menjadi nyata
Terjebak antara ada dan tiada
Namun tak kunjung menemukan mengapa
Kenapa, tanya yang tak kunjung terjawab
Terombang-ambing dalam bimbang
Henti pun tak membuat semuanya diam
Terpekur, kemudian kembali larut
Pelabuhan-pelabuhan…
Mulai suram hingga penuh warna
Saat berlabuh?
Mungkin saat semuanya tak bersuara

Ditengah alunan musik tanpa kata
Pikiran-pikiran liar membuncah
Merangkak, meraba…
Mencari secercah cahaya
Kegelapan yang pekat nyatanya membuat sesak
Adakah indra menjadi buta
manakala semua tertutup jelaga?

Adakah perubahan menyakitkan?
Menyentak, mengguncangkan segala yang ada
Menafikan segala silam
Agar kemudian dapat membangun sebuah mula
Lalu untuk apa sejarah?
Catatan-catatan dalam museum
Dengan bingkai tempat-tempat keramat
Hanya dapat dilihat oleh orang-orang bermartabat
Namun rakyat tetap melarat

Wednesday, September 29, 2004

Lima Tahun

Lima tahun tak ada kabar. Tau-tau ada pesan di friendster isinya, "Pasti dah gede." Umur cuma beda setaun tapi bahasanya udah kaya bapak-bapak. Tampaknya lima tahun waktu yang cukup lama untuk merubah seseorang. Meski dari puisinya ada sebuah pencarian yang dalam seperti dulu. Ada banyak yang telah berganti, seperti usia yang kadang memaksa manusia tiba pada suatu tahapan, dimana mau tak mau ia harus bertanggungjawab. Tapi pencariannya tetap sama, kegamangannya, kejujurannya dan mungkin spontanitasnya. Sesuatu yang kini juga kujalani...

Sedih

Kemarin dulu saya mimpi gigi copot. Setengah percaya, setengah ngga tapi kata orang kalo mimpi gigi copot bakal ada suatu hal yang jelek. Dan entah nyambung apa ngga, dua hari ini rasanya sedih terus. Padahal ngga ada penyebab yang jelas, kalo orang tau ada masalah trus bad feeling, kayanya wajar. Tapi ini koq sedih tanpa alasan ya?! Bingung... Semoga saja Allah senantiasa menjaga orang-orang yang saya sayangi..

Adakah?

Adakah tersia?
Melewatkan kasih-Nya pada bulan mulia
Tenggelam dalam deru sang waktu
Bermain-main dengan roda peradaban
Namun bukan sebagai dalang
Melainkan manusia hampa
yang asing pada dirinya

Adakah sedikit makna?
Manakala manusia kian jengah
Dalam keindahan yang tiada
Kisah pendahulu berulang
Berganti topeng agar tak bosan
Terperangah, kemudian kembali terdiam

Adakah tabir tersibak?
Ketika alam menjadi tanda
Bagi pecinta yang merindukan-Nya
Terkuak dalam malam-malam panjang
Penuh harap dan keintiman
Abadi dalam waktu dan ruang

Adakah perubahan?
Lekat dalam tasbih alam
Menyerukan keagungan Sang Maha
Bernafas, menghirup, merasakan
Kehidupan…
Saat manusia kembali menjadi manusia

Marhaban Yaa Ramadhan…

(Sya’ban 1425 H)

Wednesday, September 15, 2004

Hitam/putih

Tadi iseng nyari nama sendiri di Mbah Goo, untung aja blog ini ngga keluar. Dulu pernah ada yang nge-sms jadi yang 12 malem cuma buat bilangain blognya keren. Eh, bukannya mo' narsis kaya judul tulisan ini, tapi serem aja. Pertama karena blog ini meski udah disensor tetep aja rada nyleneh atau mbeling ya.. lagi suka ama kata itu. Biasanya sih, gw bikin tulisan agak serius di rumah, tapi entah kenapa setiap kali ngeliatin blog pengennya nulis yang rada beda. Kaya kemaren nulis tentang ekonomi, nyangkut-nyangkut Samuelson segala, tapi ngga asyiklah.

Kemaren sempet mau nulis edisi kelabu segala. Tapi tadi udah baikan, ternyata pulsanya abis. Bener banget kata-kata 'Kita ngga bakal merasa seseorang berarti sampai kita kehilangan.' Abis biasanya rajin banget nyapa tapi kemaren nge-sms ngga dibales-bales. Boleh..ngga..boleh...ngga... bukannya batasannya cuma ngga boleh berkhalwat, ikhtilat trus jagalah hati, jangan kau kotori... Kayanya selamat deh dari syarat-syarat itu. Hua..ha.. pembenarannya udah parah banget. Mana mau Ramadhan lagi.. cayo yut semangat membenahi diri, bersihkan hati. Seandainya hidup ini sederhana...

Monday, September 13, 2004

Kenangan

Kemarin guru IC datang ke Salman, ngga semepet ketemu sih. Tapi namanya saja sudah mampu menghadirkan berbagai macam kenangan. Satu hal yang paling saya ingat sapaannya, "Kaifa haluk, yut?" Pertanyaan yang selalu saya jawab dengan "haluk-haluk." Saya selalu ingat guru saya itu akan protes dan ngasih tau jawaban yang benar, tapi saya cuek aja. Abis untuk anak negri ujian pelajaran tauhid pake bahasa Arab. Sampe pernah satu kali ada soal menjodohkan saya jawabnya cuma satu huruf, biar probalbilitas benernya 10%, daripada salah semua,he..he..

Ternyata kenangan-kenangan itu ngga bisa ilang dengan cepat. Setiap kali ada kabar atau acara kumpul bareng, saya tidak bisa menghentikan gambar-gambar yang menyerang dengan tiba-tiba. Seperti tadi ketika ngecek friendster, ternyata salah satu kakak IC-ku udah nikah. Wah, cepat juga dia mengubah statusnya. Saya ingat banget tindakan-tindakan dia yang bisa dibilang kontroversial versi sekolah, hingga dia memutuskan keluar karena ngga masuk IPA. Untungnya, pemikirannya yang visioner tidak pernah terhambat oleh apapun. Terakhir denger kabarnya dia jadi ketua BEM Fakultas Teknik UI. Jadi inget waktu dia ultah trus ngerayain ampe jam 12, diluar udah ada guru yang ngawasin anak-anak Mading, terpaksa lampu dimatiin, wah.. jadi kangen masa lalu...

Tuesday, September 07, 2004

Bo..

