Monday, December 31, 2007

Chaos

"Seharusnya dia tidak melakukan itu."
Sial. Nada marah yang ia ungkapkan tak bisa menutupi luka yang tergambar jelas di matanya. Aku lebih memilih melihatnya meluapkan amarah daripada menghadapi dinding pertahanan. Kenapa harus dibuat sulit, kenapa ada banyak sekali sekat untuk melihat apa yang di dalam, dan terlebih, bagaimana dia mau meyakinkanku untuk percaya?

Topeng itu masih terpasang erat, meski perlahan mulai goyah. Aku tak tahu apa yang terjadi jika dinding itu runtuh. Seperti masuk ke putaran chaos dalam saluran air. Kondisi yang dimana tak ada jalan kembali...

Friday, December 28, 2007

Sidang

Menghadapi saat-saat terakhir...
Anehnya aku tak merasakan ketegangan seperti yang kuhadapi ketika sidang S1. Mungkin karena semuanya dilakukan dengan santai, dan lingkungannya relatif lebih kecil hingga aku merasa nyaman. Memasuki zona nyaman, memang sedikit membahayakan. Insting bisa tumpul, dan jadi lembam. Harus mulai melakukan hal-hal lain, mungkin memiliki resolusi ada baiknya juga. Yang jelas, prioritasku untuk beberapa waktu ke depan adalah mencari beasiswa. Setidaknya aku mengatakan ini berulang kali untuk meyakinkan diriku sendiri. Aku sendiri menjalaninya dengan santai, selama batas-batas minimal sudah terpenuhi. Toh, dalam menjalankan hidup tak perlu ada sesuatu yang kaku, kalau dalam bahasa matematika, epsilonnya ngga usah terlalu kecil, sehingga walau blentang-blentung masih bisa konvergen. Huahaha...

Wednesday, December 19, 2007

Senja (2)

“Kenapa kau masih membelanya?”
“Karena aku tak punya alasan untuk melakukan sebaliknya.”
“Meski apa yang diperbuatnya salah?”
”Salahkah ia ketika hendak mengejar legenda pribadinya?”
”Tapi hal itu merugikan ...”
”Benarkah, bukan karena hatimu yang kecewa?”
”...”
”Kecewa tak mengenal logika, sama halnya seperti cinta. Imaji yang kau bangun atas dirinya, pada akhirnya hanya akan berbalik padamu.”
”Artinya kau tak punya harapan padanya? Itu bahkan lebih parah daripada kecewa.”
”Entahlah, aku hanya merasa ketika seseorang melakukan sesuatu yang merupakan hasrat dirinya, maka ia akan menemukan kesejatiannya.”
”Karena itu kau masih sebal dengan apa yang kau kerjakan?”
”Salah satunya. Aku memang bisa mencari dimensi-dimensi yang menjadi inginku, tapi hasratku tak disana. Setumpukan data, analisa atau apalah, tapi tetap saja semuanya berasal dari sesuatu yang bukan aku.”
”Karena itu kau menuntut lebih?”
”Ya, karena pada akhirnya aku membutuhkan motivasi dari luar.”
”Kemana logikamu yang biasa?”
”Logika hanya membungkus rasa, karena semuanya merujuk pada asumsi dasar.”
”Aku lupa, semua orang kau kacaukan dengan logikamu yang tak biasa itu.”
”Haha, kau baru tahu sebagian kecilnya saja.”
”Jadi nanti kau akan kembali pada tema itu?”
”Kalau aku memutuskan untuk melanjutkan, tampaknya ya.”
”Meski tak ada aspek pembangunan?”
”Kau terlalu mempersempit pemahamanmu
atas ruang itu, lagipula bukan wujud yang menentukan sesuatu itu baik atau tidak, tapi apa yang ada di dalamnya.”
”Aku mulai mengerti alasanmu membelanya.”
”Aku memang bisa mencari celah dari dirinya yang bisa dikritisi, tapi aku memilih tak melihat dari sisi itu. Karena itu aku sangat parah dalam memberi kritik, aku memilih untuk melihat dari sisi humanisnya.”
”Seperti pemilihan jurnalisme damai atau perang?”
”Seperti itu. Ya.”

Wednesday, December 12, 2007

Senja

“Tapi bagaimana caranya?”
“Biarkan imajimu mengabadikannya saat senja.”
“Kenapa senja?”
“Karena saat itulah ia hadir dalam kesejatiannya.”


Kata-kata itu terus terngiang dalam benaknya. Kenapa sulit sekali menangkap senja orang tersebut? Perbincangan dengannya lebih mirip permainan catur yang menyenangkan karena permainan itu sendiri, bukan karena apa yang terjalin. Sebuah relasi yang tak pernah disukainya, karena ia hanya dapat meraba-raba, tanpa tahu benar apa yang dipijaknya. Terlalu banyak wajah yang ia hadapi hingga kesejatian hanya hinggap sejenak tanpa pernah benar-benar tampak. Ataukah ia memang menghadapi teka-teki? Layaknya kotak Pandora yang hanya akan mengeluarkan tragedi ketika disibak?

Ia benar-benar tak mengerti. Segala cara hanya melahirkan strategi, lagi-lagi. Seolah kehidupan orang itu memang untuk memanfaatkan atas nama ideologi. Oh, sudahlah, ia lelah dengan dongeng usang itu. Tak perlu bersembunyi pada sesuatu yang suci jika hanya ingin menarik seseorang dalam sebuah kepentingan. Apalagi jika dilekatkan pada sesuatu yang murni, ia benar-benar jengah. Memilih untuk frustasi atau binasa dalam zaman? Pilihan yang benar-benar suram. Alternatif lain mungkin menggunakan beribu topeng agar dapat berubah warna sesuai kebutuhan. Haruskah ia mengalah kalah dan berbalik arah?

Saat ini ia benar-benar tak menyukainya...

Friday, December 07, 2007

Diam

"Jadi kau akan menerima tawaran itu?"
Ia mengangguk.

Sehelai kelopak bunga ungu mengiringi langkahnya pagi itu. Sudah lama ia tak melewati gerbang itu dengan berjalan kaki. Biasanya ia lebih memilih gerbang belakang, ataupun menggunakan kendaraan. Tapi kali ini ia memilih menapaki kembali jalan itu seperti dulu. Gedung-gedung sudah banyak berubah, bangunan kayu mahasiswa yang dulu berada di tengah kampus kini berganti menjadi bangunan putih yang megah. Dari cerita yang ia dengar, rancangan bangunan itu hendak menambahkan kesan futuristik di kampusnya tercinta, selain bentuk klasik beberapa gedung yang telah ada sebelumnya.

Ia tak pernah mengira akan meninggalkan bangunan-bangunan ini dalam waktu segera. Usahanya untuk bertahan terasa sia-sia. Mimpi-mimpinya yang sempat ia tanamkan dan perjuangkan terasa mentok ketika dihadapkan dengan seseorang yang dulu sempat dekat dengannya. Ruang yang terlalu sempit, atau siapa yang terhebat harus selalu ada?

Bisa saja ia mengungkapkan berbagai teori untuk menjelaskan kondisi yang ada. Tapi ia tak ingin energinya terbuang percuma. Apalagi emosi bukan sesuatu yang bisa dikonstruksi begitu saja. Apalagi jika berkaitan dengan pengakuan dan maskulinitas.

NB: ada yang negrasa ga ya? hehe, lagi mencoba mengkonstruksi sesuatu...

Wednesday, December 05, 2007

Dialog

Aku: Kamu masih belum berubah...
Gw: Gw? Bukannya sifat melankolik lo yang bikin semuanya kaya gini. Lo kan yang mau semuanya berpusat ke diri lo, padahal semua orang punya masalahnya sendiri.
Aku: Tapi kan dulu bisa...
Gw: Stop comparing people, sampai kapan lo mau hidup dalam bayang-bayang...
Aku: Jangan so' bersih!
Gw: Wow, akhirnya keluar juga sisi hitam. Selamat!
Aku: Karena kamu...
Gw: Ayolah, sekarang bukan saatnya menyalahkan orang lain. Saatnya untuk berdiri dengan kaki sendiri, lagian kan udah ada beberapa orang yang nyemangatin.
Aku: Hei, kita bertukar peran.
Gw: Iya, bolehlah sekali-kali gw yang jadi sisi bijaknya, hehe

Sunday, December 02, 2007

Cinta Beda

“Kamu sama sekali tidak mengerti.”
”Jadi buat aku mengerti..., please.”

Canggung menggantung. Belum pernah ia mendengar lelaki itu mengucapkan kata permohonan, meski ia pernah menginginkannya setengah mati. Kenapa baru sekarang ia harus mendengarnya, saat ia telah bertekad untuk menyudahi segala yang terjadi. Sekarang. Untuk selamanya.

Jarum pendek menunjuk angka 11, namun dia belum juga beranjak dari depan komputer. Matanya masih asyik memandangi layar monitor yang terhubung internet, membawa imaji melesat meninggalkan ruang yang ditempatinya, meninggalkan rembulan yang memancarkan cahaya temaram di luar sana, dan rentang waktu yang masih tetap belum bisa menjawab pertanyaan mengapa.


Segalanya terasa begitu sempurna. Tawa bersama ketika melihat kucing yang kakinya tersangkut dalam kotak makan, perbincangan serius ketika melihat pengemis dengan tangan buntung, atau menikmati hujan dalam hening. Tanpa perlu berkata, dia sudah tahu apa yang diinginkannya, begitu pula sebaliknya. Saat dia mulai tertelan dalam segala rutinitas yang membuat tawa berdua itu menjadi kian jarang, dia masih menemukan senyumnya, senyum yang dia temukan kali pertama mereka bertemu. Senyum tanda mengerti bukan?


Mulanya ia mengira semuanya akan indah. Binar matanya ketika menceritakan mengenai fenomena semesta dari kelahiran bintang hingga anak jalanan, akhirnya berbuah binar mata yang memutuskannya untuk berpisah. Kecintaannya pada kehidupan tak jua memudar meski keadaan kini sudah banyak berubah. Pernah ia mencoba mengikuti semua yang disukainya, buku, manusia, semesta, diskusi, menenggelamkan diri dalam berbagai kegiatan agar ia memperoleh perhatiannya kembali. Tapi dia malah kian melesat pesat. Apa yang salah?


Hujan. Pikirannya melayang ke beberapa tahun silam. Masihkah dia suka memandangi pemandangan ini? ”Ma, kok mama ngelamun?” Seorang gadis belia berusia 7 tahun menarik tangannya. ”Ngga, sayang, mama ngga ngelamun. Kan mama lagi ngeliatin anak mama yang manis,” sambil mengusap kepala anaknya dengan penuh sayang. Uugh, kenapa bayangan itu masih kerap datang? Padahal kini semuanya sudah berjalan sesuai dengan apa yang ia harapkan. 

Perubahannya membuat dia gundah. 
Akankah dia tetap menjadi pusat hidupnya? Pertanyaan itu terus menghantuinya, pertanyaan yang membuat ia kian larut dalam buku dan ketikan di malam hari. Meski lelah, dan gelisah, aku takkan menyerah.

Pertengkaran menyulut malam itu. Ia baru saja mendapat undangan untuk mengisi sebuah acara, tapi raut mukanya berubah keruh ketika ia mengabarkan berita itu padanya. Padahal yang ingin ia sampaikan padanya hanyalah sebuah pesan singkat, aku mengerti kamu, kamu bisa membagi gelisahmu padaku. Satu-satunya orang yang ingin ia buat bangga malah menyambutnya dengan tatapan dingin. Lalu meluncurlah kata-kata yang tak diinginkan keduanya. Tentang kesibukan, ketakpedulian, dan tiba-tiba menyinggung masalah lelaki lain. Padahal yang ingin ia sampaikan padanya hanyalah pesan, aku sayang kamu.

Dia ketakutan. Pasti ada orang lain. Orang yang membuat ia begitu berubah. Tawanya ketika mendengar dia membicarakan sebuah peristiwa sederhana dengan teori rumit mendekati paranoid, kini tak pernah lagi terdengar. Yang muncul malah sebuah argumen runut dengan sederet tokoh yang belum pernah didengarnya. Darimana ia mendapat semua pengetahuan ini? Perasaan ingin melindungi kini berubah menjadi perasaan tersaingi. 

Ia tak tahu apa yang salah. Usahanya untuk mendekat terasa kian melelahkan. Gelisah yang membayangi wajah lelaki itu belakangan ini tak juga berubah, bahkan kian kelam. Padahal ia akan cukup senang hanya dengan mendengarnya bercerita, dan memberikan masukan. Tapi yang diperolehnya belakangan ini hanyalah tatapan sengit dan aktivitas yang menyita hampir seluruh waktunya.

Akhirnya... sebuah pengumuman yang telah lama dinantikannya datang. Sebuah pembuktian eksistensi diri. Pasti ia akan kembali padaku.

Akhirnya... wajahnya kembali ceria. Senang rasanya melihat perubahan itu. Selanjutnya kehidupan akan kembali seperti semula.

”Selamat ya!” Seorang pria dengan jas rapih menyalaminya. ”Terima kasih,” ucapnya sambil membungkuk dan tersenyum. Sebuah pengakuan dari orang sudah lama dikaguminya, ”Istri Anda telah banyak bercerita mengenai kehebatan Anda.” Dilihatnya wajah istinya yang berbinar-binar mendengar pria itu mengucapkan kalimat tersebut. Sekejap potongan-potongan kejadian yang tak dipahaminya membentuk sebuah gambaran. Rupanya karena ini istrinya berubah. Tanpa mengucapkan kata, ia langsung berbalik. Meninggalkan pria tersebut dengan istrinya yang kebingungan. 