Permainan dimana kesabaran memegang peranan. Seperti catur, incar mengincar menyusun strategi untuk menangkap sang perdana mentri, kemudian sang raja. Tapi ini nyata...

Naik Mobil

Edisi katro.
Hipi.. tadi diajak naik mobil buat ngambil bahan kuliah pemodelann ama dosen. Baik banget... dosennya. Lumayan buat nambah spirit, entah kenapa hari-hari kemarin langit tak secerah biasanya... Hua.. melow banget

Monday, September 06, 2004

Kontinu dan Diskrit

Hmm.. pagi-pagi udah dapet temen diskusi. Tapi sebenernya kata diskusi juga memiliki tendensi khusus, apa batasan antara diskusi dan ngobrol. Wah, males banget pagi2 udah ngomongin definisi. Nah, tadi via messenger, saya ngobrol tentang kontinu dan diskrit. Ngga asyik kalo terlalu teoritis, jadi bagaimana kita memandang kehidupan? Pasti kontinu kan, kejadian-kejadian yang saling mengait membentuk sebuah peradaban. Bagaimana kalau kita mengambil sekelumit waktu dan mulai membuat target-target dalam kurun waktu tertentu? Apakah dengan demikian kehidupan berubah menjadi diskrit, seperti sebuah model matematis yang dimasukkan dalam program dengan pendekatan tertentu? Tampaknya ketika kita mulai membuat batasan2 tanpa kita sadari, semua berubah menjadi parsial, aku kamu, sekarang-masa lalu, dan kemudian holistik berubah menjadi sederetan pendekatan yang diklaim sebagai representasi kenyataan.

Thursday, September 02, 2004

Filsafat

He..he.. kata yang bisa bikin orang freak out. Tapi kayanya dalemnya lucu, lagian kan kata gurunya Sophie, yang diperlukan untuk jadi seorang filosof adalah rasa ingin tau, dan ngga mungkinlah manusia bisa terbebas dari rasa itu. Kemaren temen saya ada yang ngasih warning, hati2 ama filsafat. Soalnya ada temennya yang jadi gila. Hi.. serem juga, dulu juga pernah ada yang ngingetin kalo mo' belajar filsafat harus punya guru. Daripada bingung, mending pake definisi gurunya Sophie aja, artinya semua orang adalah filosof. He..he.. narik kesimpulannya bener ngga ya?!

From A to Z

Kemaren dulu ada buletin lucu nangkring di sekre. Kata kang Firman sih itu untuk kalangan underground tapi tetap dengan mengusung ideologi Islam. Wah, isinya keren abis. Mulai dari Revolusi Perancis, Bolsyewijk, revolusi tauhid yang dibawa oleh Rasulullah, semuanya masuk. Tapi bukan itu aja, buletin itu juga cukup punya dasar untuk berjuang. Kalo ada yang bilang sejak pelopor punk di Inggris(grup Sex ‘n Pistol yang awalnya berupa grup musik perlawanan terhadap kemapanan, tapi belakangan malah gabung ama major label) berkhianat terhadap perjuangan underground, banyak yang nganggap aliran punk--yang banyak ditandai dengan busana tertentu--udah mati(kalo ngga mati kehilangan arah geraknya). Boleh aja pake baju Che, atau lambang bintang merah, tapi kalo ngga tau bentuk perjuangan Che ngelawan Amrik di Kuba sama aja bo’ong. Ngga lucu kalo bilang Amrik busuk karena itu ngelawan arus tapi ngga tau kenapa. Lebih parah lagi yang make merchandise anak punk biar dibilang keren. Wah, itu sih ngga ada idealisnya sama sekali.

Emang agak susah ngebedain yang mana yang masih idealis atau ngga, abis bentuk luarnya bisa sama persis. Bukan di komunitas punk aja yang kaya gitu, semua orang punya topengnya masing-masing. Kaya cerita temen pas SMP, dia nyaris ngga mengenali dirinya di sekolah karena harus memasang banyak topeng agar bisa diterima kalangan tertentu. Dia ngaku koq hidupnya hampa…

Gimana dengan suku yang relatif masih agak tertutup, apakah resistensi mereka terhadap listrik dan bentuk-bentuk modernitas merupakan sebuah bentuk perlawanan, ataukah kesederhanaan yang mereka jalani merupakan sebuah pilihan sadar. Waktu main ke Badui, larangan untuk memakai sabun, peraturan mengenai penggunaan air dan tidak adanya istrik, lebih banyak bersandar pada penjagaan mereka terhadap kelestarian alam. Tempat tinggal mereka yang dekat dengan aliran sungai memudahkan pengaturan tempat untuk mencuci, mandi, buang air dll. Masing-masing ada tempatnya sendiri sesuai dengan aliran air. Ada juga larangan terhadap hewan-hewan tertentu, seperti tidak boleh memelihara dan memakan kambing, dan ada beberapa jenis lain tapi saya lupa. Semua aturan tersebut diatur oleh tetua adat yang dipanggil pu’un. Menurut penuturan warga Badui, pu’un tersebut sering berbaur dengan masyarakat tapi dengan menggunakan pakaian biasa, sehingga pelancong tidak tahu yang mana pu’un dan mana yang warga biasa. Keistimewaan pu’un terletak pada tempat tinggalnya yang terpisah, dan termasuk wilayah terlarang.

Kalau dibilang mereka menutup mata terhadap kemajuan, kayanya ngga juga. Buktinya beberapa orang dari mereka sudah ada yang pergi ke TMII untuk berdagang(mereka udah kenal uang koq). Perjalanan dengan bertelanjang kaki bisa memakan waktu 2-3 hari. Kadang mereka bertemu kenalan, hingga memperoleh tumpangan, tapi kadang mereka hanya mengandalkan otot untuk sampai ke tempat tujuan. Ketika ditanya bolehkah mereka naik kereta gantung yang ada di TMII, mereka menjawab harus nanya pu’un terlebih dahulu. Pokoknya pu’un serba tahu, dan inisiatif nakal seperti, lho kalau belum ada peraturannya, sah-sah aja ngambil keputusan sendiri ngga ada dalam benak mereka(setidaknya ketika salah seorang badui ditanya, ia menyerahkan semua persoalan pada pu’un). Secara administratif mereka tercatat sebagai orang Islam, tapi dari segi kepercayaan yang dipraktekkan orang-orang Badui lebih dekat ke animisme. Kalau udah berada diluar daerah badui, mereka boleh pakai sabun, tidur di atas tidur atau menggunakan listrik. Pokoknya merasakan penemuan-penemuan Eddison, tapi kalau mereka sudah kembali ke Badui dalam semua itu harus mereka lupakan.