Ia lelah. Kejutan yang dipersiapkannya dengan susah payah, berakhir dengan musibah. Pria yang dihubunginya marah melihat sikap kurang ajar suaminya, dan suaminya kini berubah menjadi orang asing. Padahal yang ingin ia lakukan hanyalah memberi kejutan sebagai hadiah atas keberhasilan suaminya. Karena semuanya akan kembali seperti semula. Seharusnya.

Dia marah. Harusnya malam ini adalah malam miliknya. Malam ketika dia bisa memperoleh tatapan kekaguman dari istrinya kembali, tapi pria yang dulu pernah dia kagumi itu mengubah segalanya. Dia tak habis pikir bagaimana istinya bisa mengenal pria itu. 

Ia masih mencintai lelaki itu.
Dia masih mencintai perempuan itu.

Ia ingin menjawab kata please itu dengan penjelasan panjang. Mulai dari usahanya untuk memahami dunia lelaki yang tak pernah ia mengerti hingga kejutan yang ia kira dapat membuat dia bahagia. Tapi alih-alih menjelaskan, ia hanya bisa tergugu.

Dia ingin mengeluarkan semua kata yang dapat menahannya. Aku masih sangat mencintaimu. Aku akan melakukan apapun asalkan kau tak pergi. Aku akan berubah. Tapi kali ini dia mencoba untuk menahan semua keinginan hatinya. Untuk terakhir kali dia ingin melakukan sesuatu yang benar. Jika dia yang menyebabkan perempuan yang sangat dikasihinya itu menangis, maka satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah melepasnya pergi.“Jadi sampai disini?” tanyanya dengan nada tegar.

Ternyata aku salah. Aku kira masih ada yang perlu dipertahankan dari lima tahun yang kami lalui bersama. Andai saja ada sesuatu yang menandakan dia masih menyayangiku, tapi tatapan matanya begitu dingin. Bagaimana mungkin selama bertahun-tahun aku dapat begitu salah? Aku terlalu mencintainya, padahal dia tak merasakan hal yang sama. Perlahan aku mengangguk.

Aku rela melepasmu jika itu berarti kebahagianmu. Aku rela melakukan semuanya untukmu. Kuharap kau tahu itu.
Semudah itu. Kemana argumen yang kerap dia lontarkan jika ada sesuatu yang mengganjal hatinya? Padahal aku begitu mencintainya. Kuharap kini kau bisa bahagia.

-yuti ariani(04/11/07)

Times New Roman

Saat-saat menjelang akhir kuliahku di Studi Pembangunan. Yups, seminggu belakangan ini waktu tidurku ngga karuan, antara nulis tesis, transkrip hasil wawancara, dan merapihkan tulisan-tulisan yang kacau. Manajemen waktu ancur, ditambah ada lagi kerjaan ngga jelas, ngejar tandatangan orang. Kalau waktu dulu kerja di LAPI, temen-temenku udah hapal dengan istilahku kerjaan ngga ilmiah a.k.a time consuming. Well, ngejar-ngejar tandatangan orang adalah salah satunya, mulai dari janjian ketemu, ngaret, sambil cengar-cengir nerangin, sistem aneh dimana untuk mengeluarkan uang diperlukan tandatangan acara dan bon terlebih dahulu.

Ok, sedikit main logika:
Jika membeli makanan, maka Anda akan mendapat bon.
Jika Anda mendapat bon, maka uang dari kas negara bisa keluar.

Kalau kondisinya adalah:
Serahkan bon, maka Anda akan mendapat uang, secara logika seharusnya kegiatan makan itu sudah terlaksana, tapi nyatanya ngga, ditambah masalah tanggal-tanggalan. Aaaargh! Kehidupan yang aneh, apalgi aku ngga biasa main di domain teknis. Biasanya aku orang di belakang layar, jadi belajarnya benar-benar dobel. Waktu di math, urusan administratif yang bantuin pembimbingku, ampe aku pernah ditanya begini ama orang TU, "Kamu mau mengikuti aturan ITB atau pembimbing?" Tentu aja aku milih yang sederhana, bukan melanggar atau bandel, tapi yang simple aja.

Kenapa sih, sesuatu yang sederhana harus dibuat rumit, dan ini termasuk si Times New Roman ini nih. Masa udah nulis cape-cape, dengan sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, akhirnya harus hadir dengan tulisan Times New Roman. Gila, bikin sakit mata aja. Padahal di math, aku nulis ngga pakai standar itu. Jadi kalau ada yang bilang seorang matematikawan kaku, itu mitos banget. Yang jelas dari segi penulisan karya ilmiah, di math jauh lebih fleksibel. Kata dosenku yang sekarang, ganti aja, toh tulisan bukan sesuatu yang esensial. Well, coba aja ngomong kaya gitu ke anak DKV, pasti jawabannya ngga banget, atau kalau bikin program dengan struktur semua rata kiri. Aku pernah diketawain ama teman, karena struktur penulisan programku ancur banget, jadi susah dimengerti, meski sama-sama jalan. Intinya mah, penampilan itu ngga bisa dipisahkan dengan isi, dan font TNR masih bikin mood-ku ngilang.

Komprominya sih, aku nulis pakai font lain, trus di bagian akhir tinggal di ganti. Masalahnya, gambar-gambarku jadi belepotan, karena ada pemenggalan halaman yang ngga pas. Belum lagi aku jadi bete karena jadi jelek.

Target besok tesis beres nih, pengen tahu komen pengujiku soalnya...

Monday, November 26, 2007

Quotes

Quotes of the Day:
Too much project will kill you

Jadi ngga humanis, mikir ngga jernih, iterasi di kepala ngga berhenti-berhenti, ngga mood makan. Dapat banyak pelajaran sih pasti, tapi apa harus dengan cara ini?

Tuesday, November 20, 2007

Manja & Tantangan

Ada dua hal yang membuatku bergerak, at least dari analisaku mengenai diri sendiri: dorongan dari orang yang aku peduliin, atau tantangan. Di math, kecendrungan lebih besar karena alasan pertama. Sedikit manja dan ngga dewasa banget sebenarnya, tapi sebagai pembenaran, orang manja ngga hadir dengan sendirinya, tapi merupakan in-kripsi aktor-aktor yang ada diseklilingnya. Manja bukan given tapi constructed, kalau dalam perspektif semut. Seiring dengan berjalannya waktu, alasanku untuk bergerak mulai dipengaruhi tantangan. Aku sendiri menganggap naturalku ngga ambisius, meski untuk hal-hal tertentu, aku sedikit perfeksionis, tapi seiring dengan berlalunya waktu, motivasiku kini bisa berjalan jika dihadapkan dengan tantangan. well, ada orang yang bikin gregetan, dan sekarang ngirimin brosur Ph.D lagi. Bener-bener tantangan nih...

NB: parah nih, masih perlu juga dikirimin flier segala, ngga usaha sendiri. Tapi sempat mau nanya juga ke beliau, huahaha... wondering why he can read my mind...

Monday, November 19, 2007

Cilegon

Fyuuuh... seru juga survey ke Cilegon. Dapat banyak pengalaman menyenangkan, meski tetap ada orang-orang berwajah masam. Masih akan ada banyak pertanyaan, kamu mau jadi apa sih? Koq kerjaan maruk banget. Hihi, ngga tau ya, ngobrol ama beberapa angkatan tua saat kampanye kemaren, kayanya sekarang aku lagi dalam tahap membangun reputasi deh. Bikin jejaring sebanyak mungkin trus nanti kerja di rumah aja, ngurus anak sampai gede, sambil nyambi nulis novel, atau ikut seminar-seminar kecil. Kalau jadi perempuan karier koq ngga kebayang ya? Huahahaha, jauh dari peradaban bikin pikiran melayang kemana-mana.

Saturday, November 17, 2007

Ketika harus Memilih

Ternyata membiarkan waktu menjadi penentu tidak berhasil. Pagi ini ada beberapa acara yang akhirnya malah berakhir tidak karuan, karena saling berhimpitan, dan ya, tentu saja tidak optimal. Antara terburu-buru, tidak konsen, dan tidak memberikan hatiku, utuh. Sebenarnya masih ingin melihat kemana aku akan mengarah, tapi rasanya melakukan beberapa hal sekaligus, dan tidak begitu terkait membutuhkan banyak energi, merangkul matematika, sastra, jurnalistik, dan pembangunan. Belum lagi turunan-turunannya membuat liputan(2 media), menulis di ABN, ikut rapat proyek, survey lapangan, dan tesis. Gara-gara banyak banget kerja paralel, orang di rumah udah panas, pembimbingku juga jadi agak semangat nyuruh aku cepet beres, biar bisa konsen ke yang lain, padahal... paralelnya masih banyak banget, huahaha

Janggal

Entah kenapa akhirnya cerita itu keluar juga. Mungkin karena masih ada yang mengganjal, hingga aku memerlukan pembenaran, atau karena akhirnya aku merasa tertekan oleh segala macam harapan serta perbuatan yang bukan aku. Imaji yang dipaksakan, bayangan atas apa yang seharusnya aku lakukan. Kenapa tak bertanya? Kenapa mengira sesuatu itu baik, padahal sudah kubilang tidak? Kenapa imaji seseorang harus menyakiti orang lain?

Padahal ada begitu banyak ruang...


NB: akalku masih bekerja dengan baik, kalau ngga, mungkin kemarin aku udah nangis.

Thursday, November 15, 2007

Fokus

Setelah kemaren sibuk ngedumel, sekarang mulai menyadari sisi positifnya. Well, ngedumel kan bikin sehat, segala unek-unek dikeluarin jadi ngga bikin stres, dan akhirnya aku tanya langsung aja ke yang bersangkutan apa maksudnya. Ternyata dia baik, dapat banyak masukan, dan sekejap langsung termaafkan. Huahaha....

Wednesday, November 14, 2007

Tentang Aku

Akhirnya jadi juga menyelesaikan PR dari Yustika. Tujuh hal tentang aku…

1. Moody
Biasanya positive thingking, tapi kalau bad moodnya lagi kumat, segala sesuatu menjadi tidak beres. Kalau yang udah apal dengan tanda-tanda bad mood-ku biasanya jadi langsung baik, haha.

2. Soliter
Menyukai kesendirian pada level tertentu, tapi kalau kelamaan jadi bosan juga. Mungkin karena senang berkhayal, jadi waktu untuk merenung merupakan hal mutlak, sekadar untuk mengendapkan apa yang ada di pikiran. Sifat ini juga yang menyebabkan otakku rada-rada hang kalau harus menuangkan gagasan di tempat publik.

3. Simetri
Percaya bahwa segala sesuatu yang aku lakukan akan kembali ke aku, karena itu senantiasa mencoba memperlakukan orang lain sebagaimana aku ingin diperlakukan. Dari beragam pengalaman, dengan orang baru sekalipun, prinsip simetri ini sering terjadi. Merupakan penurunan dari ”Tuhan adalah sebagaimana persangkaan hamba-Nya.”

4. Mencintai pola
Meski tidak seakut Erdos yang memanggil anak kecil dengan epsilon, pada level tertentu, aku memandang kehidupan sebagai sesuatu yang bisa dijelaskan. Meski demikian tetap saja teori-teori favoritku berasal dari chaos, dan teori kekacauan.

5. Bekel
Tiap kali ada yang memaksa aku melakukan sesuatu, pasti hasilnya berkebalikan. Serupa dengan bola bekel yang pantulannya dipengaruhi oleh kekuatan gaya awal, kian besar tekanannya, kian jauh pantulannya.

6. Suka hal baru
Istilah keren dari gampang bosen dan ngga fokus, karena itu sebagai sparing diskusi biasanya aku nyari orang yang fokus, atau pekerjaan yang memungkinkan aku bertemu dengan berbagai macam orang/fenomena. Patokan yang biasa aku turuti adalah deadline.

7. Memiliki Rasa Ingin Tahu Tinggi
Ada yang bilang, rasa ingin tahu merupakan salah satu syarat menjadi peneliti, tapi ada juga yang bilang rasa ingin tahu itulah yang menyebabkan tayangan gosip laku keras. Tentu saja, aku memilih pandangan pertama, hehe.

Maaf, Sama!

Akhirnya ada juga pandangannya yang sama. Abis dia nyebelin banget sih, jadi mau ngga mau aku tergoda untuk membenarkan apa yang pernah dikatakannya. Apakah usia mempengaruhi kematangan seseorang? Aku tidak tahu, yang jelas selama observasi lapangan, orang-orang tua cenderung lebih jaim, sedang dengan yang berusia relatif lebih muda, masih bisa diajak tertawa. Tetap aja nyebelin, apa sih maksud dia menanyakan tulisan yang kukirim? Memangnya sejarah sains milik dia? Sekalian aja aku buang, dan menggantikannya dari buku-buku teks science&religion yang lagi menumpuk di atas meja kamarku. Aaargh! Bener-bener nyebelin, mana kata-katanya bersayap lagi. Mending diselesaikan secara gentle aja, dimana letak pertidaksetuannya, dan dibagian mana aku bisa membantu untuk mengenyahkan ketidaksetujuannya itu.

Sunday, November 04, 2007

Wednesday, October 31, 2007

Nietzsche

Dipandanginya buku itu... lama. Antara ingin tertawa atau meringis. Betapa kehidupannya begitu ironis. Berlari sekuat tenaga, tapi kembali pada titik mula yang ia juga tak pernah mengerti mengapa. Benarkah ini jalannya? Sebuah legenda yang telah dititiskan begitu menyapa dunia? Tapi semua orang pasti memiliki kisah senada. Ia yakin itu, keyakinan yang terus ia ucapkan, ulang dan dengungkan untuk menambah kekuatan hatinya. Tapi kali ini ia ingin sedikit berbeda, benarkah jalan yang menghadang didepannya?

Perlahan ia membuka lembar demi lembar buku tebal itu. Wangi buku dengan halaman paperback langsung menyapa hidungnya. Warna kertas yang tak terlampau putih menyapa dengan begitu pas. Tapi isinya tak pernah mudah, mempertanyakan segala sesuatu, mulai dari Tuhan hingga pengetahuan. Ia ingin sang pemberi buku ada disampingnya, berbagi tentang apa yang tertera. Bahkan kehdairannya akan lebih cukup dari kedua buku yang dibungkus rapih itu. Buku tentang kegelisahan yang tak pernah usang, tentang tamak yang senantiasa jamak, dan tentangnya yang tak henti bersinar.

Terimakasih...

Tuesday, October 30, 2007

Tua

Belakangan ini aku merasa renta. Mungkin karena ada wacana-wacana yang kembali mengemuka, wacana yang kugeluti beberapa tahun lalu. Lampau yang kini sudah nyaris tak terbayang, karena terasa sudah begitu lama. Apakah karena terlalu banyak diskusi dengan orang tua, hingga akhirnya pikiranku menua sebelum waktunya? Semenjak SMA teman bertukar pikiranku memiliki rentang hingga dua digit, kini rentang itu kian memanjang.

Mungkin karena sudah menua pula, tulisanku kini mulai melunak, tak lagi menyalak, galak. Dulu, ada yang menyebutku Bolshevijk muda, hingga ketika membaca tulisanku periode itu, aku nyaris tak mengenalinya lagi, selain nama yang tertera. Namun momen menulis memang proses yang ajaib. Seorang temanku yang lain berujar, diriku dan tulisan seperti melihat dua kepribadian berbeda. Terang/gelap? Entahlah, mungkin karena itu Soedjatmoko mengatakan menulis sebagai proses menyakitkan.

Aku sendiri memandangnya sebagai proses refleksi diri. Mengendapkan segala yang kubaca dari lingkungan sekelilingku. Mencari makna, menggali, merenung, mencoba lebih kuat, belajar banyak dari kisah orang hebat, dan kegilaan-kegilaan aksi mereka hingga tertera dalam sejarah. Acara televisi dari gosip, berita, bencana, hingga movie, buku dari teori hingga fiksi.

Apa yang kucari? Aku tak tahu. Begitu pula kegiatanku belakangan ini yang membentuk deret kesibukan tak hingga. Mencoba mengembangkan dimensi waktuku sendiri agar semua tanggung jawab dapat terlaksana. Mungkin harus sedikit mengambil jeda ketika ada satu kerjaan yang teraniaya, ketika tak lagi dilakukan dengan penuh cinta, dan merugikan orang lain.

Beberapa mimpi yang tak jua lekang, meski dalam lapisan terendah ia masih bisa memilih wujudnya. Seperti halnya semesta raya yang memiliki berbagai lapisan penafsiran, begitu pula mimpi-mimpiku. Aku masih sibuk menjadi, proses pencarian diri yang tak henti.

Friday, October 26, 2007

Macet

Dari kemarin mau download jurnal yang dikirim ama dosenku, tapi koq macet terus ya? Tapi tetep seneng, dan berhasil membuat kerangka untuk analisa dan pembahasan yang jadi landasan Bab 5-ku. Whooaa... pengaruhnya aneh juga, waktu itu abis dapet balesan, aku berhasil mentranskrip satu interview tanpa jeda, dan sekarang penulisan bab 5. Waduw... tampaknya aku juga kena sindrom tuuu...t. Gara-gara kebanyakan ngeledekin mba Elvy kali ya, hehe.

Wednesday, October 24, 2007

Bahasa

Hal yang menyenangkan dalam ilmu sosial adalah bertemu dengan beragam manusia. Mengenal karakter, kebiasaan dan juga penggunaan bahasa. Seperti kemarin, saat re-check berita yang kubaca lewat Google kepada salah seorang narasumberku melalui sms. Balasan yang khas langsung kudapatkan. Dari beberapa kali meng-sms, aku memperoleh pola yang sama. Pola serupa aku temukan pada pembimbing S1-ku. Bahkan dulu waktu masa bimbingan lebih lucu lagi, waktu aku mengucapkan terima kasih sesudah bimbingan dan membantunya memasukan nilai, beliau malah berujar, “Wah, Yut, harusnya saya dong yang terima kasih.” Atau rebutan siapa yang salah ketika aku presentasi di depan dosen-dosen se-KK.

Penggunaan bahasa dan kebiasaan kemudian menjadi hal yang cukup krusial. Meski niat mungkin sama, namun karena penggunaan bahasa yang berbeda, penafsiran serta kesan sangat mungkin akan berbeda juga. Seperti bagaimana mengartikan bahwa seseorang santun, baik, atau perhatian? Dalam bahasa yang berbeda, perhatian bisa diartikan mengekang, mengikat, bisa pula diartikan sebagai memiliki perasaan khusus, atau bisa juga sekadar perbuatan etis manusiawi. Begitupula dengan membiarkan. Bisa ditafsirkan dengan percaya, tidak perhatian, ataupun tidak peduli. Masing-masing memiliki degradasi positif yang dipengaruhi latar belakang kedua belah pihak.

Sama halnya dengan cinta…
Seperti kata Shakespeare, “The one you love, is the one you hate.” Ketika seseorang jatuh cinta, muncul ekspektasi pada zat diluar pribadi yang muncul dari bayangan kita mengenai orang/zat tersebut. Muncul tuntutan-tuntutan dari gambaran ideal yang bisa jadi sama sekali keliru, dan pada akhirnya hanya akan menyakitkan kedua belah pihak. Sang pecinta, sakit karena ekspektasinya tak sampai, dan orang yang dicinta, sakit karena dipaksa untuk memenuhi gambaran tertentu. Keduanya bisa sama-sama berbicara tentang cinta, bahwa semua ini dilakukan demi dia yang dicinta, tapi bukankah itu hanya ilusi cermin? Ilusi rapuh yang bisa buyar seketika ketika satu belah pihak tak kuasa menahan segala gambaran. Lelah dengan kepura-puraan yang ia lakukan juga atas nama cinta, agar ia yang dicinta bahagia.

NB: penggunaan bahasa disini seperti teks dalam kajian budaya.
Baru nyadar, kalau aku sering banget menyebut-nyebut Mbah Goo di blog ini, hehe

Monday, October 22, 2007

Back to Bandung...

Hihi, teori ANT-ku keracunan Godel, dan Wittgenstein. Abis bosen juga baca teori itu, apalagi kalau cuma copy-paste doang, dimana serunya? Jadi aja aku gabung dengan self-reference Wittgenstein yang dilanjutkan dengan formalisasi oleh Godel. Tadinya mau sekalian masukin pembuktiannya, tapi kan ini bukan di math, jadi bahasa domain-domain diskip aja. Dan kian lama masuk, aku makin nyadar kalau ilmu sosial memang butuh waktu yang lama, karena kalau mau bagus, studi literaturnya juga harus kuat. Ngeliat dosenku yang menyelesaikan dalam dalam waktu 3 tahun, dan salah satu tesis yang jadi rujukan, kayanya memang harus gitu... Tapi dosenku lama karena nge-dobel, jadi mungkin bisa lebih cepat dari itu, cuma ya itu, ternyata menyelesaikan tesis memang ngga bisa ngebut.

Tadi requestku udah di approve ama pak BTB, makasih pak.. jadi dapat harta karun data, dan di milis itu ketemu juga ama salah seorang narasumber yang pernah aku wawancara. Beliau salah seorang narasumber favorit, karena ngobrolnya enak. Ada narasumber yang diwawancara kaya orang mau perang, jadi bawaannya defensif, ada yang biasa, yang paling enak ya kalau terbuka dan suasananya nyantai.

Masih harus ke lapangan sekali lagi untuk wawancara pengguna biogas, abis itu mulai direkat-rekatin dalam narasi. Kata dosenku sih, beliau menyelesaikan dalam satu bulan... waktunya bisa ditawar ngga ya?

Thursday, October 18, 2007

Buku & Dompet

Huah, entah kenapa kedua makhluk itu tidak pernah akur...
Padahal niatnya cuma lihat-lihat aja

NB: thanks to speedy:) (ga nyambung ama posting di atas)

Cinta

...hingga akhirnya percaya cinta platonik...
melihat dia bahagia dengannya akan turut membuatmu bahagia

Tuesday, October 09, 2007

A Day Older And ....

Dan kembali bermain-main dengan angka...

Hehe, dapat web menarik dari dosen math-ku milik John Baez dan waktu pertama kali membuka web tersebut, ada dosen fisika yang melihat hingga dilanjutkan dengan ikut milis Hyper Number. Well, jadilah aku makin belang bentong ngga karuan. Kebetulan lebih lanjut adalah karena Baez menyinggung masalah bioenergi yang terkait dengan tesisku. Lucu aja bagaimana kebetulan bermain-main disekitarku, bosan dengan ilmu sosial, kembali melihat-lihat web matematikawan, dan ngga taunya kembali ke tesis. Kesimpulannya...

NB: terima kasih buat yang kemarin udah nge-sms:)

Friday, October 05, 2007

Maaf

4 huruf

kata
yang mungkin menggoreskan luka

hati
yang tak selalu suci

praduga
yang muncul tanpa dinyana

janji
yang tak tertepati

Wednesday, October 03, 2007

A, B & C

Dosen A
Penganut teori A
Komen terhadap teori B: teori B tidak bisa dikuantifikasi.

Dosen B
Penganut teori B
Komen terhadap teori A: mekanistik
Komen terhadap teori C: banyak asumsi-asumsi yang diambil sewenang-wenang

Dosen C
Penganut teori C
Komen terhadap teori A: untuk hal-hal yang dapat dikuantifikasi
Komen terhadap teori B: terlalu struktural

Yuti: mirip triple felix yang dimasukan dalam satu karung. Akur-akur aja ya...

Friday, September 28, 2007

Math ke SP

Kemarin dapat lagi pertanyaan, koq dari matematika pindah ke SP? Gimana ya, kalau lagi beres sih biasanya pertanyaan itu aku jawab dengan becanda, entah karena gedung math deket dengan SP, entah karena dulu memang aku banyak berkecimpung dengan dunia sosial lewat pers kampus, atau jawaban-jawaban lainnya. Tapi kalau lagi ada masalah, pertanyaan itu juga jadi bermasalah. Sampai saat ini aku belum bisa menjawab pertanyaan itu dengan benar. Satu-satunya penjelasan secara historis adalah karena pembimbing math-ku bilang di SP, math-ku bisa berkembang. Well, hal ini kemarin jadi bahan joke juga dengan pak rektor yang baru mulai nyaman dengan interview saat acara menginterogasi aku.

NB: dalam kacamata Yuti semua orang jadi lucu

Thursday, September 27, 2007

Kemana ya?

Hmm... arah tesisku makin ngga jelas aja. Mungkin gara-gara mencoba mengakomodasi dua kepentingan, tapi akhirnya malah ngga fokus. Akhirnya aku ambil jalan pinggir aja, ngga mau yang tengah. Udah gitu pakai metode gerilya, yaitu tiap responden dihadapkan pada sisi yang berbeda. Hasilnya lumayan juga, ditambah gado-gado dari berbagai narasumber.

Awalnya mau melihat kebijakan mengenai pengembangan bioenergi, eh, kian ke belakang malah nyangkut ke masalah triple felix. Yup, 3 kucing yang berantem dalam satu karung. Secara konsep itu jadi semacam obat mujarab untuk memecahkan segala persoalan yang ada. Otomatis jadi kehilangan makna. Sama juga seperti jarak yang dianggap seperti tanaman mujarab untuk mengatasi kelaparan, kemiskinan dan pengangguran. Tapi kalau baca buku Ong Hok Ham, Thee, dan beberapa buku sosial politik tentang Indonesia lainnya, kayanya masyarakat Indonesia memang suka dengan yang ajaib-ajaib dan labeling. Salah satu buku yang beken membahas masalah ini adalah Manusia Indonesia-nya Mochtar Lubis.

O iya, tadi abis ditelpon ama rektorat, janjian interview pak Rektor...

Tuesday, September 25, 2007

Peneliti Jilid 2

Ada yang bilang, tipikel orang yang tidak terstruktur terdiri dari 3 kelompok: wartawan, seniman dan orang gila. Menurutku sih ditambah satu lagi: peneliti. Lihat saja Nash, atau Dr. Octopus di Spiderman, dan dengan gayaku yang suka mencampuradukan fiksi dan fakta, aku juga termasuk kategori orang-orang yang tidak terstruktur. Well, tapi seperti kata orang bijak, tak ada yang namanya anti secara mutlak, hingga anti-matter pun akhirnya memiliki makna ketika ada matter. Nah lho, nyambungnya jauh bangeet...

O iya, aku mau cerita tentang orang yang terakhir kuwawancara. Ternyata beliau juga anak seorang peneliti. Jadi selain jenis rambut, warna kulit, dan berbagai ciri genetis lainnya, ada hal-hal sosial yang juga diturunkan. Hal ini bisa dijelaskan menggunakan konsep sosial sih, bukan sesuatu yang baru, tapi menarik juga melihat tipikel-tipikel orang.

Hah... dasar orang matematika, senangnya melihat pola. Pernah juga suatu kali, aku lagi bareng dosen math-ku pas ada workshop. Nah, kami mengamati pola pemeriksaan di hotel-hotel. Dari beberapa kali penghentian, ternyata orang yang dikenal tidak diperiksa oleh detektor. Padahal dari penelitian, mayoritas kejahatan dilakukan oleh kerabat. Dengan becanda, aku langsung bilang ke dosenku, "Wah, pak, kalau bawa bom dititip ke mobil orang yang dikenal itu aja ya" sambil nyengir yang langsung disambut dengan tawa. Huehehe... harusnya penjaga itu belajar dari statistik.