Bagaimana dengan muggle? Bukan darah campuran antara penyihir dan manusia, tapi perkawinan dengan badui dalam dan badui luar. Biasanya sih keluarga baru tersebut akan mengikuti pihak suami, jadi boleh-boleh aja jadi warga badui dalam, selama dia mau ngikutin peraturan yang ada. Pakaian badui luar yang lebih modis(lumayan, batik dengan corak khas berwarna biru) harus berganti dengan baju hitam dan putih, bagi pria ada semacam sorban hitam yang menjadi khas. Tapi kalo dari pengaturan dan kebersihan badui dalam jauh lebih tertib. Rumah-rumah panggung badui dalam yang lebih tinggi jika dibandingkan badui luar relatif lebih bersih. Ngga enaknya nginep di badui dalam cuma hawa dingin yang membuat semua rombongan ngga bisa tidur. Udah pake baju berlapis-lapis, tetep aja menggigil kedinginan, yang bisa tidur nyaman hanya orang yang tidur deket tungku di dapur. Kalau ada yang berpikir, kehidupan seperti apa yang ditawarkan suatu komunitas tanpa listrik dan sabun, maka jawabannya harus dikembalikan ke diri individu masing2, bukankah kita semua terperangkap dalam sebuah rutinitas, dan hidup ditempat dimana semua masalah sangat sederhana dan teratur karena terikat oleh hukum adat tentu bukan suatu hal yang buruk.

Okelah kita bisa protes, dimana letak identitas, kala semua manusia seolah kehilangan kreavitas dan terjebak dalam sebuah komunitas yang statis? Lagipula mana ada komunitas seperti itu? Pasti ada friksi-friksi yang timbul. Ada juga sih yang bilang penduduk badui berkurang karena anak mudanya menginginkan perubahan dengan mencari ilmu keluar komunitas. Hmm.. jadi inget film The Village, dimana ada sebuah komunitas terisolasi yang hidup terlindung oleh mitos. Ngga asyik memang, tapi itulah yang dibangun oleh para tetua agar tradisi dapat tetap terjaga. Sebenarnya sih jadi keliatan ada benang merah, sebuah komunitas bisa berjalan dengan damai dan teratur kalo ada tokoh yang dipercaya dan sebuah hukum adat/kepercayaan yang dijalankan oleh semua warga komunitas. Liat zaman Rasulullah, umat Islam kebanyakan dapet tantangannya dari luar. Meski tetap ada orang-orang munafik, tapi itu kalangan minoritas. Cinta para sahabat ke Rasulullah, dan bagaimana para pecinta kebenaran mendekati Sang Utusan untuk memperoleh ilmu yang sebanyak-banyaknya, merupakan sebuah tanda bahwa kehidupan umat Islam berkisar seputar Rasul, yang menjadi pembawa hikmah dan penyampai kata-kata dari Sang Khalik. Pas Rasul wafat dan digantikan zaman kekhilafahan, bermunculanlah nabi palsu, orang-orang murtad, dan daerah-daerah yang hendak melepaskan diri dari kekuasaan Islam. Ya Rasul, betapa kami begitu merindukanmu….

Ada hal yang menarik juga kemarin di kampus yaitu OSKM. Tujuan OSKM kemarin salah satunya adalah mengetahui identitas diri. Nah, kebetulan mentor agama diberi amanah untuk menyampaikan materi identitas. Asli bagi saya amanah itu berat banget. Kenapa coba? Soalnya pendekatannya Harun Yahya, padahal saya sendiri ngga sepakat dengan pendekatan itu. Gimana seseorang diminta menyampaikan sesuatu yang ngga sesuai dengan apa yang dipegangnya(kalau pake kata diyakini kayanya rada serem). Masalahnya bagi saya tanda-tanda yang berserakan di alam ini bisa diartikan secara beragam. Tanda memiliki penanda dan petanda, penanda yang terlihat secara fisik dan petanda adalah konsep yang ada di kepala kita. Kemungkinan besar orang dengan latarbelakang yang sama akan menafsirkan penanda dengan petanda yang sama. Nah, gimana kalo seseorang memiliki latarbelakang berbeda? Saya pribadi lebih seneng pendekatan tasawuf. Atau contoh lain, gugurnya fisika klasik setelah ditemukannya fisika kuantum. Ada yang beranggapan bahwa ketika SD penjelasan yang kita peroleh adalah kebenaran yang disederhanakan. Namun fisika kuantum bukan lanjutan dari fisika klasik melainkan sebuah pendekatan berbeda yang dianggap merepresentasikan kondisi fisik, bukan pendekatan seperti yang dilakukan fisika klasik.

Saya bisa saja menjawab pertanyaan-pertanyaan, siapa kamu? Kenapa kamu berada di dunia? Dengan pendekatan tertentu. Tapi kalau ditanya benarkah itu yang saya rasakan, tampaknya saya tidak bisa yakin sepenuhnya, atau mungkin juga keraguan saya berasal dari keengganan saya untuk melaksanakan sesuatu, entahlah bagi saya masih terlalu banyak wilayah abu-abu. Seperti jika seseorang sudah menjadi simbol sebuah kemapanan, bolehkah sebuah komunitas yang sudah mapan tersebut melindunginya, merubah hitam menjadi putih, untuk menyelamatkan harapan massa? Hu..uh semuanya seperti politik praksis elitis yang sering membuat saya bingung.


Wednesday, September 01, 2004

Dunia Lain

Saat orang dapat lekat dengan sebuah tradisi, ada sebuah rasa yang menganga, dimanakah akarku? Guruku bilang, aku anak globalisasi, akarku adalah tanah dan jiwaku adalah mentari. Namun saat tiba manusia bercerita tentang sebuah keakraban dengan tradisi, saat bahasa menjadi perekat, aku hilang dalam sejarah. Hibrid, campuran atau apalah orang menyebutnya, kadang membuatku gamang. Siapakah aku?