Monday, September 24, 2007

Tuesday, September 18, 2007

Monday, September 17, 2007

Tesis

Bagaimana tesis? Fyuuh, kemanapun aku melangkah tampaknya pertanyaan itu tak pernah lepas. Mungkin aku perlu boneka yang bisa memberi jawaban untuk semua yang menanyakan serupa, dan aku kembali ke default awal, jangan bergantung pada satu orang. Hasilnya aku mulai mencari masukan-masukan dari orang lain, yang kian melebarkan tesisku. Sederhananya aku bikin beberapa kuadran, kemudian mengklasifikasikan kuadran-kuadran dan mengkategorikan fenomena yang aku lihat ke dalam klasifikasi tersebut.

Pertanyaan standar lagi: macet dimana? Mungkin karena aku ngga mood, dan .... well, aku ngga mau menyalahkan siapa-siapa, cuma kadang jalan sendiri bisa bikin moodku ancur banget. Bawaannya bete, dan jadi males ketemu, mana ekspresiku gampang banget kebaca.

Sebagai intermezo aku menemukan pola baru dari para narasumberku yang suka membalas sms dengan menyebut namaku dulu: Yuti. Ada beberapa yang gaya membalas sms-nya kaya gitu, ada juga yang ngucapin selamat pagi segala, seneng aja sih, tanpa alasan yang jelas. Mungkin gara-gara jadi keinget pembimbing S1-ku...

Friday, September 14, 2007

Puasa

Menahan hawa nafsu, termasuk harus sabar menghadapi internet yang lemot banget. Pengennya bisa ditarik-tarik biar bisa rada cepetan, huehehe. Dan hasilnya benda mati(komputer) mempengaruhi manusia. Duh, si Yuti mau-maunya dipengaruhi oleh kompi, hehe.

O iya ngomong-ngomong tentang studi sains dan teknologi, aku jadi ingat rapat kemarin. Terjadi perbincangan serius mengenai subjektivitas dan metode ilmiah. Well, aku jadi teringat ketika belajar tentang sains dan agama dulu, banyak banget pertentangannya. Mulai dari fisika modern, kompleksitas, chaos, order, dkk. Trus kemarin aku juga udah menyerahkan tulisanku tentang kualkulasi, modulasi dan perebutan kekuasaannya Bourdieu sambil nyelipin pemikirannya Capra. Kata pembimbingku aku boleh make Capra buat tesis. Sipirili, akhirnya tesisnya jadi lumayan personal juga. Kemarin-kemarin udah sempet bosen dengan energi, dan ANT yang menurutku rada anti-humanis. Tinggal membuat Capra 'ilmiah' aja, soalnya di kalangan scientist, Capra malah dapet julukan kelompok New-Age. Huahaha, ngga jauh-jauh deh dari fisika. Kalau kemarin, masih seneng menggunakan Watts, sekarang Capra.

Trus dapet ide juga nulis tentang matematika dan komunitas ilmiah, atau antara seni dengan objektivitas. Huaaa.... berasa deja vu.

Tuesday, September 11, 2007

Petapa

Lagi bertapa dulu untuk sementara. Sapa bisa lewat bit-bit maya, atau juga suara. Menulis berbagai teori yang ternyata tak semudah bayangan, juga mengendapkan segala yang tersimpan. Semoga bisa cepat, tapi lebih penting lagi, tak sekadar menjadi catatan normatif. Interaksi perfeksionis, pemimpi, dan juga waktu...

Saturday, September 08, 2007

Cinta

Memang hanya sebuah cerita, dari sebuah buku biasa. Meski demikian kata-kata itu mampu membuatku hanyut dan membuat susut mataku menghangat.

Cinta berarti melepaskan, jika itu berarti membahagiakan
Meski telah tiada
Atau hanya tinggal bayangan

NB: penghormatan untuk Severus Snape

Monday, September 03, 2007

Lama

Lama tak menyapa. Bukan karena tak baca. Tapi entah kenapa jadi susah dibuka. Banyak pula kegiatan di darat. Membuat maya kian tiada. Namun entah, tetap tak terasa ada yang tak biasa jika belum menumpahkan kata.

Ah, ada apalagi ini? Kegiatan film kemarin membuatku kembali terpesona pada budaya. Ranah yang sudah lama tak kujamah, dan seolah menjadi asing. Ternyata aku tak lupa, dan tak bisa lupa. Apalagi sudah lama aku tak bimbingan, hingga pengaruh budaya kian mengental.

Aku jadi kembali membaca habitus. Kemarin sempat sedikit ngobrol tentang konsep ideologi Althusser. Wah, aku jadi teringat masa-masa itu, seperti menurut GM, "kiri itu seksi." Sudah lama sekali, 8 tahun lalu...

Serius

“Asal serius”
Ia tahu ia telah dimengerti…
Ia berharap ia telah dimengerti...
Ia menggantungkan harapan pada kata yang terucap begitu saja, tanpa peduli apakah kali ini semuanya akan berbeda atau tetap sama...

Aku lupa kapan terakhir kali aku bertemu tatapan seperti itu. Antara harap, peduli, apatis, dan sinis. Keputusan yang diutarakannya pada suatu senja yang tak biasa. Saat aku tengah mencari narasumber untuk wawancara yang sama sekali tak terencana. Tapi dunia ini memang tak selalu berjalan dengan cara terduga, kejutan-kejutan senantiasa hadir penuh warna, entah suram atau ceria.

Aku tak tahu apakah aku mengerti
Aku berharap aku bisa mengerti
Aku hanya mengerti langkah ini bukan yang terakhir

Monday, August 27, 2007

Bukan Spam

Pembangunan Budaya Bangsa melalui Media Film
Tempat : Aula Timur ITB
Waktu : 08.30-16.00
Pembicara : Bambang Sugiharto, Chand Parwez, Nirwan Arsuka, Seno Gumira, Yasraf Amir Piliang(moderator), Ariani Darmawan, Joko Anwar, Slamet Rahardjo, Bakri, Indra BS(moderator).

Acara terbuka untuk umum, dan gratis.

Friday, August 24, 2007

Deadlock

Lagi macet nih. Sebelum riset lapangan, aku udah bikin gambaran keseluruhan, yang aku partisi jadi pertanyaan-pertanyaan empirik untuk narasumber. Sekarang partisi-partisi itu sudah lumayan terisi, dan gambaran dari hasil wawancara udah lumayan kebayang, tapi aku jadi sedikit kehilangan arah. Pertama, karena hipotesis awalku ngga meleset awal dengan hasil wawancara(yang merepresentasikan kondisi riil), dan yang kedua adalah karena aku ngga tau lagi mau diapain. Model? Well, tinggal baca beberapa buku, referensi kemudian lakukan hibridisasi, jadi deh. Tapi kalau gitu doang, apa gunanya, cuma nyumbang model yang nantinya akan berdebu di perpustakaan. Bener-bener bayangan yang suram.

Tadi aku baca lagi artikel Paradoks McDonald. Artikel itu pertama kali aku baca di awal perkenalanku dengan dunia Studi Sains dan Teknologi sekitar tahun 2002-2003(pokoknya Yuti lagi mendalami apa bisa dilihat dari lagi deket dengan siapa, huahahaha). Dalam artikel tersebut selain teori yang banyak, aku juga menemukan pemahaman terhadap budaya, dan kian lama ngubek-ngubek di lapangan, aku kian yakin kalau kuncinya ada di budaya. Dan untuk ini kayanya ANT-nya harus ditinggal dulu. Memang pasti ada artifak sih, cuma untuk memahami relasi antara masyarakat Indonesia dengan nasi seperti yang ada di artikel Paradoks itu, ANT kurang berfungsi dengan baik(atau pemahamanku pada ANT yang kurang baik). Anyway, kayanya pembimbingku juga berpikir seperti itu(ayo ngaku), makanya aku diminta baca Knorr-Cetina untuk dapat sense budaya.

Jejaring Aktor: Kasus Acara Film

Fyuuhh H-4, dan ketegangan pun meningkat. Di sisi lain, sudah ada beberapa pihak yang memberikan kepastian dana, memasukan makalah, dan kemajuan-kemajuan teknis di hari H, jadi meski sedikit tegang, sibuk muter-muter kota Bandung, dan ngoprek model sistem dinamik, semuanya berjalan cukup baik. Hal yang menarik adalah melihat dinamika jejaring dalam mendukung kesuksesan acara ini. Mulai dari penelusuran nomor-nomor hp, tanggapan dari beragam pihak terhadap kemajuan acara, dan dukungan moral.

Well, sebagaimana fenomena sosial lainnya, analisa menjadi menarik saat terjadi krisis. Krisis ini terjadi ketika salah seorang narasumber menyatakan tidak bisa hadir. Persiapan pemasangan spanduk, penyebaran undangan, dan yang terutama menyiapkan pembicara pengganti yang kurang lebih dapat menyampaikan materi dengan tema serupa menjadi urgen. Dari sana mulailah penelusuran relasi-relasi yang dapat memberikan no kontak yang diinginkan. Target pertama memiliki derajat keterpisahan dua, itupula dihubungkan dengan orang yang baru minggu lalu aku kenal. Sedangkan target lainnya memiliki derajat keterpisahan 3. Yang pertama Rini, yang kedua mba Maria(super helpfull dan very sweet), dan baru yang terakhir baru targetku, salah seorang wartawan senior Kompas. Kedua target memberi tanggapan positif atas acara ini, meski karena pemberitahuan yang mendesak, salah seorang sudah menyatakan tidak bisa hadir, dan yang satu lagi BERSEDIA, hipiii.

Kuat lemahnya relasi juga bisa dilihat dari besarnya kepentingan, dan perantara yang ada. Dalam acara ini, perantara yang terlibat adalah dana, dan makalah. Dana dan makalah menyatakan kepentingan pemberi sponsor/pembicara dalam mendukung acara ini. Kesimpulannya, yang paling cepat mengumpulkan makalah adalah yang memiliki kepentingan paling besar dalam acara ini, huahaha. Ngga ding, masalah pemenuhan tenggat bisa juga dilihat dari jejaring yang melingkupinya.

Ketika salah seorang narasumber memiliki akses ke SDM, maka ia bisa mendelegasikan kepentingannya pada aktor lain, sedangkan ada juga aktor yang membuat makalahnya sendiri, dan memiliki antrian makalah-makalah lain. Kalau menggunakan sistem dinamik, relasi ini bisa digambarkan dengan tanda positif-negatif. Akses ke SDM dilambangkan dengan tanda negatif, sedangkan relasi dengan aktor-aktor lain yang juga meminta makalah sebagai tanda positif.

Huahaha, Yuti lagi over loaded teori, dan bahan bacaan, jadi folder di otaknya belepotan:)

Wednesday, August 22, 2007

Kopi

Entah sejak kapan hal itu menjadi bagian dari kesehariannya. Dulu, semuanya masih terkendali. Tak pernah ada kata terlalu, atau kehilangan. Hanya selingan yang cukup menyenangkan, itu saja. Ia lupa selingan bisa berubah menjadi biasa lalu mewujud jadi istimewa. Ah, semuanya hanya membuat hidup kian rumit, seakan tanpa istimewa itu hidup belum cukup rumit.

Pilihan-pilihan menunggu untuk diputuskan, meski nanti masih menjadi teman akrabnya. Teman yang kadang harus diabaikan ketika berbagai urusan mendesak menuntut untuk diselesaikan. Bila itu terjadi, ia hanya menyerahkan hatinya pada keabadian sang waktu dan berharap semuanya mengukirkan kisah yang menyenangkan. Ia belum mau menyerah menghadapi dunia yang kadang menyebalkan, dan menunggu untuk diabaikan. Ia masih punya sejuta mimpi, yang tidak mau diakhiri.

Kadang... ia ingin kembali pada selimut merahnya. Meringkuk dari dunia, dan mengatakan ia mau kembali saja pada imaji. Seperti dunia fantasi yang ia temukan dalam buku-buku yang menghiasi raknya. Tapi tak urung, ia imbangi juga fantasi dengan pahit. Dalam kisah-kisah Bumi Manusia, Rumah Kaca ataupun Gadis Pantai. Buku dengan rasa kopi. Pahit. Tapi tak membuatnya urung untuk membacanya hinga tamat, meski dengan beberapa jeda untuk bernafas.

Pahit dan istimewa. Ia baru tahu bahwa paduan itu mungkin.

Tuesday, August 21, 2007

Catur

Kadang…
Untuk mendapatkan kata ya seperti bermain catur
Mencari celah dengan peluang terbesar
Itupun tak dapat menjamin pasti
Peluang lompatan sang kuda
Perdana menteri dengan langkah lebar
Atau langkah perlahan pion
yang kadang harus mati
Demi menangkap benteng, miring atau petinggi lainnya
Mungkin itulah nasionalisme?
Kecil harus mengalah demi kejayaan Republik putih/hitam

Sunday, August 12, 2007

Sebab-Akibat

Sebuah sms mengejutkannya siang itu. Kejutan yang membuatnya tak dapat membalas seketika. Antara ingin tertawa dan sedih. Separah itukah tingkat ketidakpercayaannya? Kesadaran itu saja sudah membuatnya cukup terpukul. Apalagi bukan kali ini saja ia memperoleh pertanyaan serupa. Tak ada asap kalau tak ada api bukan? Tapi dimana api timbul, siapa yang membakarnya?


Setelah berhasil menenangkan diri, dan menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata-kata menyakitkan, ia bertanya kenapa? Ia ingin semuanya terbuka. Penjelasan yang dapat sedikit mendinginkan hatinya yang terbakar oleh perasaan tak dipercaya. Sebegitu parahkah perbedaan bahasa yang mereka gunakan, hingga tak ada pengertian. Tak ada jawaban.


Tadinya ia ingin bertanya kepada seseorang lagi. Nama yang sering muncul dalam pertanyaan. Tapi ia tak ingin semuanya mengeruh. Apalagi kalau muncul omongan yang dapat menjelekkan. Ia masih mempertahankan apa yang tersisa, entah untuk dia, entah untuk dirinya sendiri. Ia makin gamang.


NB: Payah, berasa nonton sinetron.

Thursday, August 09, 2007

Ketika Chaos Merindukan Order (2)

“Karena itu kau ingin buru-buru?” Pertanyaan itu membuatnya tertegun. Berbagai kilasan kejadian seolah-olah menuntut untuk dibanding, meski cara itu sudah lama tak digunakannya. Tiap orang unik. Begitulah yang diyakininya selama ini, dan haruskah pertanyaan itu mengubahnya sekarang?

Perbandingan. Kuantifikasi, angka-angka. Tapi manusia dengan manusia, mungkinkah ada parameternya? Rujukan yang akan disepakati tiap orang yang membaca? Ia masih meragukan hal itu. Keraguan yang menyebabkan pikirannya membuat putaran-putaran umpan balik tak henti. Tak harusnya ia membandingkan, pun meski ia membenci keadaan setengah mati. Akal sehat yang selama ini biasa ia gunakan ketika menghadapi suasana tak terduga, seolah berhenti, rusak. Rangkaian ketidakpastian yang terakumulasi telah membuat sistemnya tak berfungsi, menyisakan aura negatif tiap kali ada ketidakpastian baru.

Bahkan jiwa yang telah tertukar dengan pemujaan terhadap rasa ingin tahu tak dapat lagi membantu. Saat ini ia hanya ingin semua disudahi. Segera. Karena ia lelah menghadapi janji-janji tanpa ada kepastian, kata-kata penuh kepentingan, dan tarik menarik yang membuat lelah. Ia rindu pada tulus yang membuatnya mampu melakukan apa saja, bahkan sekelas buku-buku teks tingkat lanjut hanya untuk menunjukan bahwa ia telah berusaha dan bisa cukup membuat bangga.

Baginya teori hanya permainan. Tak lebih atau kurang. Permainan yang harus mengikuti aturan-aturan tertentu, agar tak terjadi kekacauan. Sinar mata penuh kehangatan, pemahaman tanpa kata jauh lebih penting, daripada berbagai teori yang dapat membuat seorang terangguk-angguk bahkan tanpa mengerti apa yang dibicarakan hanya agar disebut canggih.

Ia merindukan itu semua...

Monday, August 06, 2007

Back to The Office

Jadi ngga ya? Huehehe, ngga tau, tapi setidaknya numpang nge-net di kantor. Soalnya di jurusan koneksinya lambat banget. Tadi baru ngurusin perwalian, dan dapat undangan rapat yang isinya tentang agenda rapat Kamis depan. Huekkk... ternyata aku harus ngasih presentasi. Tuing..tuing... masa taunya karena undangan sih... kayanya pura-pura ngga tau ide yang bagus, hihi.

Friday, August 03, 2007

Tjap Gadjah

Fyuuhhhh, kena lagi deh... Tadi abis wawancarain orang, dan seperti biasa, aku kena: "Anak ITB koq ngga tau apa yang dimaksud dengan riset dasar?" Heee.., emang harus tau ya? Dalam wawancara sebelumnya juga aku peranh kena yang semacam itu, "Wah, kalau mewawancarai saya, seharusnya tau lebih banyak." Whooaaaa.... susah kalau mewawancarai orang dari institut tjap gadjah, desk study-nya harus cukup mendalam, tapi sekaligus jadi menantang. Dan kalau udah kaya gitu mending bilang ngga tau, daripada so' jago yang bakal berakibat makin fatal. Untungnya aku udah terbiasa menghadapi situasi kaya gitu, jadi mentalnya udah lumayan tertempa.

Waktu awal mengerjakan tugas akhir, aku sempet didiemin ampe 15menit gara-gara lupa konsep kalkulus. Dan kalau udah berhadapan dengan hal-hal prinsipil gitu, pembimbingku lumayan tegas. Jadi sambil mikir, panik, dan serem juga karena pembimbingku sama sekali ngga ngomong. Kayanya aku mending dimarahin deh, daripada didiemin, abis kalau udah diem kan jadi bingung, tapi lebih mending lagi, dibaikin aja, hehe.

Nanti siang ada wawancara lagi ama orang industri. Meski tadi pagi udah wawancara, tetep aja serem kalau menghadapi orang baru. Seremnya di awal aja, kalau udah mulai biasanya otakku jadi rada baik untuk berimprovisasi.

O iya tadi lucu, setelah wawancara yang juga lucu, orang yang aku wawancarai nelpon nanyain aku tau nomor beliau dari mana. Well, ada yang bilang "A secret makes a woman, woman." Menurutku kata-kata itu ada benernya juga :)

Insiden Nada Dering Yang Bikin Penasaran

No Comment aja deh...

Wednesday, August 01, 2007

Jakarta

Capuccino yang tak habis
Matahari yang belum lagi tampak
Mobil yang berlari menyusuri jalan
Menuju Jakarta

Jakarta, here I come..

Tuesday, July 31, 2007

LAPI TPSDP

Juni 2006
Hari pertama...
Menunggu dosenku di ruang tunggu LAPI bagian depan. Belum tahu kerjaanku akan seperti apa. Awal mulanya karena ngga ada kegiatan, dosenku lalu menawari ikutan proyek LAPI TPSDP. Aku yang ngga ngerti apa-apa, langsung iya aja, sama ketika beliau menawariku jadi asisten kuliah.

Hari kedua...
Abis selesai mengawas ujian. Dosenku ada urusan di jurusan, jadi ngga ikut ke LAPI. Masih bingung dengan suasana proyek yang lebih mirip orang kantoran.

31 Juli 2007
Hari terakhir...
Tadi makan kue Tiramisu, selain itu suasana kerja terasa biasa aja. Dari kemarin udah ngerapih-rapihin file, trus bu Ani bilang acara perpisahannya Senin depan.

Kayanya bakal kangen juga...
Tapi sekarang semuanya masih terasa biasa...

Monday, July 30, 2007

Hening

Menyusuri waktu dalam kesendirian rasanya cukup menyenangkan. Tanpa rencana, tujuan, pun kawan berbincang. Menikmati perayaan waktu dalam pengamatan. Bukan jalan yang berdebu, bukan pula warna-warni billboard yang menantang untuk tak dibaikan, tapi lintasan-lintasan yang melayang, ketika mengantri, atau menyusuri lorong-lorong pusat perbelanjaan. Raut wajah kesal, bosan, hingga gerutuan menunggu giliran menjadi selang yang menyenangkan. Senang menjadi normal, melakukan hal-hal sederhana yang terasa mahal jika tengah dikejar deadline.

Brutal

Whuahaha... aku dibilang brutal gara-gara menggunakan konsep yang ngga diketahui asal muasalnya. Lagi ngomongin statistik sih sebenarnya, dan aku mencoba memberi pembelaan yang cukup logis. Tapi karena pada dasarnya menurutku statistik itu kasar, makanya pembelaanku juga ngga kuat, dan jadilah aku dibilang brutal. Hihi...

Sebenarnya ada rumus-rumus di analisis yang sama persis dengan statistik. Aku menemukan kesamaan itu ketika belajar tentang entropi, dan di beberapa lemma yang aku gunakan untuk membuktikan teorema. Tapi meski penurunannya sama banget, penafsirannya(pemetaan antara persamaan dengan keadaan yang dijelaskan) berbeda. Nah, penafsiran inilah yang membuatku merasa statistik kasar. Kalau di analisis, matematika adalah untuk matematika, maka di statistik, aku merasa matematika ditempel dengan dunia sosial yang aku ngga ngerti asal muasalnya. Akibatnya logika di kepalaku ngga jalan(asumsi: dikepalaku ada sistem logika tertentu, huehehe).

NB: peace untuk temen-temenku di statistik. Yuti-nya aja yang rada lemot kalau menghadapi statistik:)

Friday, July 27, 2007

Surprise

In one frame of my surfing activities...

Internet Regime and IT Innovation Patterns in Indonesia: A View from The Actor-Network-Theory Perspective

Program of Internet Researchers Conference (Maastricht/NLl)

Should I surprise?

Diskrit

Fyuuhh... sekarang ini aku benar-benar lagi mencoba mendiskritkan otakku. Tesis, acara film, proyek, setumpuk bahan yang harus dipelajari, membuat model menggunakan sistem dinamik, rapat/acara/seminar mendadak dan rencana setelah kontrakku di LAPI abis. Kontrak abis memang memberiku banyak waktu untuk mengerjakan tumpukan tugas lainnya, tapi aku jadi kehilangan ritme.

Dan sekarang harus mulai mikir juga, aku mau kerja atau melanjutkan sekolah lagi ya? Kalau mau sekolah lagi, artinya harus mulai nyari beasiswa, dan meningkatkan berbagai ketrampilan, mulai dari membuat model, bahasa, wacana, serta teknik-teknik analisis. Kalau kerja..., mmph, aku belum bisa membayangkan diriku dalam sebuah ruang dengan setumpuk rutinitas. Sampai sekarang aku merasa, itu bukan aku banget. Kalaupun kantoran, maunya yang banyak jalan-jalan ke lapangan. Dosen?? Mmmphh... ngga tau deh.

Sekarang jalanin aja dulu apa yang ada di depan mata. Ngga memilih aja, udah jalan terus koq, huehehe, abis ngga bilang iya aja, kayanya aku udah terlibat banyak hal tanpa aku sadari.

NB: musik aku ganti dengan etalase buku. Belum banyak sih isinya...

Wednesday, July 25, 2007

Ariani

Hari ini kenalan dengan orang yang namanya sama denganku, Ariani. Hihi, lucu aja. Udah gitu beliau orang buku lagi, kayanya duniaku berputar di situ-situ aja, buku-menulis-wacana-budaya-matematika.

Tuesday, July 24, 2007

Kata Siapa....

Kata siapa bincang akan menyelesaikan persoalan
Bukannya terang, badai bimbang malah menghadang

Kata siapa menulis dapat menjadi pelampiasan
Bukannya lega, runtutan data kian tertoreh nyata

NB: Yuti di pagi yang melow

Monday, July 23, 2007

Wisuda

Sabtu kemarin aku menghadiri acara wisuda di Sabuga. Rame, dengan pengamanan yang kian ketat. Setahun yang lalu, aku juga berada di dalam gedung itu. Dengan kebaya, toga dan senyum ceria. Senyum yang perlahan berganti bosan mendengar rangkaian acara yang sedemikian panjang, senyum yang juga dihiasi cemas karena melihat buku wisudaan. Aku tak mencantumkan gelar dosenku, padahal di buku itu gelar seolah menjadi ajang pameran. Daripada bimbang, aku langsung saja melayangkan permintaan maaf melalui sms ke dosenku yang langsung dibalas dengan kata-kata lucu plus emoticon :) Saat bertemu langsung, dosenku tak juga menyalahkanku, dan menenangkanku dengan berkata administratif yang kurang teliti.

Jika wisuda adalah salah satu ambang kedewasaan, maka tampaknya aku memang belum siap. Dan karena itu aku ingin mencoba wisuda lagi...

Adakah perubahan?

Friday, July 20, 2007

Menua

Sore itu pertemuanku yang pertama dengannya. Baju hangat wool warna coklat, tas slempang, rambut memutih, dan mata yang kenyang dengan pengalaman. Ia bercerita cukup lama, tentang buku, kuliah, model, dan juga tentang hidup. Aku lebih banyak terdiam, sambil sesekali menanggapinya dengan canda. Meski hari itu cukup membuatku lelah, namun hari seolah dimulai kembali.

Thursday, July 19, 2007

Wednesday, July 18, 2007

Komedi Putar

Maukah kau menaiki sebuah komedi putar yang dapat membuat usiamu bertambah dalam sekejap? Ragamu memang berubah, tapi tak demikian dengan jiwa yang berada di dalamnya. Tetap saja kecil dan kesepian. Putaran-putaran itu bisa saja membohongi dunia, tapi tiada guna jika kau tak merasa demikian. Biarlah semua berjalan wajar, mengikuti bumi yang berputar mengelilingi mentari mendatangkan hari, dan mungkin juga kedewasaan.

NB: parameter beban kerjaan bisa dilihat dari banyaknya posting Yuti per hari:D

Seru!!!

Whoho, decoding tesis lagi sampai pada bagian yang seru, yaitu perpanjangan jejaring. Kalau dalam six degrees of separation ada hipotesis bahwa tiap orang di dunia dihubungkan oleh 6 derajat keterkaitan, maka dalam penelitianku, perpanjangan jejaring ini dapat dilihat dari luasnya bidang cakupan. Dari aktor-aktor yang aku telusuri banyak juga yang relasinya berputar-putar pada aktor yang udah ada, tapi yang seru adalah pembentukan aliansi, dan kuat-lemahnya ikatan tersebut. Dan karena lagi sampai pada bagian seru, aku jadi ngga bisa nulis. Huehehe, apa hubungannya coba? Karena aku jadi lebih senang berkhayal, dan mencoba mencocokkan data-data yang aku peroleh dalam sebuah narasi besar. Seperti menyusun kepingan-kepingan puzzle menjadi sebuah gambar utuh, dimana hasil akhir dari puzzle ini dipengaruhi oleh penyusunan kepingan-kepingannya.