Candu

Pernah ngga ngedenger lagu, trus pikiran langsung melayang kemana-mana? Entah ngebawa pikiran melayang ke suatu massa, bikin emosi kita tercabik-cabik. Banyak hal sih yang bisa ngakibatin hal kaya gitu, bukan musik doang, seperti taman hiburan yang kaya simulasi. Semakin lama hal yang tadinya bisa untuk tempat sosialisasi jadi semakin privat. Kalo dulu anak-anak main petak umpet, galah asin, trus yang nyusun batu bata trus diancurin(lupa nama permainannya), sekarang game lebih banyak dibalik layar komputer atau televisi. Kalau dulu pencarian akan kegembiraan terjadi secara alamiah, kini semuanya menjadi semakin artificial dalam artian langsung menuju pusat dari segalanya. Makanya banyak orang yang langsung mencari jalan pintas menuju kebahagiaan lewat obat-obatan psikotropika. Padahal itu hanya sebuah cara semu yang mengarahkan mereka pada sebuah penjajahan baru. Sebuah ketergantungan dan persepsi yang kacau...

Kuliah

Hari ketiga semester baru udah ngga ikut kuliah karena telat. Lumayanlah ada kesempatan untuk ngerjain hal lain, seperti cari bahan di web. Intinya sih tetep aja ngga bisa kuliah dan terpaksa melakukan hal lain. Tapi lagi kehilangan semangat, kayanya belakangan ini nyari semangat ditempat yang salah. Mungkin caranya juga yang ngga beres, abis kalo ada orang yang super care masa dicuekin, trus kalo kebelakangnya buntutnya jadi makin kacau gimana dong? Biarkan semuanya ngalir atau mulai memberi batasan?

Tuesday, August 31, 2004

Vonis

Tes..tes...tes...
Byur..

Rutinitas terkoyak berita
Kala segala menjadi tak biasa
Kata yang membunuh
Mengarah pada sebuah jalan

Haruskah?
Namun ini bukan main-main
Tak bisa kata manis menjadi jawab
Karena semua telah nyata
Dalam sebuah kertas buram

Hitam dengan corakan putih
Akan indah dalam suatu masa
Tapi petaka dalam ruang lain
Akankah ada pilihan?


Hore..

Konyol kan seneng banget karena internet di Salman udah idup lagi. He..he.. kayanya gw udah termasuk kategori orang yang terjajah sama mesin. Ngga usah ribet2 kaya film matrix yang udah secara fisik terikat, sekarang mah zamannya penjajahan kesadaran. Dan kayanya gw termasuk.. hi.. serem. Tapi kayanya bukan gw doang, liat aja gimana hotspot jadi daya tarik kafe-kafe, lagian tugas kuliah gw juga harus browsing. Sekadar pembenaan boleh khan? Bukannya semua orang hidup dengan kebenarannnya masing-masing? Seperti yang dibilang Wittgenstein, kebenaran objektif adalah kumpulan dari kebenaran subjektif. Kalo kaya gini mungkin ngga ya?! 5 menit lagi gw kul, trus anak2 sekelas sepakat majuin jam tangannya 15 menit, pas dosennya nanya jam berapa sekarang, gw masih punya beberapa menit tambahan. Tapi kayanya itu tetap ngibul soalnya berangkat dari kesepakatan untuk niat yang jelek, biar aman kayanya gw harus kuliah dulu. Ciao..

Tuesday, August 24, 2004

Cuka

Parah banget, mail yang gw tunggu dari beberapa waktu lalu ternyata masuk ke bulk. Tanggal 31 Juli kemaren gw ngirim ke pak bhm, gw tunggu2 ngga ada jawabannya, tau2 gw denger Tempo mo' ngasih training, jadi gw pikir pertanyaan gw udah kebales lewat para petinggi KM. Ngga taunya mail gw dibales hari itu juga tapi masuk bulk. Ironisnya gw baru tau sekarang, dan kayanya ngga lucu kalo nyambung lagi, padahal kata bapaknya gw boleh nanya lagi kalo masih ada yang masih belum dimengerti. Sebenernya kalo nanya lagi sih ngga masalah, cuma ya awal2 abis ngirim surat, gw jadi hobi nyariin balesan dari beliau. Hmm... mungkin sekarang saat yang tepat bagi gw untuk mendapat penghiburan dari Sang Maha Penyayang

Friday, August 20, 2004

Dulu dan Sekarang

Ngga beda jauh ama kata-kata ‘Masa lalu yang membunuh masa depan’, intinya apa yang kita lakuin hari ini ngaruh banget buat masa depan. He..he.. jadi inget iklannya film Mengejar Matahari, yang kalo ngga salah redaksionalnya kaya gini “Hari ini tidak dimulai dari saat membuka mata, hari ini dimulai jauh sebelum itu.” Nah, itu jugalah yang terjadi dalam kajian-kajian sejarah, ngga mungkinlah nyomot suatu peristiwa tanpa ngeliat kaitannya dengan kejadian-kejadian sebelumnya, keadaan masyarakat saat itu dll. Bagaimana dengan saya sendiri?

Dulu, saya selalu kagum dengan orang yang tahu lebih banyak, baca buku lebih banyak, pokoknya bisa dibilang wawasannya luas. Seperti yang pernah saya singgung di tulisan yang judulnya ‘Buruan’ kebanyakan sih saya kena doktrin soalnya kalo diajak diskusi saya cuma bisa bengong terkagum-kagum. Tapi sekarang, pertanyaan-pertanyaan yang biasanya hanya berjalan satu arah kini menjadi dua arah. Jujur aja, kadang nyaman menemukan tempat bertanya dengan penjelasan yang terdengar masuk akal. Tanpa perlu mikir terlalu banyak, solusi kita peroleh dengan mudah. Jadi agak menakutkan bahwa ternyata orang-orang yang semakin lama terbungkus dalam mitos manusia kuat, ternyata memiliki sisi lemah. Dan ada saatnya yang diperlukan adalah kisah sepasang merpati Gibran, ketika ada dua merpati yang terluka mereka saling mendekat dan menjadi pelengkap satu sama lain. Kalau di buku Gibran sih, ini kisah pasangan, tapi saya lebih melihatnya pada kecendrungan manusia untuk saling melengkapi dan mendukung satu sama lain(wah koq jadi kaya konsep pasangan beneran ya?!).

Adakalanya pemahaman lahir dari pemberitahuan searah, seiring dengan bertambahnya umur ada dialog-dialog, makanya sekitar tahun 2000-an yang laku buku-buku seperti Who Move My Cheese untuk manajemen dan Chicken Soup untuk motivasi diri. Tampaknya ada periode saat manusia lelah untuk diceramahin dan hanya membutuhkan sekadar teman senasib. Bagi saya kehilangan sosok manusia kuat merupakan pukulan tersendiri. Kayanya semua orang emang butuh sosok idol, termasuk sahabat yang sempat shock ketika Rasul dipanggil oleh Sang Khalik. Siapa yang tidak rindu akan kehadiran sosok yang perilakunya merupakan sumber hikmah, yang oleh musuh-musuhnya ia diakui sebagai orang jujur dan tutur katanya senantiasa disesuaikan dengan orang yang diajak bicara sehingga meneduhkan.