Btw, kenapa blog ini jadi penuh ama tesis ya? Gara-gara tadi pagi asyik ngotak-ngatik konsep tesis, aku belum mentranskrip pengamatanku di Forum Rektor. Padahal rencananya kemarin malam mau aku beresin. Hmmm... harus segera aku salin nih, keburu makin males...

Tuesday, July 17, 2007

Dia

Kala logika tak berjalan baik
Akankah waktu berbalik
Menghilangkan jejak dalam benak
yang terlanjur mengerak?

Cybernetics

Kayanya semua anak math pasti pernah jatuh cinta ama cybernetics, dan sekarang aku lagi ingin yang versi postmo-nya, alias pengen bangen si kompie membaca pikiranku dan menuliskan pemikiranku yang kemana-mana. Kalau ngga, aku aja yang mem-plug sederet data yang kuperoleh dari berbagai narasumber. Woho, tampak menarik tuh, dan tentu aja jadilah Yootle, cyborg sastra-sains. Huehehe... tadi pagi abis meng-coding data-data yang kuperoleh, dan ketika pikiranku udah sampai mana, tulisannya belum juga nambah. Kalau badai ide sedang datang, enaknya memang diam dulu, dan membiarkan badai itu mereda sehingga dapat dipahami.

Monday, July 16, 2007

Wajah

Whoaaahh... aku baru nyadar kalau aku parah banget dalam mengingat wajah orang. Tadi kan aku abis meliput acara Forum Rektor dan meski waktu diskusi aku udah liatin muka-mukanya dengan seksama, tetap aja ketika udah bercampur dengan yang lain aku lupa. Untung aja, ada solidaritas sesama pers, jadi tadi aku kenalan ama wartawan dari Majalah Kampus(Trisakti). Nah, ama dia aku dikenalin ama pak Soffian, dan minta file ke pak Widyo. Udah gitu, sempet ngerepotin bagian protokoler juga karena nyariin orang. Duh, Yuti, cupu banget...

Dan tetap aja kena demam panggung. Paling enak kalau wawancara barengan, jadi bisa saling melengkapi. Nah ini, udah sendiri, belum tau latar belakangnya secara bener lagi. Jadi kan cupu kuadrat, tapi karena cupu itu jadi dapet kenalan yang baik-baik:)

Friday, July 13, 2007

Friday the 13th

Tanggal yang bagus, hehe. Tadi pagi aku udah mengunjungi lab. Ngga pakai janjian, belum tau ruangan yang harus didatengin, cuma berbekal kata boleh, dan ingatan seadanya tentang lokasi ruangan. Seperti biasa, sampai di PAU clingak-clinguk nyari orang yang bisa ditanyain, trus sampai deh:) Narasumberku baaiiiik banget, aku diajak ke bagian uji coba, lab pengujian, dikasih tesis punya orang, beberapa bagan, dan nanti boleh main lagi buat ngambil foto. Saking asyiknya ngobrol, ngga nyadar kalau aku disana sampai dua jam. Abisnya jam tanganku talinya lagi putus, dan ngga sopan banget ngeliatin hp.

Banyak juga 'aha' yang aku peroleh. Ternyata dari hasil penelitian jarak masih banyak masalah yang dikotakhitamkan. Bahkan prospek jarak yang utama sebenarnya bukan pada energi. Gimana-gimananya masih banyak off the record(secara aku ngga menggunakan perekam), soalnya tujuanku ke lab tadi pagi baru studi awal untuk melihat peta permasalahan. Omong-omong tentang peta, ternyata ilmu perbio-anku masih minim banget. Pas diterangin tebakanku salah terus, mulai dari masalah fosfat, titik beku, kincir air, mesin pengepres, kompor tekan, gumming, pemurnian, titrasi, bener-bener masih harus belajar banyak. Tapi untuk sub-bab From weaker to stronger rhetoric, udah ada banyak bagian yang bisa kuisi.

Masalah tulis menulis juga udah aku mulai, tadi malem dapet 5 halaman(dan sejak kapan aku peduli dengan kuantitatif). Aku mulai dengan beberapa fenomena dan sederet pertanyaan. Aku senang memulai tulisan dengan pertanyaan, karena sampai aku mengetikan pertanyaan itu, aku juga belum tau jawabannya, huahaha. Jadi sebagai penulis aku pun penasaran dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu.

Thursday, July 12, 2007

Follow the Document

Tadi pagi aku ke rektorat untuk minta MoU antara ITB dengan PT RNI. Isi naskahnya normatif banget, apalagi aku sempat dapat info bahwa MoU kadang terjebak pada formalitas aja. Hasil penelusuran di internet, akhirnya aktor-aktor itu kembali ke dua orang yang telah ku wawancarai, dan tentu aja ini bukan karena small world phenomena, tapi emang karena bidang yang ku kaji merupakan 'wilayah kekuasaan' kedua narasumberku itu. Jadi tadi aku sms untuk minta ijin ngeliat-liat lab PAU, dan dibolehin.

Hipiii... Yuti goes to lab, berasa detektif gimana gitu... :)

Wednesday, July 11, 2007

What is In A Name?

Penting! Yaa... setidaknya buat manggil orang nama itu penting, dan kalau Actor Network Theory berubah jadi Actor Network Tool perubahan itu ngga sekadar berpengaruh dalam hal penyebutan aja, tapi juga masalah hakekat. Well, tadi aku iseng-iseng meng-google Michel Serres, Latour, Michel Callon dan John Law, dan hasil pencarianku sampai pada sebuah artikel milik Law (di sini). Artikel tersebut menceritakan bagaimana pendekatan actor-network tidak bisa dikategorikan sebagai teori karena hanya bersifat deskriptif. Whoho, bayangkan John Law yang ngomong seperti itu dan artikelnya pun masih fresh banget, bulan April 2007. Tak hanya sampai di sana, John Law juga menyebutkan pengamatannya di laboratorium sebagai etnografi.

NB: Lalala... jadi teringat beberapa orang:D

Thesis

Enaknya gimana ya? Abis bingung dengan langkah-langkahnya. Kalau waktu ngerjain tugas akhir, aku dikasih key word dan dari sana aku eksplorasi sendiri. Aku baca apa, dan mau kemana semuanya diserahin ke aku, pembimbingku membingkai bacaanku yang belepotan kemana-mana. Thesis? Bener-bener chaos. Dalam arti aku ngga punya sbuah pegangan yang pasti. Mungkin karena dulu masih S1, proporsi pembimbing dalam TA juga masih banyak. Aku boleh main-main dengan teori tanpa harus pusing mikirin akan kesasar. Udah gitu, walaupun hasil main-mainku sama sekali ngga nyambung, pembimbingku sabar banget nerangin sampai aku mengerti. Kadang, bimbingan bisa jadi ajang diam-diaman karena sama-sama ngotrek-ngotrek dikertas. Cuma karena aku bosen duluan, biasanya aku jadi asyik ngeliatin pembimbingku yang serius mikir. Hihi...

Halah, Yut, malah ngomongin orang lagi.

Tuesday, July 10, 2007

XYZ

X : Klasifikasi data sesuai dengan kelompok-kelompok yang hendak dianalisa berdasarkan pertanyaan penelitian
Y : Peta -> Data -> Klasifikasi.

Z : Pakai modulasi saja
Y : Modulasi -> Data -> Klasifikasi berdasarkan Up-Mid-Downstream.

Ketika Sudah Memilih

Suka, benci atau bosan tak lagi jadi alasan. Pilihan adalah sebuah kepastian. Dalam hidup yang serba tak pasti, kesepakatan menjadi pegangan. Bimbang yang kadang menghadang memang menjadi godaan, bagaimana jika aku beralih saja, berkata bahwa ini takkan berhasil, dan sebaiknya tak diteruskan, tapi ini bukan hanya tentang aku.

Ini tentang sang waktu...
Dengan napas menderu

Ini tentang ruang...
Yang merangkul kejadian

Dan ini tentang aku...
Dalam waktu dan ruang

Friday, July 06, 2007

Thursday, July 05, 2007

Pertanyaan Penelitian

Fyuuh, semalam aku udah mulai mengklasifikasikan aktor-aktor yang terkait dengan pengembangan bioenergi, dan hasilnya? Ada 50 aktor lebih yang terlibat. Kebayang kan kalau mau dibikin sosioteknogramnya. Banyak garis-garis ngga jelas, yang kekuatan relasinya hanya ditandai oleh pencantuman di peraturan(Kepres, Inpres, PP,dkk). Jadi sebaiknya aku memang harus mulai dari pertanyaan penelitian(hehe, baru nyadar setelah dibilangin tadi).

Beberapa masalah: otakku udah mulai kena bias data-data yang kuperoleh timnas, pertanyaan penelitian masih sering bergeser, dan aku terlalu banyak ingin tahu. Kemarin aku sempat bingung mengenai skala yang akan digunakan, apakah aktor boleh mewakili sebuah komunitas, kalau boleh maka ada masalah pada dimensi yang digunakan. Apalagi ilmu jejaring tidak mengenal skala, yang dikenal adalah derajat keterkaitan. Nah, kalau dari literatur Latour yang aku tafsirkan, aktor boleh berupa himpunan selama fungsinya dalam sebuah sistem, spesifik. Dalam arti, ada skript tertentu yang dimasukan dalam aktor. Inkripsi ini memungkinkan manusia dan non-manusia bisa ditelaah dengan pendekatan yang sama.

Wednesday, July 04, 2007

Politik

Kayanya aku masuk dalam arena permainan kekuasaan, dan kalau ngga hati-hati, tesisku bisa menjadi salah satu alat untuk membenarkan salah satu rezim. Well, ok, ilmiah, tapi penentuan aktor-aktor yang hendak diwawancara, pemilihan entry point, sparing diskusi merupakan wilayah yang masih kental dengan nuansa subjektivitas. Begitu juga dalam memainkan jejaring aliansi dan penelusuran sebuah relasi, semuanya kental dengan framework yang ada di kepala. Aku pernah baca bagaimana kekurangan pada penelusuran dapat secara signifikan mempengaruhi hasil akhir.

Senin lalu aku udah mengambil data di timnas, untuk mengolahnya kata dosenku mulai aja dengan mencari struktur dari relasi-relasi yang ada kemudian dicari big discourse-nya. Karena pendekatanku ANT, penelusuran struktur ini aku mulai dengan memetakan aktor-aktor yang terlibat. Kemudian dikembangkan dengan melihat 'perantara' yang memperkuat relasi yang tersebut. Yang membuat aku masih sedikit bingung adalah perangkat yang akan aku gunakan antara Callon atau Latour. Secara 'mazhab' mereka sealiran, tapi terminologi yang digunakan sedikit berbeda. Seperti caraku memandang dokumen, apakah mau dipandang sebagai aktor atau perantara. Kalau sebagai aktor, pemaknaan terhadap relasi aku bangun menggunakan pre-skripsi, inskripsi, dkk, tapi kalau pakai term perantara, penjelasannya beda lagi.

Dari sisi teoritiknya aku udah lumayan kebayang, tapi implementasinya masih sedikit memusingkan. Pertama, karena aktor yang terlibat relatif banyak. Kedua, karena entry point-ku masih berubah terus. Awalnya, aku mau mulai dari perguruan tinggi aja, dan secara perlahan relasi-relasi itu ingin aku kembangkan hingga keluar, tapi karena kemarin dapat kesempatan untuk memperoleh data dari timnas, kesempatan itu aku ambil aja langsung. Untuk dapat feel pengembangan bioenergi, data-data tersebut sangat berguna(dipuji good job segala lagi, hehe:) ) tapi untuk analisanya masih butuh banyak diskusi. Jadi langkah penelitian selanjutnya adalah bikin peta, dan menelusuri kekuatan jejaring yang ada. Rencananya besok mau wawancara lagi dengan pihak perguruan tinggi, untuk melihat kekuatan ikatan antara perguruan tinggi dengan industri, apakah ada perantara atau ngga.

Tuesday, July 03, 2007

Matematikawan vs Sosiolog

Gw: Jadi lo udah mutusin mau tetap di sosial?
Aku: Aku ngga tau. Hidup dalam dunia yang belepotan seperti ini kadang bikin frustasi, dan kalau sudah seperti itu rasanya ingin menyerah saja. Apalagi kalau ada salah satu pihak yang sudah saling menjatuhkan. Kalau mempermasalahkan metode, idealisme bagiku ngga apa-apa, tapi kalau udah menyinggung masalah personal, rasanya tidak etis aja.
Gw: Padahal kan lo udah nolak tawaran tesis yang menggunakan simulasi. Kenapa lo masih juga ingin kembali ke dunia angka, simbol, dan perhitungan?
Aku: Aku ngga tau, bener-bener ngga tau. Kalau akhirnya aku milih untuk menolak tawaran itu, karena aku merasa kalau mau bermain dengan simulasi lebih baik di math aja dimana aku tau pemetaan dari simbol-simbol yang aku gunakan, sedangkan dengan sistem dinamik, pemetaannya tidak terlalu rigid, bahkan kadang absurd.
Gw: Yee... lo tau sendiri dunia sosial emang sedikit lebih "lembut"?
Aku: Huahaha, dasar birokrat pakai kata lembut segala. Lalu apa yang membuat kamu mau di sosial?
Gw: Cuma karena ada ANT doang. Menurut gw, teori itu lumayan rapihlah, apalagi kalau dibandingkan dengan teori-teori sosial yang lain.
Aku: Teori yang membuat kamu mau berkompromi untuk masalah penelitian ya?
Gw: Yup, tau sendiri gw seneng banget main-main dengan teori, dan meski gw ngga kaya Erdos yang manggil anak kecil dengan epsilon, banyak kemiripan-kemiripan antara teori ini dengan konsep di math.
Aku: Iya, sampai kamu melambangkan aktor-aktor dengan bilangan asli kan?
Gw: Hey, tiap orang punya cara sendiri untuk bersenang-senang.

Monday, July 02, 2007

Ketika Chaos Merindukan Order

"Tapi kamu memang senangnya yang seperti itu kan, Yut?"

"Kamu maunya yang itu? Nanti hubungi saja ..., bilang dari saya."

Thursday, June 28, 2007

Chaotic Week

Fyuuhhh... minggu ini rusuh banget. Persiapan nikahan sepupu, ujian, persiapan workshop, rapat Berkala, acara film, memenuhi target tulisan dan .... bernapas. Benar-benar kejar-kejaran dengan waktu, dan kalau udah pulang kerja bawaannya pengen langsung tidur aja. Eh, ngga sedramatis itu juga kali ya, minggu ini aku masih sempat jalan ke Alisha, TB Hendra, nonton satu film panjang, main sama Muis, dan ngobrol tanpa batas waktu, jadi mungkin masih lumayan seimbang.

Ngga tau juga kapan seseorang dikatakan overload(well, mungkin kalau sampai lupa hal-hal detil seperti yang kulakukan tadi pagi), atau berjuang. Hihi, jadi berasa heroik gimana gitu... abisnya kan semua yang kulakukan sekarang mewakili idealisme, pragmatisme, dan kondisi yang kuhadapi. Kalaupun waktu ngga mengijinkan, akhirnya aku harus membuat prioritas. Nah, prioritas ini yang susah, soalnya aku ngga tau mau jadi apa. Jadi selagi bisa, aku coba aja semua.

Wednesday, June 27, 2007

Motivasi

Kalau dipikir-pikir udah lama juga aku ngga menulis serius. Padahal waktu di math, aku rajin ngirim tulisan ke koran, pas masuk ke studi pembangunan malah vakum. Entah karena ketika masuk ke dalam baru nyadar bahwa masalah yang dihadapi kompleks banget, atau energi menulisnya habis buat nulis kertas(paper?). Tapi kemarin jadi satu tulisan, hipiii... Kayanya gara-gara pas ngobrol kemaren pembimbingku berubah jadi super baik, huahaha, ide-ide di kepalaku jadi mengalir lancar.

Apa hubungannya coba? Hihi, dengan kata lain motivasiku untuk melakukan sesuatu lebih banyak dipengaruhi oleh orang lain. Waktu menyelesaikan TA aja, aku lebih mikirin bagaimana agar pembimbingku ngga pusing ngeliatin aku yang ngga bisa presentasi dan ngomong. Kebayang ngga, aku udah ngabisin satu papan tulis dengan penurunan rumus, trus baru pas selesai beliau bilang koq aku-nya ngga ngomong. Aku jawab aja, "Kan, Bapak udah ngerti(dengan ekspresi ngga bersalah)."

Sekarang juga aku menjalankan penelitian dengan motivasi biar orang lain senang, dan kalau orang lain senang aku juga ikut senang. Motivasi dari dalam apa ya? Sederhananya sih aku cuma ingin semua orang bahagia, dan itu dimulai dari orang yang ada di sekelilingku. Kalau untuk penelitian, arahannya menjadi bagaimana agar akses ekonomi dapat berlaku lebih simetris. Salah satu contoh pembukaan akses ini dilakukan oleh Hernando de Soto dengan sistem extra-legalnya.

Tuesday, June 26, 2007

Eksperimen Sosial

Dengan ini eksperimen sosial yang terkait dengan beberapa postingan terakhir di blog ini aku nyatakan selesai. Hasil eksperimen menunjukan angka kepastian 60%(angka yang turun dari langit), dan Yuti sudah merasa cukup puas.

Mohon maaf kalau ada yang tersinggung.

Salam damai,
Yuti :)

Monday, June 25, 2007

Sore

Yup, hari udah sore, dan lagi ngga ada kerjaan, jadi nulis deh. Hihi, iseng banget ya, nulis tapi ngga tau apa yang mau nulis. Tadi pagi kuliah kebijakan, siangnya bebas. Jadi aku minjem buku banyak-banyak dari perpus, Rip, Bijker, dan Drucker. Dua yang pertama beraliran STS, yang terakhir manajemen. Di rakku, buku beraliran manajemen ngga ada, tapi sebagai perbandingan kayanya perlu juga melihat dunia luar.

Ngomong-ngomong tentang dunia luar, aku sampai mules ketika mengikuti Indonesia 2030 sabtu kemarin. Banyak permasalahan yang ditabrakan begitu rupa, dan gelisah yang sudah beberapa tahun lalu kutinggalkan kembali menyergap. Aaarrgh!! Benar-benar bikin lelah.

Sore harusnya sama dengan pulang ya??

Friday, June 22, 2007

Apa sih??

Uggghhhh, apa sih maksudnya nanya pembimbingku siapa. Kemarin aku ngasih transkrip juga biar ngga ngelangkahin.

Udah deh bakar aja tuh transkrip.

Menulis

Sekarang aku sudah mulai menulis tesis, langsung bab 3 dan bab 4. Tadinya mau bab 4 dulu aja, tapi karena teori-teori yang mau aku gunakan masih belum matang, jadi aku barengin aja. Teori yang sudah pasti aku gunakan adalah Teori Jejaring Aktor, tapi masih belum puas, soalnya teori itu banyak unsur pembimbingku, dan muatan personalnya jadi ilang. Enaknya dikembangin kemana ya?

Btw, ternyata menulis tesis itu susah, bahasanya kaku banget, dan aku jadi ngantuk. Whooaammm... abis subuh tadi ngga tidur lagi, karena lagi semangat-semangantnya nulis, ngga taunya di depan kompie otakku hang.

Thursday, June 21, 2007

Tesis

Sipirillliii... tadi email langsung dibales, dan otomatis langsung semangat. Huehehe, ternyata ganti suasana emang perlu ya. Dan kalau seperti ini aku lebih memilih yang progresif. Hmm.. mungkin ngga sepenuhnya tepat seperti itu sih, kebanyakan juga aku yang menentukan arah penelitian, tapi tetap aja berasa lebih maju. Apalagi belakangan ini mood bimbingan menurun drastis. Jadi cari variasi dulu.

Pertanyaan penelitianku adalah: bagaimana penyebaran pengetahuan mengenai bioenergi dalam relasi perguruan tinggi-industri-pemerintah? Dari kedua narasumberku, sudah terlihat ada trayektori yang berbeda. Narasumber yang pertama, cenderung membuat jejaring dengan melibatkan perguruan tinggi-pemerintah-industri, sedangkan yang kedua pendekatannya lebih ke arah perguruan tinggi-industri. Yang mana yang bagus, belum bisa dipastikan, soalnya dari kedua trayektori ini harus dilihat dampak berantai yang ditimbulkannya. Siapa saja pihak yang diuntungkan, bagaimana prospek jangka panjangnya, wacana-wacana apa saja yang ditimbulkan, aliansi-aliansi apa saja yang dilakukan agar pengaruhnya bisa membesar, intermediary yang digunakan, dll.

Beberapa pertanyaan yang kemudian muncul adalah mungkinkah sebuah usaha bisa dilepaskan dari pemerintah? Soalnya kalau melihat jejeraing yang dibuat oleh narasumberku yang kedua, beliau lebih banyak menjalin kerjasama dengan pihak luar. Sedangkan untuk yang triple helix peran pemerintah masih dianggap, meski hanya sebatas pemberi restu. Selain keduanya, adalagi aktor-aktor yang awalnya cukup dominan dalam pengembangan bioenergi, namun belakangan terdengar kabar mau dibubarkan yaitu timnas BBN. Perannya dalam membuat kebijakan dan koordinasi antara aktor-aktor yang terlibat dengan pengembangan tidak begitu terdengar.

Menarik. Tapi langkah penelitian selanjutnya apa ya? Tampaknya harus mulai keluar kampus, dan menghadiri forum-forum yang lebih besar. RNI, KEI, KUD...

Btw, kayanya aku melakukan persekongkolan deh... aku perlu advice, dan tuu..t perlu informasi. So, terjalinlah kerjasama yang saling menguntungkan. Dengan menggunakan terminologi Callon dalam menelaah translasi, hubungan kerjasama ini bisa digambarkan sebagai berikut:
1. Problematisasi: Pengembangan Bioenergi
2. Kepentingan: aku->tesis, tuu..t-> proyek.
3. Enrolment: email
4. Mobilisasi: bersama-sama memenuhi kepentingan masing-masing.

NB: koq jadi anti-human gini ya??!! Salahin aja tuh market system yang pandangannya materialisme. Huh:(

Debat

Kalau ada cermin yang bisa diajak diskusi kayanya asyik. Dan itulah yang kulakukan kalau sedang berdebat, mengambil sisi oposan dari apa yang aku yakini, kemudian menguji ideku sendiri pada orang lain. Sayangnya, kadang sisi oposan itu lebih dominan, sehingga ideku sendiri lebih banyak tidak memperoleh dukungan. Parahnya lagi, tak ada sesuatu yang mutlak jika awal dan akhir tak jauh berbeda. Memang hidup tak selinier penggaris, dan pandangan deterministik pun kini kalah pamor dengan holistik, tapi tetap aja diperlukan suatu parameter baku.

Wednesday, June 20, 2007

Bosan

Makin lama kuliah jadi makin ngga menarik, akibatnya tiap kali kuliah aku selalu bawa buku lain buat mengusir bosan. Hmm... mana di bawah ini yang merupakan hubungan sebab akibat:
a. Jika kuliahnya tidak menarik, maka Yuti menjadi bosan.
b. Jika Yuti bosan, maka Yuti membaca buku lain saat kuliah.
c. Karena buku lebih menarik daripada kuliah, maka Yuti membaca buku.
d. Karena Yuti bosan di Studi Pembangunan(SP), maka semua kuliah di SP jadi membosankan.
e. Karena Yuti belum tau mau jadi apa, makanya SP menurut Yuti membosankan.

Dengan menggunakan prinsip pengambilan kesimpulan p->q, q->r, jadi p->r, dan mereposisikan pernyataan-pernyataan di atas, diperoleh tiga aliran/trayektori yang menyebabkan Yuti melakukan aksi membaca buku saat kuliah:
1. Karena Yuti belum tau jadi apa, maka Yuti membaca buku lain saat kuliah (e->d->b)
2. Jika kuliah tidak menarik, maka Yuti membaca buku lain saat kuliah (a->b)
3. Karena buku lebih menarik daripada kuliah, maka Yuti membaca buku. (c)

Kira-kira alasan apa ya yang dominan, apakah ketiganya merupakan syarat perlu, atau bisa komplementer?

NB: yang merasa bersalah karena tadi cuek banget di kelas:(

Bahkan Keledai Pun Bertanya

Yut, Again???!!!!!!

Tuesday, June 19, 2007

Cinta

Apa itu cinta?

Saat logika tak berjalan dengan baik
Saat kata teredam binar mata
Saat senyum menjadi segala
Lelah punah oleh kehadiran
Waktu memanjang oleh kerinduan

NB: Duh, ada apa dengan si Yuti? Bahkan blog matematikanya pun teserang virus cinta.

Friday, June 15, 2007

Kata

Sudah habis kataku padamu
Bukan seluas laut
Tapi mungil, seperti cangkir
beralas ampas hitam
Biar semua mewujud dalam diam
Hingga kata lahir kembali
Bening...

Entah dalam rupa bagaimana
Atau waktu yang mengapa
Tak mengapa menunggu
Jika itu memang perlu
Bukan kau pemilik waktu
Begitupun aku

Thursday, June 14, 2007

Kepada Seorang Kawan

[Episode: Ulang tahun]

Tahun bergulir, menghadirkan angka dan bulan serupa. Hari disaat kau dilahirkan. Adakah kau menjadi dewasa? Sudahkah waktu menempamu menjadi pribadi baru, ataukah semua masih sama seperti dulu? Kuharap kau mau bercerita padaku, tentang mimpi, ide, cita yang membuat matamu senantiasa bercahaya. Layar dalam benakku kini tengah memutar film tentang kebersamaan kita, 9 tahun yang tak jua lekang, dan kuharap akan senantiasa bertambah.

Bagaimana kau merayakan harimu? Ah, perayaan mungkin kata yang terlalu angkuh untuk dirimu. Alih-alih raya, kau akan lebih memilih diam dalam ruang hening. Tempat dimana kau bisa merasakan keberadaan dirimu, utuh. Lihat, suratku untukmu jadi kelam, sekelam pintamu padaku beberapa hari lalu. Meski aku mungkin, atau setidaknya mencoba untuk mengerti, tapi tak urung pemintaanmu membuatku sedih.

Aku yakin kau tak pernah menyerah terhadap gelisah, kau terlalu tangguh untuk itu. Meski lelah, meski kadang semua tak memihak, tapi kau tak pernah sendiri. Kau tahu itu kan, kawan? Karena itu kapan tak perlu menjadi persoalan, tapi bagaimana kau mencapainya. Karena itu kupinta Sang Kasih senantiasa menyinarimu dngan cahaya-Nya, karena hanya Dia yang bisa.

Selamat ulang tahun kawan...

Salam sayang selalu,
Kawanmu

Wednesday, June 13, 2007

Wawancara & SMS

Kemarin sore dapet sms lucu: "Yuti, apa yang kamu ucapkan waktu bertanya ke RM tadi?"