Mungkin contoh diatas cuma sebuah pembenaran bagi kehilangan saya. Tapi entah kenapa ini seolah menandai bahwa saya juga harus semakin kuat. Karena nun jauh disana ada yang percaya bahwa saya mampu menghadapi semua tantangan. Asli ini karena pengaruh simulacra, dentingan-dentingan yang membesar membentuk sebuah mitos. Dulu ada beberapa sosok yang saya anggap sebagai bintang di langit, namun belakangan ini perspektif itu berganti dengan berjalan beriringan dan saling melengkapi. Karena ternyata bintang tersebut memenuhi legenda pribadinya dengan kehadiran orang lain.

Manusia Lemah vs Manusia Kuat

Tadinya tulisan ini mau dibikin lebih serius, tapi karena lagi ngga bisa baca buku-buku berat(harfiah, karena bukunya tebel) jadinya unsur subjektifnya bakal lebih kental. Entah kenapa, saya selalu penasaran dengan kecendrungan manusia, mulai dari psikologi, sosiologi, antroplogi, semuanya berlomba-lomba untuk menjelaskan manusia. Ada yang dari dalem, ada yang dari budaya, ada juga dari keturunan, macem-macemlah. Waktu dulu bikin tulisan tentang karakteristik masyarakat di sebuah daerah, teman saya menyarankan baca aja buku Levi-Strauss(koq malah jadi kaya nama komposer ya?!, lupa euy) kalo mau ngeliat hubungan daerah dengan karakteristk manusia. Tapi apa benar semua bisa selinier itu?

Kayanya ngga juga, di buku yang sedang saya baca ada runutan sejarah mulai dari revolusi Perancis yang dianggap sebagai kelahiran ideologi2 zaman sekarang sampai perkembangan ideologi masa kini. Lucunya, saya malah ngga liat cerita mengenai ideologi tentang dunia, tapi malah kecendrungan manusia menemukan dirinya di tengah alam semesta. Mungkin lebih lengkap ditarik dari zaman pencerahan, yang menempatkan materialisme dan logika sebagai sebuah kebenaran absolut menggantikan kedudukan agama. Kemudian dari sana berkembang sains dan isme-isme yang mengatur kehidupan antar manusia. Mulai dari liberalisme yang menganggap manusia semua sama sehingga harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berusaha menurut kemampuannya. Hal ini kental dalam pemikiran Adam Smith dengan pasar idealnya, dimana semuanya dapat berkompetisi dengan adil. Namun kemudian timbul Keynes yang melibatkan campurtangan pemerintah, dalam cara pandang yang masih masuk kubu liberal, Keynesian dianggap lebih mendukung semangat liberalisme, karena memberi kesempatan bagi masyarakat yang pada awalnya terpuruk.

Dari adanya campur tangan pemerintah kemudian berkembang lagi ke sosialisme, Marxisme yang terpecah-pecah menjadi Neo-Marxis, Marxisme klasik, Manifesto Communist yang ditafsirkan bebas oleh Lenin, paham-paham yang menempatkan negara sebagai sistem kontrol raksasa, dimana rakyat hanya seperti sebuah mur dalam sebuah mesin raksasa bernama negara. Setelah komunis runtuh, terutama setelah Sovyet merubah garis kebijakannya, manusia kembali dihadapkan pada sebuah pertanyaan, benarkah manusia merupakan makhluk kuat yang mampu berusaha dengan akal dan nuraninya, ataukah harus ada intervensi sistem yang mengatur kehidupan antar manusia? Jadi inget film A View Good Man yang dibintangin Tom Cruise, kedua perwira yang diadili dinyatakan bersalah karena mereka ngga bisa ngebela temen mereka yang lemah, meski itu merupakan perintah dari atasan. Jadi adakalanya sistem juga diperluin untuk ngelindungin orang-orang yang termarjinalkan.

Bukankah manusia senantiasa membutuhkan petunjuk jalan? Kalau begitu manusia adalah makhluk lemah yang membutuhkan sebuah sistem kontrol agar semuanya dapat berjalan aman dan teratur. Kembali ke buku rujukan, ada tokoh namanya Rawl, nah menurut dia untuk mencapai sebuah masyarakat ideal diperlukan sebuah kontrak sosial yang disusun oleh sekelompok orang yang mengatur kaidah pengaturan masyarakat untuk mengatur kepentingan seluruh warga. Dengan kata lain masyarakat memang harus diatur karena manusia lemah. Lalu dimanakah keunggulan liberalisme? Dari kesepakatan yang ada oleh pemikir-pemikir zaman baheula, liberalisme menjamin ditegakannya hak asasi manusia, yang sayangnya masih sering bersifat subjektif. Satu hal lagi, liberalisme menjunjung hak privat seluas-luasnya, hingga menyisakan sebuah tanda tanya besar bagi moralitas.

Sejauh manakah manusia harus diatur, dan siapakah yang paling efektif mengatur manusia? Dengan melibatkan faktor agama, tentu kontrol dari dalam diri sendirilah yang menjadi paling penting, sebagaimana yang diungkapkan Muththahari, bahwa musuh yang terbesar adalah diri sendiri. Melihat agama, terutama dari asal katanya a yang berarti tidak dan gama yang berarti kacau, agama memiliki arti tidak kacau alias menjadi penuntun bagi manusia untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dari sini, agama bersifat syumul’(menyeluruh) meliputi semua unsur kehidupan manusia. Dengan melihat konsep iman, islam, ihsan kemudian penjelasan mengenai muhsin, muslim dan mu’min diperoleh gambaran bahwa seharusnya manusia merupakan manusia kuat selama ia memiliki keyakinan yang meliputi ketiga hal yang saya sebutkan diatas. Namun untuk membentuk tatanan masyarakat ideal seperti zaman Rasulullah(saya pernah diprotes ini ngga mungkin, jadi setidaknya mirip dengan kekhalifahan Abbasiyah), apakah manusia-manusia dapat dibiarkan bebas menurut standarnya masing-masing?