Pikiran pertama yang melintas, waduh, jangan-jangan waktu aku mewawancarai, orang yang kuwawancara tersinggung. Pikiran kedua mengingatkan aku pada pesan orang tua ke anaknya, "Jangan lupa bilang terima kasih ya.." Pikiran ketiga, ada kata ajaib tertentu yang harus kuucapkan ketika bertemu dengan orang yang kuwawancarai tersebut. Akhirnya aku memilih pikiran kedua, aku balas sms di atas dengan Terima kasih plus bertanya apa maksud dari sms-nya itu.

Ini wawancara keduaku menyusuri belantara pengembangan bioenergi di Inonesia. Wawancara berlangsung cukup lancar, meski sempat kehabisan pertanyaan, dan kalau udah kaya gini biasanya aku minta narasumberku untuk cerita bebas(lagi-lagi dapat komentar: wah, wawancaranya ngga fokus:D). Sempat tegang juga sih, abisnya aku ditanya tentang pemutusan rantai karbon, tapi untung narasumberku mau orat-oret di kertas.

Hasil wawancara: dapat nomor kontak, presentasi, dan dikenalin ama orang yang mau bantuin tesisku. Sipirriliiii

Monday, June 11, 2007

Khawatir

Sabtu kemarin, aku pergi ke Cirebon. Awalnya, aku sudah mau nekat aja berangkat sendiri, untungnya di saat-saat terakhir ada temen yang juga mau pergi. Kami janjian di terminal Cicaheum, terminal yang baru pernah kusinggahi sekali, itupun bersama teman-teman lain. lhasil, saat pergi ke sana, aku berbekal nanya-nanya. Prinsipku, selama ada orang lain, semuanya akan berjalan baik-baik saja.

Saat mendekati terminal, aku bertanya bagaimana caranya ke terminal. Orang yang kutanya langsung mengajakku untuk ikut bersamanya. Kebetulan ia juga mau ke terminal, sambil menggenggam tanganku, aku diajak menyebrang, dan ditunjukkan tempat aman untuk menunggu, karena terminal merupakan tempat rawan.

Kejadian seperti itu nyaris kualami tiap kali melakukan perjalanan. Jangankan di jalan, di kampus saja, pernah ada seorang dosen yang menyapaku karena melihat tampangku yang kebingungan. Saat itu, hari-hariku pertama di kampus, dan aku belum tahu pusat bahasa. Akhirnya dosen yang belakangan kuketahui Kadep EL itu bertanya ke salah satu ruangan di dekat tempatku termangu dan menunjukan tempat yang harus kutuju.

Hmm... mungkin ekspresi wajahku mengkhawatirkan ya? Belum lagi kalau ditambah orang-orang yang dekat denganku. Wuih, kian banyak saja kejadian yang menunjukan bahwa aku ini mengkhawatirkan, padahal aku yang menjalani hidup saja, tak pernah terlalu pusing memikirkan segala macam hal. Entah apakah itu menambah kekhawatiran atau tidak, aku ngga tau.

Nah berikut ini adalah beberapa ekspresi kekhawatiran yang kujumpai:
1. Bertanya: "Kamu kenapa?" "Ada yang bisa saya bantu"
Biasanya ekspresi ini aku jumpai ketika bertemu dengan orang baru.

2. Proaktif
Ada beberapa orang yang melakukan tindakan-tindakan proaktif untuk menolongku. Biasanya hal ini dilakukan oleh orang yang cukup dekat, dan sudah mengenal karakterku. Misalnya dengan melakukan aksi yang menyebabkan aku harus keluar dari gua.

3. Menghakimi.
Whoaa... ini tipe khawatir yang paling menyebalkan. Walaupun kalau pakai otak kiri, aku bisa mengerti alasannya, tapi biasanya tipe kekhawatiran seperti ini bikin aku mental.

4. Diam
Aku tahu kadang aku bikin khawatir beberapa orang, tapi mungkin karena udah terbiasa denganku, mereka mengekspresikan kekhawatiran mereka dengan diam.

Merasa ada yang cocok? :D

Friday, June 08, 2007

Semangat!!!

Huehehe, ya kaya ginilah cara Yuti menyemangati diri sendiri. Tadi pagi udah berhasil bikin dua setengah model. Sipiriliii, ternyata ngga sesusah yang aku bayangkan, meski aku masih menggunakan prinsip Tarde, yang bilang bahwa fenomena sosial terjadi karena proses imitasi. Tentu aja ngga sembarang imitasi, soalnya aku menggunakan 3 sumber rujukan yang beda-beda sehingga outputnya modelku sendiri. Dan meski udah punya contoh, tetap aja bikin model itu time consuming, apalagi kalau perilaku dari grafiknya ngga mau menuju titik kesetimbangan. Kata Sterman sih All models are wrong, jadi sekarang sambil bikin model, cara berpikirku juga ikut didekonstruksi selama 6 kali berturut-turut. Bahkan kata dosen pemodelanku, model ke-6 pun belum benar.

Hmm... ngomong-ngomong tentang kuliah, aku koq lagi ngga semangat buat bimbingan ya? Tesisnya sih masih maju terus, soalnya aku ini pelahap buku dan studi lapangan tinggal nunggu libur panjang aja. Tentang nulis masih agak macet gara-gara aku masih berpikir ilmu sosial belepotan banget. Jadinya aku lagi mikir gimana ngakalin konsep koordinasi, dan persekutuan dalam terminologi Callon tentang konvergensi bisa nyambung ama konsistensi di matematika. Ide yang terpikir adalah pakai konsep diskrit, yaitu dengan memandang aktor-aktor itu sebagai partisi diskrit. Huahaha, gara-gara asyik ngotak-atik konsep, tulisanku ngga maju-maju, dan mungkin karena konsepku belum mateng, aku jadi males bimbingan. Nunggu sedikit rapih dulu.

Thursday, June 07, 2007

Dunia Kecil

"Wah, dunia ini kecil." Ujaran seperti itu sering kita peroleh ketika bertemu kenalan baru, kemudian menemukan bahwa ada orang-orang, pengalaman, atau tempat-tempat dalam kehidupan kita yang memiliki kesamaan dengan kenalan baru tersebut. Kali ini fenomena dunia kecil itu aku temui ketika sedang bermain bersama mbah Goo. Ternyata pada tahun 2003 aku udah pernah bersinggungan dengan pembimbingku lewat acara SKAU. Dalam acara itu sih, yang aku ingat pak Bambang doang, tapi ternyata pembimbingku juga mengisi acara(dalam daftar acaranya ada).

Wednesday, June 06, 2007

24

24 hari lagi menjelang ngga punya pekerjaan dan berakhirnya masa kuliah. Ngga kebayang punya banyak waktu luang, disamping beberapa pekerjaan part time, tesis dan proyek penelitian. Ada yang punya usul?

Tuesday, June 05, 2007

Buku

Dapet pinjeman buku lagi... Lama-lama kamarku bisa jadi cabang perpustakaan buku dosenku, huehehe. Waktu S1 juga ngga beda jauh, jadi kalau dosenku nyari buku, pasti aku yang kena. O iya aku mau membahas kondisi buku pinjaman terbaru. Ngga ada daftar isi, ngga ada index, dan tulisannya mepet-mepet. Emang sih ada yang bilang, "Dont judge a book by its cover" tapi bagiku kata-kata itu udah so last year. Memangnya bisa baca buku tanpa melihat covernya(kesan pertama), trus saat membaca ngeliatin kata-kata yang dempetan, belum lagi kalau ada yang ngga jelas. Bener-bener ilfeel, aku mending cari 10 referensi lain, daripada nyiksa diri baca buku kaya gitu(payahnya kadang-kadang pilihan untuk 10 buku itu ngga ada). Hmmph...hmpph...hmppph... enaknya buku itu diapain ya? Kayanya sih menarik, dan buku lebih enak daripada membaca di monitor. Hmmph...hphhp... ambil asyiknya aja ahh...

Jingga

Sejenak kumatikan pikiran itu, sejenak jingga menggantung di langit senja. Biarkan saja semuanya kembali pada muara, meski ada puluhan jalan menuju ke sana. Toh, semuanya sama saja. Aku, dia, dan berjuta orang lainnya. Entah irisan kehidupan akan mempertemukan aku dengan siapa, atau dengan apa. Belum lagi situasi yang tak mungkin membentuk perulangan. Bahkan jika aku pernah berkhayal seandainya bisa.

Ah jingga, kini telah berubah jadi kelabu. Awan-awan hitam mulai menebal disertai gemuruh. Bukan hatiku kan yang mengaduh, atau angin kini bukan hanya medium tapi juga menjadi tempat berlabuh? Bagi orang yang tengah jenuh, dan mencari tempat untuk berteduh.

Monday, June 04, 2007

Arung Jeram

Whooaaa... seru. Kelempar dua kali dari perahu, ngerasain air sungai, dan sempat panik, tapi tetep aja seru, dan pengen lagi. Sabtu kemarin, aku dan temen-temen sekantor arung jeram di Cibiuk. Perjalanan dimulai di Sabuga jam 8 kurang, dan sampai ke Cibiuk sekitar jam 10 pagi. Setelah berbagai persiapan, praktis kita baru naik perahu jam 12an, saat matahari sedang nyengir lebar di atas sana. Perjalanan mengarungi sungai Cimanuk berjalan dengan seru, apalagi tiap bertemu riam perahu jadi ajrut-ajrutan mengalahkan arung jeram versi Dufan.

Melewati riam-riam awal, aku cukup pede, apalagi dengan kaki yang diselipkan cukup dalam ke perahu, tapi melewati gradien yang cukup curam, akhirnya aku terlempar juga keluar kapal. Dengan air dimana-mana, tanganku menggapai asal. Alhamdulillah, ngga kenapa-kenapa, cuma kuping kemasukan air, dan menelan sedikit air coklat.

Berjalanan berlanjut, dan aku jadi lebih hati-hati, apalagi dari kedua perahu hanya aku saja yang merasakan lemparan itu. Fiuhh.. parah juga, pikirku. Tapi pikiran untuk berhati-hati kembali membuahkan sebuah lompatan yang menyebabkan aku kembali terlempar keluar kapal. Whoaa..., kali ini sih ngga begitu panik, dengan berpegangan pada tali perahu, tak lama kemudian aku sudah kembali ditarik masuk.

Seru, seru, seru!!! Dan pulang-pulang tanganku belang kaya pakai sarung tangan, muka merah, dan hidung agak perih terbakar. Badan? Sedikit pegal-pegal, tapi tetep aja seneng:)

Thursday, May 31, 2007

Gone for A Month

Sebulan ke depan, aku bener-bener mau fokus ke kuliah pemodelan, LAPI, dan tuu...t(sensor:D). Jadi untuk sementara tesis, dan proyek bioenergi mau aku grounded dulu. Whuehue, kan grounded-groundedan merupakan strategi biar ngga kesetrum. So' biar semuanya bisa optimal, kayanya mending kaya gitu. Apalagi pengalaman sebulan kemarin yang rada kacau balau, rasanya semua ngga berjalan dengan baik. Ada beberapa orang yang udah kuhubungi tapi belum sempat untuk diwawancara, waktu di rumah juga jadi kebagi-bagi yang jelas, trus caraku menghabiskan weekend juga jadi amburadul.

Sayangnya perkalian aljabar ngga berlaku, ngga jelas x ngga jelas = jelas. Jadi kegiatan-kegiatanku yang serba ngga ada aturannya itu, ketika terakumulasi menjadi chaos. Aaaarrrgh!!! Sekarang aku milih jenis kerjaan yang mandiri aja deh...

Tuesday, May 29, 2007

Curiga

Mode GR: On

Kayanya dosenku nyasar ke blog ini...
Duh, penasaran... penasaran...
Gimana kalau ngaku aja?
Baaaaiikk deh...

Ada

Whoah, kuliah studi independen bener-bener mengingatkanku pada SKAU. Kangen juga ama masa-masa itu, terutama orang-orangnya. Mungkin karena di SKAU, pemikiranku udah didekonstruksi abis-abisan tanpa cukup dikonstruksi kembali, jadi kuliah sekarang lebih banyak main-mainnya, dalam arti jadi joker. Kan, biasanya joker atau tokoh lucu semisal Nasrudin bisa lebih diterima, daripada Plato? Atau malah Socrates yang mati karena memilih minum racun. Walah, akhir yang ngga happy end banget. Apalagi, memang ada teori yang bilang, pengetahuan yang diterima dalam kondisi gembira bakal lebih gampang dicerna. So' mari kita bikin suasana kelas jadi fun. Itung-itung refreshing abis kuliah sistem dinamik. Huaaah, kuliah yang satu itu bener-bener ngga cihui, abis kompleks banget, dan payahnya bagiku ngga menarik.

Kalau biasanya kucing yang jadi tokoh, sekarang giliran hantu. Hahaha, apa bedanya hantu ama dark matter coba? Apalagi sains tingkat tinggi dan dongeng hanya dibedakan oleh aktor pembawanya. Buatku yang senang berkhayal sih, bedanya tipis banget, liat aja di ceritanya Pullman yang menggunakan konsep dark matter untuk menjelaskan kesadaran.

Tadi di kelas, dongeng cukup seru untuk menjelaskan konsep ada, dan larinya ke konsep swa. Hmm... aku sih lebih senang menggunakan pendekatan tasawuf untuk menjelaskan berbagai konsep filsafat, khususnya mengenai keberadaan makhluk di bumi yang merupakan tanda-Nya. Karena tanda senantiasa merujuk pada selain dirinya, maka perujukkan yang terus menerus akan merujuk pada Sang Hakiki.

Untuk Papa

Papa …  Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat  Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat  Tapi jasa papa tetap melekat  Hangat itu tetap mendekap  ...