Merujuk sejarah, tapi kebanyakan literaturnya sekuler sih, ngga bisa. Soalnya manusia walaupun dibilang kuat tetep aja gampang tergoda. Jadi diperlukan semacam kontrol sosial buat mengatur manusia. Dulu saya sempet kagum Hitler, bukan karena rekornya dalam pembunuhan umat manusia tapi karena kengototannya mempertahankan apa yang dia yakini, tapi isunya dia bunuh diri(banyak sih isu mengenai kematian Hitler, ada yang bilang dia dibunuh anak buahnya, ada yang bilang dia melarikan diri, wah koq jadi kaya acara gosip ;P) jadi ngga respek deh sama orang yang lari dari kenyataan dengan bunuh diri. Sekarang ada juga lho komik yang nyeritain tentang anak-anak yang didoktrin ketika masih dibawah umur, judulnya Monster. Tapi kadang saya mikir, semuanya tergantung pada kacamata yang kita pakai, kalo pakai kacamata biru ya semua pemandangan yang kita liat bakalan biru(sedih banget baca komik tapi pikirannya ngga lepas dari buku2 berat).

Makanya kalo kelamaan ngedalemin suatu wacana bisa-bisa kacamatanya ngga bisa lepas. Sebenernya saya mau udahan ngegunain teori-teorinya Mbah Jenggot, tapi di kajian budaya(CS) rujukannya Mbah Jenggot banget. Malah lebih rame lagi dengan adanya Lacan, Althusser dkk, yang rata-rata kepengaruh ama Mbah Jenggot. Abis apa yang ada sekarang kebanyakan pengaruh kapitalisme, konsumerisme dan hedonisme sih, muncul deh teori-teori yang diperbaharui tapi rujukannya tetep klasik. Sebenernya bisa juga ditarik dengan pendekatan agama, cuma ada beberapa kritikan terhadap fenomena yang berkembang sekarang. Pertama, kadang agama juga menjadi bagian dari posrealitas(ini ngeliat dari makalah pak Deden pas acara bedah buku pak Yasraf). Trus, fenomena kedua agama masih sering sekuler dalam artian agama lebih sering dijadikan ajang untuk menjadi semacam orang suci, namun ngga ada sangkut pautnya dari kehidupan sosial.

Jadi manusia lemah vs manusia kuat, kayanya ngga dua-duanya. Saat manusia futur adakalanya sebuah sistem mapan mampu mengembalikan ia ketempat yang seharusnya, dan ketika ia menjadi manusia kuat, ia bisa berguna bagi sesama dan menemukan posisinya dihadapan Sang Khalik.

Kepada Angin, Untuknya

Angin,
Bolehkah kutitipkan sebait kata?
Agar mendung tak menggelayut wajahnya
Dalam ketegaran sikapnya
Kutemukan telaga air mata
Angkuh meraih mimpi
Namun entah kenapa
matanya menyimpan luka

Angin,
Bisakah kau menjaganya?
Saat di kelam malam ia termenung
Memikirkan semuanya dalam sepi
Lalu berusaha tegar
Untuk dirinya, orang-orang disekitarnya
Mungkin…

Angin,
Bolehkah kupinta senandung?
Agar ia tahu, ia tak pernah sendiri
Mimpinya, bukan miliknya seorang
Namun entah, ia memilih hening
Lalu kembali berjalan
Sendiri…

Thursday, August 19, 2004

Metamorfosis

Entah kenapa sebait kenangan hadir dari sebuah nama. Namun kini semua tak sama..(meminjam lagunya 'Padi'), ada perubahan yang membuatku terpengarah. Betulkah ini giliranku? Melihat orang-orang yang silih berganti, namun tak jua berhasil mempengaruhiku. Tiba-tiba sebuah mail datang dengan sebuah panggilan baru, benarkah aku sudah siap? Dulu aku selalu mencari orang yang dapat kujadikan tokoh. Namun kini, ketika harus berjalan setara, entah apa aku sanggup?

Tuesday, August 17, 2004

Buruan ...

Huek..huek… ngga tega gw nyebutnya. Abisnya ngelecehin cewe banget, emang isi otaknya ngga ada yang lain apa selain kaya gituan. Gila katanya zaman emansipasi wanita, Kartini bakalan nangis kalo ngeliat tayangan sinetron sekarang dan kalau ditambah film Buruan bla..bla.. bakal makin sedih. Apalagi kalo bawa2 feminsime, wah tuh film bener2 enak buat dibantai. Tapi bisa juga sih jadi alasan wanita untuk bersuara, tergantung feminis kubu mana dulu. Dari kemaren udah ada dua acara yang ngebahas film itu, yang acara diskusi yang ngelibatin MUI dan lembaga sensor film. Kata lembaga sensor film, dia udah ngelakuin tugasnya tapi kalo masih ada yang ngga puas layangin surat aja. Kalau pendapatnya MUI sih tuh film harus ditarik dari peredaran. Ngga nyadar apa kalo film kaya gitu bisa ngerusak, bukannya gw mau ngelanggar hak publik orang, masalahnya ini bawa nama budaya.

Oke deh, realitas yang ada di luar emang ngga bersih-bersih banget. Tapi apa yang dilayarin dilayar tv juga bukan cermin dari realitas yang sesungguhnya. Nah, dari selisih antara relaitas, film dan citra yang ditangkap oleh penonton bakalan ada sebuah penafsiran baru yang bakal dibawa ke realitas selanjutnya. Misalnya kita biasa nonton sinetron remaja yang udah mulai longgar dalam mengisahkan hubungan sebelum nikah, maka para penonton secara tidak sadar akan mulai menginternalisasi kelonggaran tersebut dalam pikiran mereka. Akibatnya, generasi bakal rusak dan menganggap hal-hal yang dulunya tabu sebagai suatu hal yang wajar.
Di acara showbiz tadi siang, Raam Punjabi diwawancara. Katanya sih waktu pertama kali disodorin skenarionya, beliau nolak tegas-tegas, tapi somehow beliau nerima juga. Gila ngga sih, judulnya aja udah kaya gitu. Alasan yang gw baca di majalah atau komen orang2, udah ngga zamannya lagi hubungan kaya Rangga dan Cinta yang manis meski buntutnya tetep aja ada kissingnya. Aduh.. gw koq koq males ya ngeliatnya. Abis tren sekarang mau dibawa kearah yang ngga jelas banget. Kalau sebelumnya gw ngomongin ‘Merdeka 100%’ sekarang juga gw mo negasin hal yang sama, woi sadar dong, kita nih lagi dijajah. Penjajahan kesadaran, bayangin aja kalo lo didoktrin ama suatu hal tapi lo ngga sadar.

Definisi gw tentang didoktrin gampang aja, yaitu ketika lo ngga punya kesempatan untuk ngelak. Ngga tau nih, analoginya tepat apa ngga, misalnya lo lagi diajarin hal baru ama temen lo, ilmunya bukan suatu hal yang lo kuasain, yang terjadi bukannya proses diskusi tapi malah lo cuma bisa ngangguk-ngangguk, entah karena terpesona atau karena hanya itu yang bisa lo lakuin. Ini juga sama, ketika lo natap layar televisi, trus tayangan yang lo hadapin itu-itu aja, bisa2 lo kena cuci otak. Nilai-nilai yang biasa lo dapetin dari ortu atau pelajaran agama perlahan bakal pudar. Ini juga pentingnya hubungan yang harmonis dengan orang rumah, biar ngga ada gap-gapan. Jujur aja, kadang gw ngerasa hedonisme itu lebih nakutin dari korupsi. Abis ngerusaknya tuh diem-diem. Kalo ngedenger kata korupsi semua orang bakalan sepakat kalo itu ngga baik, tapi kalo hedonsime kayanya masih banyak pro kontra. Temen gw aja ada yang bangga nyebut dirinya anak hedon.

Sebenernya gw takut aja anak-anak ngga punya kesempatan untuk milih. Maksudnya belum apa-apa dia udah keseret pada suatu budaya massa dimana dia hilang didalamnya. Kalo menurut teori2 ini, dia ngga bakal kehilangan panutan, tapi dia tidak pernah berada dalam keadaan sadar untuk apa dia ngelakuin segala sesuatu. Kaya di film AADC(salah satu film populer), ketika Rangga memprotes kelakuan Cinta yang serba seragam dengan gengnya. Dulu sih gw ngga pernah geng-gengan tapi punya juga kelompok yang kalo ngga mau jalan bareng langsung dicap sombong, padahal asli waktu itu gw ada keperluan. Repotlah, hidup ini serba terikat, bukannya hidup itu bisa bebas kaya layang-layang putus, tapi selain sebagai seorang individu kolektif kita juga senantiasa harus punya kesadaran pribadi.

Hal ini bisa gw tarik juga ke masalah aksi. Gw pengennya setiap kali aksi setiap orang nyadar apa yang dia perjuangin. Dan kalo bawa nama institusi seharusnya institusi itu juga udah melakukan sosialisasi ke massa tempat dia bernaung. Tapi di Indon, gw ngga yakin kondisinya bisa seideal itu. Ada beberapa hal yang terpaksa gw tarik ulur lagi, masalahnya kalo suatu masalah publik bisa terangkat/tersosialisasi ke wilayah yang lebih luas dengan ngejual nama institusi, meski ngga tersosialisasi dengan baik ke massa tempat dia bernaung, akhirnya gw milih setuju. Jadi gw sih nyimpulin ini masalah niat, kebaikannya lebih baik dari mudharatnya. Meski sekarang masih banyak massa mengambang yang ikut tanpa tau esensinya, asal untuk kebaikan dan dilakukan dengan cara yang baik. Gw setuju deh…

Beda banget ama sinetron. Gw masih menganggap masalah terbesar dari sinetron adalah penjajahan kesadaran, pelecehan wanita, kapitalisme tersembunyi dan perusakkan akhlak. Gila ngga sih ngeliatin anak SD jahatnya minta ampun. Udah gitu obrolannya ngga mutu banget, mending nyeritain cara orang mau masuk olimpiade keq atau masalah anak yang ngga bisa ngikutin pelajaran. Kondisinya diperparah dengan posisi guru yang selalu dijadiin tokoh badut. Gw bilang sih ini udah penghinaan terhadap institusi pendidikan. Tapi kayanya orang2 koq tenang2 aja. Buktinya cerita2 kaya gitu ratingnya bagus. Gw pernah baca tentang cara kerja rating dan bagaimana insan perfilman menyikapinya, ternyata ya ngaruh banget. Bahkan Jelangkung versi sinetron aja beberapa tokohnya diganti karena ratingnya jeblok.

Nok, nok… siapa menjajah siapa. Pemirsa nentuin rating, rating bikin panik sutradara, sutradara nebak2 keinginan pemirsa. Sedihnya menjadi pemirsa minoritas. Sebenernya bukan pemirsa juga sih. Soalnya kalo emang ngga ada yang layak diliat mending matiin aja.

Triple S

Kemaren pas reunian ditanyain rencana kedepan, lengkap dengan targetan ngerubah status single dan kriteria pendamping. Aduh pertanyaan berat tuh, kalo masalah kuliah, kalo lancar pengennya bisa 9 semester dengan catatan kedepan harus lebih serius. Tapi pertanyaan-pertanyaan selanjutnya, he..he.. kayanya cukup berat tuh ngejawabnya. Temen-temen juga beragam ngejawabnya, kalo diambil benang merahnya sih rata-rata pada ngeliat kualitas iman. Kalau untuk yang ikhwan sih udah ada kriterianya, pertama dari mukanya trus disusul dengan harta, kemampuan mempunyai keturunan dan imannya. Syarat terakhir ini sekaligus jadi yang paling penting, lagian kata orang cantik/cakep tuh relatif.

Ada temen yang masang target berkeluarga dengan istilah triple S, gila keren banget tuh istilah, tapi ternyata singkatannya segera setelah siap. Cka..kak..kak.. temen saya yang satu itu ngga berubah, ada juga yang kriterianya harus sadar gender, pokoknya sebelum melangkah lebih jauh harus ada kesepakatan dulu deh. Lainnya sih macem-macem, ada yang lucu ada juga yang serius dan kayanya udah siap lahir batin. Ngeliat dari dasar hukumnya yang sunnah emang bagus juga kali ya kalo cepet. Tapi harus siap juga, lagian dalam fikih hukum nikah juga ada tingkatan-tingkatannya lagi, mulai dari mubah sampai haram. Contoh yang haram, kalau tujuan membina rumah tangganya untuk menyakiti salah satu pihak. Saya sendiri? He..he.. kayanya masih rahasia abis, cukup yang ada di forum waktu itu yang tau. Tapi mungkin masalah pasangan hidup sesederhana seperti kata Ulfah, ketika kita menemukan orang yang tepat, entah bagaimana kita tahu. Makanya kalo saya masih suka terheran-heran dengan buku2 karangan Nurul Huda atau Sakti Wibowo, mungkin karena saya memang belum terbiasa dengan atmosfer itu. Bayangin ada yang baru suka pasangannya setelah sekian tahun. Salut akan niat mereka untuk menggenapkan setengah dien mereka.

Manusia dan Mesin

Ternyata saya termasuk orang yang udah rada kecanduan sama internet. Di rumah servernya lagi bermasalah, padahal tadinya ada beberapa hal yang mau saya lakuin dan perlu banget untuk online. Akhirnya saya nuangin pikiran di word deh. Tapi entah kenapa atmosfer rumah ama bandung beda banget. Kalau di Serpong bacaannya lumayan berat, sedangkan di Bandung kalau ngga sastra paling cultural studies atau ngga dialog sains-agama. Tapi khusus untuk yang terakhir juga udah ngga terlalu intens lagi. Kayanya atmosfernya dingin banget, jadi inget kata2 yang pernah saya baca di koran, kalau ngga salah sih di kolom opini “Pergerakan lahir di Yogya, meletus di Jakarta dan mati di Bandung.”

He..he.. bisa dimarahin anak bandung nih, tapi bagi saya keinginan untuk maju trus grusak-grusuk seperti bayangan zaman SMA emang ngga gitu kerasa lagi. Apa emang karena udah tua(udah ada tiga angkatan dibawah), atau dari awal udah kaya gitu. Sekarang aja pas balik ke rumah bacaannya Politik Ideologi Mutakhir, untunglah ngga gitu berat. Isinya kebanyakan ngalir kaya cerita sejarah, jadi kening ngga perlu ampe kerut2. Lagian ini bacaan khusus liburan. Kalau udah kuliah, mau fokus ama math tersayang. Kemarin udah ngider-ngider nyari dosen pembimbing TA, tapi koq ya jadi kaya dagelan. Abis mau topik tapi dosen yang nanganin topik yang saya inginkan kebanyakan udah penuh. Waktu konsultasi ke dosen yang ngurusin masalah pembagian TA, saya ditanyain maunya apa, saya jawab “Saya mau matematika terapan yang ada makhluk-makhluknya pak.” Abis kayanya udah ngga kuat kalo berhadapan dengan cacing-cacing integral, nabla dan segala simbol lain kalo ngga kebayang peranannya di dunia real.
Mungkin ini gara-gara kualat, soalnya pas TPB saya pernah ditanyain ama dosen Fisika bukannya math lebih rumit daripada fisika waktu ngambil tugas ke kantor beliau. Trus saya jawab ngga pak, kalau di fisika ada kedua kemungkinan kesalahan yaitu ketika kita menerjemahkan soal ke gambar dan kedua ketika perhitungan. Dosennya ngejawab “O, gitu ya?!”. He..he.. sekarang kualat, saya maunya terapan, ngga mudeng kalo cuma ngereka-ngereka di otak, mending ada barang yang bisa diliatin. Emang sih nantinya bakal nurunin rumus juga, apalagi saya maunya sistem dinamik yang banyak ngelibatin persamaan diferensial, tapi setidaknya saya ngertilah dimana kegunaannya. Dulu malah sempet mau ke ekonofisik, abis asyik ngeliatin temen-temen di Bandung Fe main-mainin fenomena yang ada dengan berbagai persamaan yang ada.

Asyik ngga sih ngeliat dunia ini sebagai sebuah model matematika. Makanya di ekonofisik, ilmu udah hibrid abis. Ada ilmu ekonomi, statistik, matematika trus semuanya dikocok buat bikin peramalan. Kemarin main-main ke web-nya ada tentang politik segala. Cuma ya biasalah, orang sains biasanya paling alergi kalau ketidakpastian ilmu sosial mau dibakuin sedemikian rupa. Trus temen2 di milis kajian budaya juga masih banyak yang ragu ama kevalidan ilmu yang relatif baru ini, soalnya ilmu sosial biasanya ngga sedeterministik sains. Dalam definisi ini sains lebih sering ditempatkan dalam ilmu alam. Biasalah, masing-masing kubu merasa nyaman dalam mitos tentang keunggulan ilmunya.

Seperti ketika saya masuk dalam kajian tentang sains-agama. Mulai dari theis, pantheis dan anggapan bahwa keyakinan Einstein akan keberadaan Tuhan masih sebatas pantheis, kepastian-ketidakpastian dan berbagai tetek bengek lainnya. Saya pribadi lebih mencari kaitannya dengan math, apakah math suatu hal terjadi secara natural ataukah ada sebuah skenario tertentu? Kadang saya merasa math seperti sebuah agama, gawat juga nih kalau disalahtafsirkan tapi ngga pa-palah udah terlanjur sampai sini. Maksudnya ada sebuah bangunan ideal disana yang menemukan untuk dicari(ya kaya kuda idealnya Plato gitu deh). Kalau ngedenger cerita Copernicus ketika memprotes tatanan tata surya Ptolomeus, ia merasa tatanan tata surya dengan bumi sebagai pusatnya ngga indah alias janggal. Ada sebuah rasa estetik yang menarik Copernicus untuk merubah tatanan yang ada. Kalau ngga salah baru pada masa Galileo, ada bukti nyata mengenai tatanan yang dicetus oleh Copernicus. Sama halnya dengan math, kalau ia menafsirkan dunia dalam suatu persamaan yang salah maka hasilnya tidak indah. Hubungan antara sains, seni dan metafisik(saya tafsirkan sebagai ilmu untuk menemukan Tuhan) menjadi utuh karenanya.

Seperti halnya yanag diungkapkan oleh Mehdi dalam diskusi di Basic Science beberapa waktu lalu, dalam Islam, tidak pernah ada pertentangan antara sains dan agama. Dunia sains yang selama ini dianggap bebas nilai, ternyata tak pernah terlepas dari tafsiran pengamat. Salah satu contoh saya ambil dari kisah di psikologi. Dalam sebuah penelitian, saat manusia berdoa ada hormon yang akan mengalir dan menenangkan seseorang. Orang yang beragama menganggap ini sebagai campur tangan Tuhan dalam melindungi orang yang berdoa kepada-Nya, sementara orang atheis beranggapan bahwa hal ini hanya akibat struktur sosial, sehingga setiap kali orang berdoa ia akan terstimulus untuk menjadi tenang. Sama halnya dengan sains, dengan paradigma yang berbeda, akan diperoleh penafsiran yang berbeda pula.

Padahal tadinya mah mau udahan dari wacana diatas. Susah juga ya kalau udah pernah masuk untuk menghapus pikiran-pikiran yang suka loncat-loncat keluar. Kaya pas di rumah, suasananya beda banget, masing-masing tempat seperti punya pemikirannya sendiri. Mungkin ini akibat masa lalu juga, cie.. kesannya tua banget.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...